Hari itu, setelah tenagaku cukup pulih, aku menemui Yuko. Ia banyak diam sama seperti Yura.
"Aku minta maaf... Bibi harusnya tak mengalami ini." Lirihku. Yuko tiba-tiba mengusap kepalaku.
"Ia merindukan ayah... Mungkin sekarang mereka telah berbahagia di surga." Ucap Yuko tersenyum.
Aku menatapnya bingung, "Harusnya kau membenciku Yuko..." ucapku.
"Aku takkan melakukan itu. Aku masih punya alasan untuk terus tersenyum padamu. Aku sudah berjanji pada ibu." Ucap Yuko.
"Terimakasih." Ucapku. "Sepertinya, aku butuh pukulan kecil seorang adik marga sekarang..." goda Yuko.
"Apa-apaan kau ini... Dasar..." ucapku memukul lengan Yuko pelan.
Yuko kembali tertawa, untuk beberapa saat. Tapi aku masih mengkhawatirkan Yura.
"Bagaimana dengan Yura? Dia baik-baik saja?" tanyaku. Yuko mengedikkan bahunya. "Dari semalam ia belum makan, tapi aku yakin dia takkan bertahan lama." ucapnya datar.
"Bagaimana jika Yura marah padaku?" tanyaku. Yuko menoleh, "Tak akan. Yura tak bisa membenci siapapun. Aku tahu itu."
"Yuko, Nara." Panggil Seza. Kami pun serentak menoleh. "Ayo berangkat. Kita harus cepat." Ucap Seza.
"Iya Seza." Ucapku menghampiri Seza, begitupun dengan Yuko. Kami berkumpul di ruang tengah.
"Kalian siap?" tanya Mecha. Kami semua mengangguk. "Penjaga, bawa kami kembali ke rumah Sao." Cahaya kembali merebak membawa kami berpindah ke rumah Nenek Sao.
***
"Nek... Mereka belum kembali. Aku takut." Ucap Mey. "Tenanglah, sayang. Mereka akan kembali." Ucap Nenek Sao.
"Aira, kumohon berhentilah menangis. Kau membuat basah baju Erga." Ucap Dio kesal.
"Tak apa. Aku mengerti." Ucap Erga menepuk-nepuk punggung Aira yang tengah memeluknya pelan.
"Bagaimana bisa aku berhenti jika Nara belum kembali. Harusnya aku ikut saja waktu itu." Ucap Aira sesenggukan.
Diluar pintu aku mendengarnya. "Aira..." batinku. Aku memutuskan segera membuka pintu kayu tua itu perlahan.
"Aku pulang..." ucapku mendorong pintu. Kulihat semua orang nampak gelisah disana. Aira melepas pelukannya dari Erga dan menatapku.
"Nara!!!!" Aira langsung berlari memelukku erat. "Ohhh, Nara... Aku mencintaimu!? Kenapa kau seperti ini padaku!? Kau bisa benar-benar membunuhku!!" omel Aira melepas pelukannya.
"Maafkan aku, semuanya..." ucapku menunduk. Novan mendekat kearah Khyo. "Kau mau hukuman?" tanya Khyo dingin.
"Maaf, Khyo..." ucap Novan. Khyo tersenyum dan memeluk Novan.
"Kau memang benar-benar persis seperti Mecha..." ucapnya. Novan tertawa.
"Oh, iya... Perkenalkan... Ini Yuko dan Yura. Anak-anak yang sudah menolong Novan dan Nara. Mereka sengaja ku bawa karena ibu mereka sudah dibunuh oleh Iva." Ucap Mecha.
Mendadak seisi ruangan pucat. "Iva?" tanya Liam. "Iya. Tak apa, mereka mengerti keadaan. Mereka juga marga. Yuko adalah Flame dan Yura adalah Froze." Ucap Seza.
Khyo menatap Yura. "Kemari, nak..." ucapnya. Yura mendekat perlahan. Tatapannya masih memperhatikan lantai kayu.
"Untukmu..." ucap Khyo memasangkan gelang kristal di tangan Yura. "...Jangan bersedih oke? Wajahmu jadi tak cantik lagi." Ucap Khyo.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wind of Ercha
FantasyHai, namaku Nara. Aku seorang gadis berusia 16 tahun. Otomatis kalian akan tahu jika aku masih duduk di bangku kelas 11 SMA. Aku bukan gadis biasa. Aku memiliki Marga Element yang bernama Wind. Yang paling kuat, paling sulit dikendalikan dan yang p...