Nisa tidak tahu kenapa perjalanan dari swalayan ke kafe nya memakan waktu yang lumayan panjang. Padahal Gibran mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Berada di ruangan tertutup dengan Gibran berdua saja rasanya sangat aneh dan membuat Nisa malu sendiri. Ini semua karena ucapan Aidan saat di pemakaman mengganggunya. Aidan bilang Gibran dan Manda sudah berpisah, artinya sekarang laki-laki itu sedang lajang.
"Ada yang ingin kamu tanyakan?" Nisa refleks menoleh kearah Gibran yang sedang menyetir. Lelaki itu tetap terlihat tampan walau dari samping "Soalnya aku lihat kamu kayak orang gelisah." Oh Nisa tidak lupa bagaimana pintarnya Gibran membaca keadaan disekitar "Tanya saja, aku akan menjawab semuanya." Nisa merasa sedikit lega denga respon Gibran.
Walaupun sempat ragu, Nisa harus mendengar sendiri dari Gibran "Manda apa kabar?" Nisa memulai pembicaraan mereka dengan berpura-pura tidak mengetahui soal perpisahan Gibran dan Manda. "Kami berpisah." Gibran menjawab dengan tenang tapi Nisa melihat lelaki itu mencengkram setir "Semuanya salahku, aku yang membuat dia pergi." Walau samar, Nisa sempat menangkap ekspresi wajah bersalah.
"Boleh aku bertanya apa yang terjadi?" Nisa sedikit ragu tapi ia ingin tahu sebab perpisahan mereka "Perusahaan kami sedang berada pada keadaan krisis karena salah satu proyek kantor cabang mengalami kerugian. Aku harus pergi keluar kota selama dua bulan untuk mengurus kekacauan itu dan selama itu aku jarang memberi kabar kepada Manda. Dia mengirimkan banyak pesan dan email kepadaku tapi tidak ada satupun dari mereka yang sempat kubalas karena seluruh fokusku ada pada pekerjaan. Aku melupakan dia dan lebih sibuk dengan pekerjaan." Gibran sadar sebagian besar kesalahan ada padanya. Manda berhak untuk marah karena sikapnya yang sangat berlebihan. "Dua bulan....tapi kamu sempat menghubungi keluargamu kan?"
Gibran menggeleng lemah. Nisa tidak menyembunyikan keterkejutannya "Aku bahkan tidak sempat membalas pesan dan mengangkat panggilan dari ibu dan adik-adikku apalagi membalas pesan dan email Manda. Aku pikir jika aku bisa menyelesaikan semua kekacauan dengan cepat lalu aku akan bicara setelahnya. Tapi ternyata aku salah, Manda menyerah lebih dulu."
Mereka sampai di kafe Nisa setengah jam kemudian. Gibran membantu Nisa membawa barang belanjaannya masuk lewat pintu belakang dan menyapa beberapa karyawan kafe yang terkejut mendapatinya bersama dengan si bos. Gibran hanya membalas tatapan penasaran mereka dengan senyum kecil sebelum melangkah keluar dari dapur dan mencari kursi kosong di luar. Melihat Nisa yang tampak sibuk membantu karyawannya membuat Gibran mengurungkan niat untuk meminta Nisa menemaninya.
Raina memasang senyum lebar ketika Gilang melemparnya dengan buku menu dan wajah menjengkelkan "Layani pelanggan favoritmu." Katanya sewot tapi Raina tidak peduli dengan mood Gilang karena akhirnya setelah berbulan-bulan, pelanggan vip mereka yang fenomenal itu kembali sendirian "Selamat sore mas, bisa saya catat pesanannya?" Gibran mengambil buku menu dan melirik satu persatu deretan menu makanan dan minuman yang ditawarkan kafe ini "Ice americano dan original croissant." Gibran tidak tahu harus memesan apa karena ia ingin makan malam bersama Nisa.
Gibran menatap ke sekeliling, kafe Nisa memang menyajikan suasana yang nyaman. Gibran tidak merasa sesak walau keadaan kafe sedikit ramai. Ngomong-ngomong interior kafe ini memang benar-benar bagus "Maaf membuat kamu menunggu, aku habis membantu anak daput berbenah." Oh itu Nisa, gadis itu menghampirinya dengan nampan berisi pesanan Gibran "Kamu kenapa suka sekali minum americano? Ini sudah sore, harusnya sebentar lagi makan malam." Mungkin Nisa tidak sadar jika ia sedang menggerutu kepada mantan kekasihnya karena gadis itu sepertinya tidak menyadari tindakannya.
"Aku berencana mengajak kamu makan malam." Ajak Gibran spontan, Nisa selesai menata meja mereka dengan pesanan Gibran lalu duduk dihadapan laki-laki itu "Ah soal itu, aku biasanya makan malam disini bersama karyawanku. Kami makan dilantai dua, aku punya ruangan pribadi disana." Nisa tidak enak untuk menolak. Tapi ia terbiasa untuk makan malam bersama karyawan kafe di lantai dua karena mereka akan menutup kafe saat maghrib datang. Selain untuk membiarkan orang-orang untuk beribadah, Nisa memberi jam istirahat supaya mereka tidak terlalu lelah setelah melayani pelanggan selama seharian.
KAMU SEDANG MEMBACA
All of the Sudden📌
ChickLitIni adalah cerita tentang kenangan dan kehilangan. -Sebagian cerita telah diunpublish untuk kepentingan hak cipta, silahkan hubungi secara pribadi untuk lebih lanjut-