Arka pov.
Hujan tadi pagi menjejakkan udara dingin yang menusuk kulit, padahal matahari sudah terlihat penampakannya meski masih berselimut awan.
Aku berjalan keluar aula menuju kelasku. Pengarahan selama lima belas menit tadi cukup membuat pinggangku nyeri karena menulis tanpa meja. Tapi tak apa, karena aku telah melihat Kinar hadir hari ini. Rasanya dia obat nyeri paling ampuh. Bukannya berlebihan, tapi memang begitu yang ku rasakan.
Aku bertanya - tanya, bangunan apa yang akan dibuat Kinar untuk tugas maket semester ini. Jika memang kesempatanku, aku ingin berbagi waktu bersamanya untuk membuat tiruan bangunan itu di suatu tempat.
Istirahat siang ini aku berencana mengajaknya makan bersama di kantin setelah shalat Jum'at tentunya. Gadis itu selalu membayangiku sejak pertama kali aku melihatnya dua tahun lalu. Bisa mengenalnya sedekat ini sangat menyenangkan bagiku, walaupun hanya sebatas teman.
Aku sudah berada di dalam kelasku dan bersiap mengikuti pelajaran pertama pagi ini. Guru belum ada di tempatnya saat ini. Aku mengedarkan pandanganku ke sudut kanan depan ruang kelasku. Di sana ada pintu penghubung antara kelasku dan kelas Kinar.
Teman - teman sekelasku sangat suka berada di ambang pintu itu mengobrol dengan orang - orang di seberang sana. Walaupun itu hanya modus belaka. Aku tau bahwa sebenarnya mereka ingin melihat aktivitas Kinar. Ya, Kinar sebenarnya adalah gadis yang sangat digemari oleh banyak orang di kelasku.
"Arka!" aku menoleh saat seseorang memanggilku. Itu Nia.
"Mereka terus memperhatikan Kinar setiap hari dari pintu itu. Apa kau tak cemburu?"
"Ah, biarlah mereka. Lagipula aku tau Kinar itu gadis seperti apa. Dia sangat cuek, bahkan sering tak menyadari para penguntitnya itu." ucapku santai.
"Kau tak ikut berdiri disana?"tukas Nia lagi.
"Aku harus mulai meng-sket"ujarku sambil mengambil alat tulis dari dalam tas.
"Tak usah terburu - buru, dateline-nya masih satu bulan lagi."
Aku tersenyum, lalu berkata "Kinar tak suka bila aku menunda pekerjaanku."
"Pikiranmu sudah diracuni oleh Kinar rupanya." Nia terkekeh dan berangsur pergi kembali ke tempat duduknya.
*
Ini sudah istirahat, dan aku tengah menunggu Kinar di koridor. Tak berapa lama aku melihatnya keluar dari kelas. Tapi dia tak sendiri, dia terlihat sedang bersama dengan Riksa. Sial! Pikirku. Bukankah mereka sudah menjauhi satu sama lain? Mengapa Riksa mendekat lagi?
Aku lihat mereka berjalan ke arah yang berlawanan dari posisiku berdiri. Mereka terlihat sedang membicarakan sesuatu, begitu serius. Tidak, bukan mereka, tapi hanya Riksa. Kinar tampak berjalan dengan pandangan lurus ke depan dan sesekali terlihat menyahut singkat.
Langkah mereka semakin menjauh. Ingin ku kejar dan menarik Kinar untuk pergi denganku saja. Tapi itu terlihat tidak baik untukku.
Aku berbalik badan dan kembali ke kelasku. Rasanya seiring dengan langkah gontaiku, mendung mulai menggulung lagi di langit. Ntah kenapa rasanya dadaku sesak.
Saat tiba di kelas, kulihat Nia sedang duduk di bangkuku.
"Heh! Siapa yang memberimu izin?! Ini tempatku, menyingkirlah!" Aku tak tau apa yang ada dalam pikiranku hingga aku berkata demikian.
"Ada apa denganmu? Aku hanya duduk di sini, kenapa kau emosi?" ucapnya kebingungan. Ku balas perkataannya dengan mulut terbungkam. Nia tampak kesal, dan pergi meninggalkanku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pesan Bulan Jingga
Novela JuvenilSeparuh memori yang hilang membuat Kinar tak pernah mengenal sosok itu. Ia bahkan tak lagi bisa merasakan hangatnya ikatan itu. Mungkin waktu yang dapat mengungkapnya. Atau mungkin Arka, matahari yang tanpa sengaja mengembalikan semuanya. Kemarahan...