LIMA

256 12 0
                                    

Aku masih terdiam di tempatku duduk dengan Zayn di sebelahku.Beberapa kali aku mencoba untuk fokus dengan ensiklopedia yang ku baca. Tapi tetap saja tak bisa. Aku merasa ada yang sedang mengamatiku.

Berulang kali aku melihat ke belakang, tapi tak kudapati satupun pasang mata yang melihat ke arahku. Zayn yang mulai tak nyaman dengan kegelisahanku akhirnya menyudahi gamenya.

"Ada apa denganmu?" wajahnya terlihat kesal.

"Hah? Apa aku mengganggumu?"

"Ya! Aku kalah 3 kali karena kegelisahanmu membuat bangku ini tak mau diam." marahnya.

"Maafkan aku. Aku merasa ada yang memerhatikanku dari jauh, tapi saat ku lihat tidak seorang pun yang menatapku." ucapku.

Zayn lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Ia mengeluarkan buku, dan merobek selembar kertas dari sana. Kertas itu selanjutnya ia remuk. Dia sedikit berdiri dan berbalik melihat ke belakang.

Zayn melempar bola kertas itu. Dan lemparannya tepat mengenai Riksa yang sedang memandang ke jendela bus.

"Berhenti menjadi pengecut! Hanya memandangnya secara diam - diam tidak akan membuatnya menjadi  kekasihmu!" aku terkejut mendengar teriakan Zayn.

Arah penglihatanku sekarang tertuju pada Riksa. Ku lihat ekspresinya sama terkejutnya denganku. Matanya membulat memandang Zayn. Tapi dia hanya diam. Zayn kembali ke posisi duduknya dan melanjutkan game nya.

Perhatian teman - teman sekelasku yang lain sempat tertuju pada apa yang terjadi. Tapi itu tak berlangsung lama, mereka kembali melakukan aktivitasnya masing - masing. Semua tau sifat Zayn, dia akan melakukan apapun untuk menyingkirkan semua yang mengganggunya saat bermain game. Termasuk jika itu omong kosong sekalipun.

Akupun mengikuti gerakan Zayn yang kembali duduk. Aku ingin bertanya tapi takut dia akan marah. Yang sekarang kulakukan hanya menatap penasaran kearah Zayn.

"Apa?" ucap Zayn tiba - tiba.

"Memang dia yang memandangimu daritadi. Bahkan setiap hari." tuturnya.

"Bagaimana kau tau?"

"Dia menyukaimu. Sudah lama, dan tak pernah berubah. Tapi dia sangat bodoh." Zayn masih fokus ke gamenya sambil berujar.

"Omong kosong." ucapku.

Zayn menghempaskan ponselnya ke pangkuannya. Dia menghela nafas dengan berat. Kelihatannya aku lagi - lagi mengganggunya.

"Kau ini memang tidak tau atau tidak peka? Untuk apa membuat password dengan namamu kalau dia tidak menyukaimu? Bukankah kalian pernah dekat?" suara Zayn yang berat terdengar menahan marah, tetapi nadanya lembut.

"Tapi..." belum sempat aku bicara, Zayn memotongku.

"Mau sampai kapan kau menggangguku? Aku tak mau paket kuota-ku habis sia - sia karena kalah terus. Jika penasaran tanyakan langsung padanya."

Aku membungkam mulutku, melanjutkan bacaanku seputar bintang di ensiklopedia. Menghabiskan lima menit lagi perjalanan ke sekolah. Dan suara hujan sudah tak tertangkap lagi oleh pendengaranku.

*

Riksa pov.

Aku tengah memejamkan mataku menikmati hangatnya hoodie yang ku kenakan karena di luar sedang hujan. Aku sengaja mengambil bangku paling belakang di bus agar lebih nyaman untuk menyandar di sudut jendela.

Kepalaku sedikit terantuk ke kaca jendela saat bus berhenti. Aku membuka mataku sejenak. Ini halte komplek rumah Kinar. Benar saja, Kinar melangkah masuk ke dalam bus dan sedikit berbincang pada supir bus.

Pesan Bulan JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang