Cantik

87 8 0
                                    

Bandara

Pukul 23.15 Affan sudah sampai di Bandara, ia di jemput oleh ayah Dinda.

"Affan...," teriak Ayah sambil melambaikan tangan.
Mendengar suara itu Affan spontan menghampiri.
"Selamat datang di tempat asalmu Fan".
"Hahaha setelah sekian lama akhirnya bisa balik ke sini lagi".
"Wah kayaknya penyamarannya udah mulai yah".
"Iya ayah, takutnya Dinda ikut menjemput, jadinya saya pakai kaca mata ini".

*mau lihat Affan pura-pura jadi Afwan dengan kaca mata hitam gak nih??? Umm karna authornya baik hati dan gak sombong, ini author kasih lihat, cakep gak???

*mau lihat Affan pura-pura jadi Afwan dengan kaca mata hitam gak nih??? Umm karna authornya baik hati dan gak sombong, ini author kasih lihat, cakep gak???

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dinda belum tau loh, biarin aja lah ketemunya besok di sekolah baru kalian".
"Deg-degan aku Yahh".
"Kenapa?".
"Affan udah mirip afwan belum Yah?".
"Udah mirip dari lahir kok".
"Hahaha," mereka berdua tertawa bersama.

Kepulangan Affan ke Jakarta tanpa diketahui Dinda.
Sejak saat itu pun Affan harus terbiasa dengan kaca mata hitam dan berpura-pura layaknya Afwan.

Sesampainya di rumah, Ayah membantu Affan memasukkan dan merapikan barang-barangnya.
Rumah itu sudah di bersihkan tadi pagi oleh Bunda, jelas sudah layak pakai.

"Rumahnya gak beda jauh dari terakhir aku di sini ya Ayah".
"Iya lah kan ada Ayah dan Bunda yang urus".
"Makasih loh Yah".
"Iya, sekarang istirahat besok kan udah masuk sekolah, seragam sekolahnya udah di lemari kamu".
"Sekali lagi makasih Yah".
"Iya Fan, Ayah balik dulu yah".
"Iya Yah".

Affan mengelilingi rumahnya, rumah yang penuh kenangan, keadaannya masih sama seperti dulu, sayang sekarang rumah itu sepi sebab hanya ia yang menempati.

Setelah puas berkeliling, Affan beristirahat di kamar.

'Gimana nih besok? Bisa pura-pura gak gue? Kalo nanti ketahuan gimana yah... sebenarnya gue ngelakuin hal yang bener gak sih? Kayaknya gue jahat banget sama Dinda, harus pura-pura kayak gini, tapi mau gimana lagi,' gumamnya dalam hati.

Bibbb
Suara ponsel Affan berbunyi.
Ternyata ada pesan dari Ibu dan Nisa.

Affan membuka terlebih dahulu pesan dari Ibu.
Ibu: gimana Fan? Udah sampai? Jaga diri baik-baik yah di sana, selalu kabarin Ibu kalo ada apa-apa.
Affan membalas pesan dari ibunya.
Affan: iya Bu ini udah sampai, rumahnya masih kayak dulu, sayang rasanya sepi tinggal sendirian, iya Bu pasti di kasih kabar, kasih kabar ke Affan juga kalo Afwan udah baikan.

Lalu membuka pesan Nisa.
Nisa: udah sampe lo goblok? Gile yah lu punya rencana kayak gitu, iya gue tau lo merasa bersalah, tapi kalau nanti Dinda tau gimana?? Bisa-bisa lo dibenci sama dia.
Affan: itu urusan gue.

Affan lalu meletakkan hpnya di lemari. Di simpannya dengan baik agar Dinda tak menemukannya.
Affan mengambil ponsel Afwan, yah itu untuknya saat berpura-pura menjadi Afwan.
Setelah itu Affan mulai memejamkan mata.

Matahari telah terbit.
Pagi ini Dinda bangun sangat rajin, tak sabar ia masuk sekolah, bahkan sejam sebelum waktunya masuk dia sudah berangkat.

"Bun... Ayah... Dinda berangkat dulu," teriaknya sambil memakai sepatu.
"Loh kok cepet banget," kata Ayah heran.
"Gak sabarr," sambil menyalimi kedua orang tuanya.
"Sarapan dulu," kata Ibu yang sedang mengoleskan selai coklat pada rotinya.
Dinda hanya mengambil satu roti dan meneguk susu lalu berlalu.
"Naik apa Din?," teriak Ayah.
"Bus Pah," jawab Dinda berlalu.

Sedangkan Affan.

Sedari tadi jam wekernya sudah berbunyi, hanya dimatikan lalu melanjutkan tidurnya. Benar-benar tukang molor 😓.

Teng Tongg
Suara bel rumah Affan berbunyi.
Tak didengar Affan.

Teng Tong
Lagi lagi tak didengarnya.

Teng Tong Teng Tong Teng Tooonggg
"Ahh brisik banget sihh!", keluh Affan.
Ia segera membuka pintu rumah.

"Astaga Affan," kata Bunda.
"Iya bun..," sambil mengucek matanya.
"Cepet mandi sana, udah jam berapa ini," sambil memasuki rumah dengan membawa sarapan pagi untuk Affan.
"Emang udah jam berapa?, itu baru jam 04.05 kok," tanyanya sambil menunjuk jam dinding.
"Jam itu rusak Fan, cepetan ini udah jam 05.10, Dinda aja udah berangkat sekolah".
"Hahh!!," dan Affan berlari ke wc.

Beberapa menit kemudian.

"Bun udah cakep gak??".
"Iya udah udahhh ini sarapan dulu".
"Harus cepet kan, makannya biar di mobil aja. Ehh tapi yang anter siapa?".
"Itu Ayah udah siap di rumah, ayo ke sebelah".
"Yukk..".
"Eh itu kaca matanya jangan lupa".
"Oh iya bun astaga Affan lupa".
Affan berlari ke kamar.

Di Sekolah

Pagi itu sekolah sudah ramai.
Sekolahnya luas, yah tentu saja sebab sekolah itu termasuk sekolah unggulan di Jakarta.
Semua murid dikumpulkan di lapangan.
"Hai Din", sapa Fadel.
"Loh, kok lo di sini?," tanya Dinda heran.
"Karna lo di sini," gombal Fadel.
"Ew jijik," katanya singkat.
"Temen lo yang dua juga di sini?," tanya Dinda lagi.
"Iya, itu di sana," sambil menunjuk temannya.

Saat itu juga Affan sudah bergabung di lapangan.
Ia terus mencari sosok yang ia rindukan.
Setelah beberapa saat mencari akhirnya ia melihat Dinda.

'Kenapa hati ku dag dig dug gini, ahh mungkin karena takut ketahuan,' serunya dalam hati.

Di tengah sana Dinda sedang tertawa.
Setelah beberapa tahun tak bertemu ternyata Dinda tumbuh dengan baik.
'Cantik'.
'Ahh aku ngomong apa barusan?,sambil berjalan menuju Dinda.

Sesaat Dinda menoleh, diikuti Fadel.
"Afwan!!". "Affan!!," teriak keduanya bersamaan.
'Fadel bisa mengenaliku?'.
"Hai", sapa Affan.
"Sok tau lo Fadel, kamu Afwan kan?," tanya Dinda.
"Nggak itu Affan kok," kata Fadel tak mau kalah.
"Iya gue Afwan," kata Affan membenarkan.
Keduanya terdiam.
'Loh kenapa??,' kata Affan dalam hati, lalu senyum agar terlihat ramah.
"Jadi udah pake lo gue setelah 4 tahun di Bandung?," tanya Dinda.
'Astaga gue lupa Afwan kan pake aku kamu'.
"Gak papa kali, biar kesannya deket juga," seru Fadel.
Affan hanya tersenyum membuat lesung pipinya tampak.
"Affan mana Wan?," tanya Fadel.

Afwan/Affan ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang