Separuh memori yang hilang membuat Kinar tak pernah mengenal sosok itu. Ia bahkan tak lagi bisa merasakan hangatnya ikatan itu. Mungkin waktu yang dapat mengungkapnya. Atau mungkin Arka, matahari yang tanpa sengaja mengembalikan semuanya.
Kemarahan...
Arka memberhentikan motornya di sebuah taman dengan rumput hijau yang luas. Aku turun dari motornya dan sibuk memperhatikan pemandangan yang ada. Di sekeliling taman berjajar rapi pohon - pohon pinus yang tingginya hampir sama rata. Pandanganku tertuju pada sebuah gazebo yang berdiri di sudut taman ini. Gazebo yang tidak terlalu besar dengan beberapa pilarnya yang berwarna putih.
"Kamu suka?" tanya Arka yang membuatku sedikit terlonjak karena sedari tadi fokus memandang sekitar.
"Ya, aku suka." jawabku.
"Aku tidak pernah tau ada tempat seperti ini di sekitar sini." ucapku.
"Yap. Tempat ini memang baru. Jadi belum banyak yang mengetahuinya." Arka menjelaskan sambil membukakan helmku yang tak kusadari masih ku kenakan.
"Hey, kamu tak perlu melakukannya. Aku bisa sendiri." jantungku berdebar saat wajah Arka berada sangat dekat denganku.
Dia hanya terkekeh. Setelahnya, ia tiba - tiba menarik tanganku untuk mengikuti langkahnya menuju gazebo itu. Aku sangat bingung melihat perlakuan Arka yang sedikit berbeda hari ini.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku meletakkan barang - barang bawaanku di meja yang tersedia di gazebo ini. Tapi baru terpikir olehku, kenapa Arka tak membawa satupun peralatannya?
"Arka dimana peralatanmu?" tanyaku, dia tengah sibuk mengecek ponselnya.
"Yang di belakangmu itu adalah punyaku, Kinar." dia mengarahkan dagunya seakan menunjuk kearah tumpukan peralatannya.
"Aku meletakkannya lebih dulu di sini sebelum aku menjemputmu tadi." jelasnya.
Aku hanya mengangguk pelan dan mulai merapikan peralatan untuk segera mengerjakan maket. Arka kemudian mengambil posisi di sebelahku. Dia memperhatikan model maketku yang sudah ku bentuk kemarin.
"Bangunan apa yang kamu buat?" tanyanya.
"Itu masih rahasia. Lagi pula kamu belum bisa menebak 'kan? Itu masih pondasinya." aku sedikit terkekeh.
"Oke, jika kamu ingin bermain rahasia. Maka akupun akan begitu." balasnya. Dia meletakkan prototype itu dan mulai mengutak atik bahan - bahan yang ia bawa.
*
Kami terlarut dalam pekerjaan masing - masing. Potongan - potongan sisa material bertebaran di sekitar kami. Hingga kini gazebo yang kami tempati lebih mirip dengan tempat pembuangan akhir. Posisi ku duduk bersila membelakangi punggung Arka.
Aku sedikit membungkuk berat merasakan ada yang membebani punggungku. Siapa lagi kalau bukan Arka. Ia merenggangkan otot - otot pinggangnya yang kaku akibat terlalu lama duduk.
"Ya ampun, Arka! Kamu sangat berat! Bangunlah, pinggangku yang akan patah menanggung berat badanmu!" keluhku padanya, dia sungguh berat.
"Ow, maaf Kin. Aku lelah." katanya sembari mengangkat kembali tubuhnya.