Stories 7

23 1 0
                                    


Entah sejak kapan, kota ini diselimuti salju. Tapi tak terasa dingin. 

"Ini salju kan, Van?" tanyaku menyentuh permukaan benda putih itu. "Iya. Tapi kenapa kita tidak kedinginan?" tanya Novan keheranan.

Kami kembali melangkah dengan hati-hati. "Ada orang!?" bisik Novan menarikku ke sebuah gang kecil di celah dua gedung besar. 

Tubuh Novan tepat mengapitku bersama dengan dinding gedung yang sudah menempel di punggungku.

Bahkan sekarang nafasnya bisa kurasakan menerpa wajahku. "Kau tahu, lusa akan datang gerhana." Aku mendengar 2 orang lelaki itu membicarakan tentang Gerhana. "Info bagus..." ucap Novan menoleh menatapku.

Dan bodohnya aku malah menatap matanya. Mata kami beradu beberapa detik. Aku hanya bisa membeku disana karena jika aku bergerak sedikit saja, Novan bisa mengecup dahiku.

"Van, udah aman." Ucapku membuyarkan lamunan laki-laki itu. "Eh? I-iya..." Novan canggung langsung menjauhiku. "Ayo, bergerak...." ucapnya kembali berjalan.

Kami pun memilih berjalan santai seperti 2 orang pria tadi. "Kau pikir, kita akan benar-benar ke Ercha untuk bertarung?" tanyaku. 

"Tentu. Menyelamatkan tawanan. Termasuk mamamu. Iya kan?" tanya Novan balik.

Aku mengangguk. Novan tiba-tiba menarikku kembali bersembunyi. 

"2 Prajurit Iva!?" bisiknya bersembunyi melindungiku di balik kotak kayu. "Pangeran masih di incar Ratu."

"Iya. Mereka tentu akan sulit dikalahkan dengan kekuatan Ratu yang tak ada apa-apanya dibanding mereka." "Huuusssstt... Diamlah!"

2prajurit berbaju besi itu melintas begitu cepat. "Aku jadi tahu kenapa Iva menyerang dan berusaha membunuh kita." Ucap Novan tersenyum miring.     

Aku mengangguk cepat menyetujuinya. Novan kembali menarikku, tapi kali ini sungguh tidak tepat.

"Siapa kalian!?" teriak seorang prajurit masih tertinggal. Dua prajurit tadi tentu berbalik ikut menghampiri kami. Novan membuka tudung jubahnya. 

"Kami hanya warga kota. Ingin membeli bahan makanan di toko." Ucapnya berakting.

Dia jagonya. "Maaf, Tuan. Ada nenek yang harus kami beri makanan." Ucapku ikut membuka tudung jubahku. 

"Kalian tak tahu jika tak ada seorang pun yang boleh keluar!?" cetus prajurit itu.

"Maaf, Tuan. Kami harus..." Novan menyemburkan Api dari tangannya, membuat prajurit itu terkejut. "Panggil yang..." Aku tak tanggung-tanggung menembak dua prajurit dibelakangku dengan peluru angin yang diajarkan Seza beberapa hari lalu.

"Ayo!?" teriak Novan menarikku. Kami pun berlari menjauh, tapi rupanya prajurit itu sudah memanggil kawan-kawannya mengepung. Puluhan prajurit sudah mengepung kami.

50 orang melawan 2 orang bocah. Bagus! "Aku 30, kamu 20." Bisik Novan bersiap. "Itu tak adil!? Kau menyepelekanku!!!" umpatku protes. 

"Lihat saja berapa banyak yang bisa kita tumbangkan, Serang!?" perintah Novan.

Aku tak pikir panjang langsung mengaktifkan mode bertarung. "Windy Bomb!" Aku belum belajar banyak!? Baru 5 jurus untuk melawan puluhan pria dewasa!? Ah!? Yang benar saja!?

10 orang terpental, tapi 10 lainnya menyerang. "Splash Fire!?" teriak Novan menyemburkan api itu lagi. Kekacauan mulai terlihat di kiri kanan, belakang dan depan kami.

"Guardian Wind!?" Aku mencoba jurus pelindung. Membentuk tameng di sekitarku dan Novan. Blammmm!!!! Diluar tameng seperti bunyi ledakan. 

"Bagus?!" ucap Novan terengah mengacak poniku lembut.

Wind of ErchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang