Sign of the Times

3.6K 321 36
                                    

Butuh waktu hampir satu jam bagi Manda untuk akhirnya bisa membuka mata dan mendapati dirinya berada di rumah sakit. Ayah dan Adiknya duduk di kedua sisi ranjang sambil menatapnya dengan khawatir. "Sudah enakan, Mbak?" Sang ayah berdiri dan mendekati anak sulungnya, Dalam hati mengucap syukur setidaknya mereka tetap bersama walau sang pujaan hati telah berpulang. "Mbak mau minum dulu? Sa, ambil minum nak." Arissa menuangkan air dan memberikannya pada Sang ayah.

Manda meneguk air putih yang diberikan ayahnya dengan pelan "Jam berapa sekarang, Pa? Tanyanya serak. "jam enam sore, Gibran sedang mengurus administrasi, dia yang bawa kamu kesini." tambah Rio --ayah Manda--

Manda mengangguk, ia ingat percakapan terakhirnya dengan Gibran. "Kamu nggak pulang Dek? Besok kamu sekolah, mbak disini nggak papa." Manda ingat besok masih weekday, adik perempuannya harus berangkat sekolah karena sebentar lagi ujian semester. "Mas Gibran mau nganterin, Rissa disuruh tunggu sebentar." Jawab Rissa. 

Pintu ruangan terbuka dan Gibran masuk dengan seorang perawat perempuang disampingnya. Manda mengernyit ketika sadar lelaki itu masih berbalut pakaian kerjanya. "Kamu sudah bangun?" Gibran mendekati ranjang Manda bersama sang perawat.

"Makasih ya." Gumam Nisa pelan dan Gibran menyahut dengan anggukan kecil, lalu ia beralih pada Rio "Om tidak perlu khawatir dengan administrasi, Alhamdulillah saya sudah mengurusnya.Rissa jadi mau pulang?" Rencananya Gibran akan mampir ke rumah Manda dan mengantar adik perempuannya. 

Arissa mengangguk "iya Mas, maaf jadi ngerepotin ." katanya lalu menyalami sang ayah dan kakaknya yang tengah mengganti cairan infus. "Saya pergi dulu, saya akan sempatkan mampir besok." Gibran mengelus bahu Manda berpamitan. 

Gibran tidak kuat melihat keadaan perempuan yang pernah hadir di hidupnya itu dalam keadaan berantakan seperti ini. Tentu saja semuanya berat, mereka tinggal bertiga dan Manda terpaksa menjadi tulang punggung keluarga karena om Rio hanya seorang pensiunan pns golongan 3 a.

"Kami permisi Om, Assalamu'alaikum."

Gibran melirik Arissa sesekali di sela-sela fokus menyetirnya. Gadis itu ternyata sudah tertidur pulas setelah menangis selama dua menit. Walaupun Arissa tidak se histeris Manda saat kehilangan Ibu mereka, Gibran tau sebenarnya gadis kecil itu hanya berusaha terlihat baik-baik saja. Arissa jauh lebih kuat karena ia bisa mengendalikan emosi nya lebih baik. Ia tidak terlihat histeris saat Manda hilang kendali waktu itu, Gibran cukup terkejut dengan kemampuannya. 

Padahal Arissa juga kesepian, Gibran paham itu.

Karenanya, ketika Fortuner milik Gibran sampai di kediaman rumah Manda, ia tidak membangunkan Rissa dan keluar untuk membuka pagar rumah. Mobilnya terparkir di halaman depan namun Gibran mendapati keberadaan seseorang yang sangat dikenalinya sedang berdiri di teras rumah sambil membawa sebuket bunga mawar. 

"Nisa?" Panggil Gibran. 

Nisa menoleh, matanya terbelalak ketika melihat Gibran berjalan sambil menggendong seorang perempuan. Ketika lelaki itu sudah berada di dekatnya, Nisa baru sadar kalau Gibran membawa Arissa. Nisa membantu Arissa duduk di kursi depan lalu membiarkan Gibran mengeluarkan kunci rumah dan membuka pintu. Gadis itu terbangun ketika mendengar pintu rumah terbuka, ia sedikit terkejut ketika sadar bukan lagi berada di mobil Gibran. 

"Eh- mas Gibran, maaf ya Rissa ketiduran." Rissa sontak berdiri, Gibran membuka pintu lebih lebar "Sebaiknya kamu hidupkan lampu dulu." Jawab lelaki itu. 

Arissa pamit masuk rumah dan meninggalkan Gibran dan Nisa yang masih tetap berdiri di teras depan. "Rencananya aku mau melihat keadaan Manda, tapi sepertinya nggak ada orang di rumah." Nisa memecah kebisuan diantara mereka, ia bahkan belum berani menatap Gibran. 

All of the Sudden📌Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang