33

3.8K 380 42
                                    



"Jadi, Beam. Kau telah membeli semua hadiah, aku sudah mengumpulkan semua peralatan dan obat-obatan untuk pemeriksaan kesehatan mereka dan Kit sudah memesan  pengiriman makanan untuk acara besok. Apa lagi yang kita butuhkan untuk diberikan pada anak-anak?"

"Kit, menurutmu apa kita masih memiliki cukup uang untuk membelikan mereka kasur baru? Terakhir kali aku periksa, sebagian besar kasur-kasur mereka sudah rusak dan tidak nyaman lagi." Tanya Beam sambil menggeser ponselnya untuk melihat daftar yang telah dia tulis. Kit bertanggung jawab untuk menangani uang itu, jadi dialah satu-satunya orang yang mengetahui jumlah uang yang tersisa dalam rekening itu.

"Hmmph .. sisa uang kita hanya bisa untuk membeli setidaknya lima kasur." Kit menjawab.

"Berapa banyak yang mereka butuhkan?" Phana bertanya sambil menatap Beam yang masih fokus pada ponselnya.

"Sedikitnya sepuluh lagi."

"Jangan khawatir, Beam. Aku akan membayar sisanya." Phana menjawab sambil mencatat biayanya.

"Kau serius, Pha? Aku tidak akan membiarkanmu melakukan itu. Biarkan aku membayar setengahnya." Beam menolak untuk menerima tawaran Phana.

"Kenapa kau tidak membiarkan Pha dan aku yang membayar kasur itu?" Saran Kit.

"Aku tidak apa-apa. Biarkan kami membantumu, Beam. Kau sudah membeli hadiah itu dengan uangmu sendiri."

"Err ... Maaf mengganggu. Tapi aku punya pertanyaan. Dari mana kalian mendapatkan uang untuk membeli semua itu selain menggunakan uang kalian sendiri?" Forth menyela.

"Dari sumbangan yang diberikan kepada panti asuhan. Wali yang mengelola panti asuhan telah memberi kami uang untuk menggunakannya untuk kepentingan panti asuhan. Tapi itu tidak selalu cukup. Biasanya kita akan menambahkan uang kami sebagai bagian dari sumbangan, jadi anak-anak akan mendapatkan apa yang mereka inginkan." Beam menjelaskan.

"Kalian begitu mulia." Wayo berkata sambil menangis. Dia benar-benar tersentuh karena apa yang telah mereka lakukan untuk panti asuhan.

"Err .." Phana ragu tapi ia dengan canggung memeluk Wayo untuk menenangkannya "Sekarang .. Jangan menangis. Kau akan merusak wajah menawanmu." Dia berbisik ke Wayo.

"Bagaimana lagi. Aku memang cengeng."

"Kalau begitu,menangislah. Aku akan meminjamkan bahuku untukmu menangis." Kata Phana pada Wayo yang sedang memerah.

"Nah, Wayo. Kita melakukan ini karena itu adalah tempat spesial Beam. Dan karena kami adalah sahabatnya, kami ingin membantunya untuk membalas budi ke panti asuhan. Dan jujur, kami benar-benar tidak keberatan melakukannya. Setiap kali kita melihat anak-anak tersenyum pada kami, itu membuat kami ingin memberikan lebih dan lebih." Senyum Kit melebar karena ia teringat anak-anak yang menggemaskan.

"Dr Kit, ku rasa aku cinta padamu. Kau benar-benar orang yang baik!" Ming tiba-tiba melingkarkan lengannya di tubuh Kit dan memeluknya erat.

"Woah, lepaskan aku!" Teriak Kit. Namun, semakin ia berusaha membebaskan diri, semakin erat pelukan Ming. "Haish !! Aku menyerah!" Dia berkata dan membiarkan Ming memeluknya.

"Kau begitu nyaman dipeluk, Dr. Kit." Kata Ming sambil tertawa kecil.

"Tutup mulutmu! Aku membiarkanmu sekali ini saja, karena aku terlalu lelah untuk melawan."

"Kalau begitu, jika lain kali aku ingin memelukmu, aku harus membuatmu lelah terlebih dulu. Hmm ... Aku ingin tahu apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu merasa lelah?" Ming menggerakkan alisnya pada Kit.

"Cobalah untuk melewati batas itu, dan kau akan melihat seekor singa merobekmu."

"Silakan. Robek pakaianku, aku tidak keberatan sama sekali. Aku akan senang membiarkanmu melakukannya."

"Apa? !! Cukup! Aku selesai bicara denganmu." Kit memutar matanya dan mengabaikan Ming sepenuhnya setelah itu.

"Aku harus menempatkan kalian berdua di dalam sangkar dan membiarkan kalian bertengkar sesuka kalian, sampai kalian tidak punya alasan untuk berdebat." Beam memarahi mereka. "Kau, Mr Ming! Lepaskan sahabatku. Kita di sini bekerja, bukan untuk menggoda."

"Siap, Bos!" Ming memberi hormat kepada Beam dan dengan cepat duduk tegak di kursinya.

"Beam, apa maksud Dr. Kit dengan tempat spesialmu?" Forth menatap tunangannya.

"Karena itu adalah tempat di mana aku dibesarkan." Balas Beam pelan.

"Mau bercerita?."

"Aku tinggal di sana sejak aku kehilangan semua keluargaku karena tragedi tsunami. Wali di panti asuhan itu merawatku dengan penuh kasih sayang. Jadi, dengan memberikan pelayanan pada panti asuhan itu adalah caraku untuk mengucapkan terima kasih kepadanya."

"Maaf, Beam. Aku ikut berduka atas kehilanganmu." Forth memeluk dokternya.

"Itu sudh masa lalu. Ini takdir. Tidak ada yang bisa melawannya."

"Kalau begitu, Beam. Bolehkah aku ikut menyumbang? Biarkan aku juga membantumu membalasnya."

"Ya, Dr. Beam. Aku juga ingin menyumbang." Ming memutuskan untuk mengikuti jejak Forth.

"Aku juga, Dr. Beam!" Wayo tiba-tiba menyela.

"Benarkah!? Wow, hari ini pasti hari keberuntunganku. Terima kasih, teman. Terima kasih."

"Kalau begitu, Dr. Phana. Biarkan aku yang membayar semua kasurnya. Dan jika ada hal lain yang mereka butuhkan, katakan saja padaku, jangan sungkan. Aku akan senang hati membayarnya." Kata Forth sambil tersenyum lembut kepada Beam-nya.

*Selamat membaca..aku mau lihat Mandala dulu :v
Sapa tau ntar dapet suami kek dia :v

SOULMATE 1 (FORTHBEAM FANFIC) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang