Stories 4

53 4 0
                                    


Mecha membuka matanya mendapatiku dan Seza tengah berbicara panjang lebar. Sunyi. Tak ada gelak tawa. Mecha bangkit.

"Mecha?" panggilku. Ia hanya menatapku sejenak tak bersuara, lalu kembali menoleh kesisi lain dimana Novan berbaring.

"Novan di sana... jika kau memang mencarinya." Ucap Seza menunjuk kearah pohon yang cukup jauh dari kami. Mecha bangkit dan berjalan mendekatinya.

"Seza, aku liht sifat Mecha berbalik fakta dengan sifat Novan." ucapku berbisik. "Mereka kan baik-baik saja." Ucap Seza tetap tenang.

***

"Kau mau belajar?" tanya Mecha membuat Novan sedikit tersentak. "Aaahhh? Mecha?! Kau mengejutkanku!?" teriak Novan mengelus dada. "Kau kagetan. Jangan seperti itu!?" ucap Mecha kasar.

"Apa urusannya denganmu." Ucap Novan balik cetus. "Kau akan mengerti apa urusannya." Ucap Mecha duduk didepan Novan. "Keluarkan kemampuanmu..." ucap Mecha. "Se-sekarang??" kaget Novan.

"Tahun depan, tunggu bumi kiamat. Ya, Sekarang!!!" teriak Mecha. Novan dengan cepat melempar api kecil kehadapan Mecha. "Sekecil itu?" tanya Mecha. "Aku takut melukai seseorang lagi. Aku tak mau." Ucap Novan menunduk.

"Kau menyesal memiliki Flame dalam darahmu?" Novan menggeleng menjawab pertanyaan Mecha. "Aku trauma. Bulan lalu aku membakar sebuah gudang tua. Aku tak sengaja." Ucap Novan.

"Ku tak bisa mengatur emosimu sendiri." Ucap Mecha. "Belajarlah jadi lebih tenang. Jangan hidup seperti Seza." Ucap Mecha. "Ada apa dengan Seza?" tanya Novan. "Dia hidup dalam ketakutan. Maka dari itu dia begitu pendiam." Ucap Mecha.

Novan mengangguk, "Aku belum paham tentang ucapan Liam. Lebih dari satu?" tanya Novan. "Kau bisa jadi Light atau Thunder. Sesuka hatimu. Tapi teman gadismu yang bersama Seza bisa jadi mempelajari semuanya." Ucap Mecha.

Aku lah yang dimaksud. "Nara? Dia tentu bisa." Ucap Novan. "Di amengagumkan, kau tahu..." ucap Novan. "Kau menyukainya." Novan terhenyak. "Ti-tidak!?" elaknya. "Kau berbohong, aku tahu itu."manik mata merah Mecha berbinar.

Novan mengelak tak karuan. "Aku tidak menyukainya, maksudkuaku hanya menyukainya sebagai teman tak lebih." Ucap Novan pada akhirnya.

"Nak, kau tahu. Aku juga punya kekasih di Ercha, matamu tak bisa berbohong setiap kau menatapnya." Ucap Mecha

"Terserah Pak Tua. Tapi aku tegaskan sekali lagi, aku tak menyukainya." Umpat Novan. Mecha hanya tertawa.

***

"Lihatlah Seza. Mereka bisa tertawa seperti itu, kenapa kau tidak." Ucapku menunjuk kearah Mecha yang tertawa entah menertawakan apa.

"Kau banyak bicara, nak. Aku sudah bilang Mecha jiwanya diluar nalar. Kau takkan tahu ia tertawa karena apa. Bisa saja ia tertawa karena membakar anak burung di sarangnya." Ucapp Seza.

Aku mendadak panik, "Apa!?" "Itu hanya misal." Ucap Seza. 

"Kau..." ucapku mengangkat tangan. Ingin sekali aku menampar pak tua ini. "Jangan kasar jadi perempuan, itu tak baik." ucap Seza seakan mengerti apa yang akan aku lakukan.

Aku menurunkan tanganku kembali. "Apa kita tak bisa ke Ercha sekarang Seza?" tanyaku. "Bisa..." mataku berbinar, "Tapi itu jika kau mau melihat Ercha yang hancur mengerikan. Bahkan tak ada penghuninya." aku kembali meringkuk malas.

"Apa disana ada gadis? maksudku pacarmu?" tanyaku. "Tentu ada." ucap Seza.

"Apa dia cantik?" tanyaku. Seza mengangguk. "Dia baik, sopan, lembut. tak sepertimu." cetus Seza. Aku mendengus. "Kenapa aku!?" teriakku.

Wind of ErchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang