Hujan

88 12 2
                                    

Sore hari, setelah mereka pulang dari pantai, seperti biasa mereka bermain bersama di rumah ibu.
Di ruang keluarga, mereka bertiga menonton film andalannya, meski Afwan hanya mendengar suaranya, ia mencoba membayangkannya dan ikut tertawa di setiap adegan lucu di film andalannya.
Sedangkan Ibu dan Papa Afwan berbincang-bincang di ruang tamu.

"Bagaimana Pah? Kita harus pindah ke luar kota?," tanya Ibu.
"Iya Bu, mau bagaimana lagi, Papa di utus ke Bandung," jawab Papa .
"Jadi kita semua harus ke Bandung?," tanya Ibu.
"Iya," jawab Papa lagi.
"Lalu anak-anak bagaimana? kasihan kalau pisah dengan Dinda," tanya Ibu lagi.
"Tapi mau bagaimana lagi Bu, kita tetap harus pindah," jawab Papa.
"Ya sudah," Ibu pasrah.
"Besok nanti Papa akan ke sekolah anak anak dan mengurus surat pindahnya," kata Papa.
Ternyata Affan mendengar pembicaraan mereka.

"Apa Pah? Kita harus pindah??," tanya Affan kaget.
"Iya Fan, Papa di utus ke Bandung dan harus ke sana," jawab Papa.
"Tapi Pah, Affan suka di sini".
"Tenang Fan, sekali sekali kita akan ke sini, Jakarta," jawab Ibu.
"Tapi bu...," Affan tak terima.
Affan pun kembali ke ruang keluarga.

Affan terus kepikiran tentang ucapan orang tuanya, ia tak ikut tertawa lagi menonton film. Dan memutuskan ingin bersepeda berkeliling kota.

"Mau ke mana Fan?," tanya Dinda.
"Mau ambil sepeda," jawab Affan.
"Mau ke mana?," tanya Dinda lagi.
"Di bilang ambil sepeda! Budek lo?," jawab Affan kesel.
"Ih maksudnya mau naik sepeda kemana?? Sewot banget sih," tanya Dinda sambil manyun.
"Ke taman bawel, kenapa emang hah? Mau ikut?," tanya Affan.
"Mau mau mauuu," jawab Dinda semangat.
Affan tak memperdulikan dinda dan langsung ke gudang mengambil sepedanya.

"Afwan aku mau ikut Affan yah," kata Dinda.
"Iya tapi jangan bertengkar yah, nanti gak ada yang pisahin haha," jawab Afwan.
"Hahaha iya iya, ku tinggal yah Fan," jawab Dinda.
"Iya, dahh...".
"Dah..".
Dinda pun menyusul ke gudang.

"Kenapa diam? Naik! Mau ikut gak," kata Affan.
"Ih galak banget sih, ini gue udah berusaha ngontrol emosi, lo malah galak galakin gue," jawab Dinda.
"Yaudah naik," Affan mencoba mengontrol diri juga.
"Iya iya tapi hati-hati," sambil menaiki sepeda Affan.
"Siap?," tanya Affan.
"Jalann!," jawab Dinda semangat.

Affan pun terus menggayung sepedanya menuju taman kota, lagi lagi cuaca sangat mendukung , langit agak mendung. Di tengah perjalanan dinda melihat penjual balon.

"Fan Fan, berenti, mau beli balon," sambil menepuk nepuk bahu Affan.
"Gak usah, bentar juga terbang sendiri," jawab Affan.
"Ih mauuu," rengek Dinda yang membuat sepeda Affan oleng.
"Eh iya iya tapi jangan banyak gerak nanti jatuh," kata Affan.
"Ayo ke sana beli balon dulu".
Affan pun menuruti keinginan dinda, mengingat waktunya di jakarta tidak lama lagi.
"Sana turun, beli sendiri, cepet!," kata Affan.
"Iya tunggu loh awas kabur," jawab Dinda.
"Iya ah bawel banget," jawab Affan.

Dinda memilih balon berwarna pink, di pegangnya dengan erat agar tak terbang, ia pun kembali menaiki sepeda Affan. Mereka melanjutkan perjalanan ke taman.
Tak lama kemudian mereka sudah sampai di taman, mereka tetap bersepeda sambil mengelilingi taman, namun tiba tiba angin bertiup dengan kencang membuat balon dinda ikut terbang.
"Ahh balonku," teriak Dinda dan langsung turun dari sepeda mengejar balonnya.
Affan memarkir sepedanya, ia mengikuti Dinda. Namun sayang balon itu terbang lebih cepat sehingga tak bisa di tangkap Dinda. Dinda menangis, ia tak terima balonnya terbang, baru beberapa menit ia memilikinya tapi begitu cepat hilang.
"Yahh, sudah ku bilang kan gak usah beli balon, budek..," belum selesai Affan berbicara Dinda langsung memotongnya,
"Diem lo!, taunya ngejek doang! Gak kayak afwan," kata Dinda sambil terus menangis.
"Ya udah maaf," mencoba menenangkan Dinda.
"Jangan nangis din," sambil melap air mata dinda.
Perlahan Dinda pun tenang.

Angin kencang yang berlalu tadi ternyata penanda akan turun hujan, dan benar saja sekarang hujan mulai turun.

"Hujan Din, lo suka hujan kan?," tanya Affan.
"Iya kenapa emang?," tanya Dinda lagi. "Jangan nangis lagi nanti gue bonceng keliling taman naik sepeda sambil hujan hujanan,mau?," tawar Affan.
"Mau," jawab dinda. Hujan pun membasahi bumi, keduanya berjalan menuju sepeda Affan yang tadi ia tinggalkan.

Affan melihat bunga merah cantik, ia memetiknya.
"Din...," Dinda menoleh.
"Cobaa," Affan menyelipkan bunga cantik itu di telinga Dinda.
"Cantik," Affan senyum membuat lesung pipinya tampak.
"Beneran?," tanya Dinda riang.
"Kalo ujan," Affan lari.
"Ih ini ujan berarti bener dongg," teriak Dinda.

Mereka pun mengelilingi taman, tak peduli akan sakit karna hujan hujanan, mereka menikmatinya, mereka bahagia, tertawa dan untuk kali pertamanya mereka akur.
Mereka terlalu asik bermain sampai matahari akan berganti bulan mereka pun kembali ke rumah.

Afwan/Affan ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang