Aku dan Yuko tinggal berdua di ruangan itu. Wajah Yuko lesu. "Yuko..." "Ya, Nara?" Ucap Yuko.
Aku memberanikan diri mendekat kearah Yuko. Tanganku terangkat menepuk bahunya.
"Kau sudah berusaha..." ucapku. "Kau sudah lebih baik dari sebelumnya, kau banyak belajar." Ucapku.
Yuko tersenyum menundukkan pandangannya, "Entahlah, aku masih berduka hingga sekarang. Aku belum menerimanya..." Ucapnya. Aku melihat raut wajahnya beruba sejak ia membicarakan ayahnya lagi.
"Kau gadis baik, Nara." Ucapnya meneteskan air mata. "...Tapi aku benar-benar merindukan ayah. Aku tak butuh apapun. Aku hanya ingin ia disini."
"Aku tahu... Aku juga mencintai ayahku, sama sepertimu." Ucapku.
Malam itu, Yuko menceritakan semua rasa kehilangannya dan betapa tertekannya ia melihat sang ibu juga kehilangan orang yang dicintainya.
"Aku takut tentang pertarungan di Xierra, Yuko..." ucapku. "Kau bisa belajar, aku yakin kalian lebih dari mampu..." ucap Yuko.
Aku hanya mengangguk lalu bangkit, ingin menyusul Novan.
Aku menggeser pintu perlahan tanpa suara. Tapi yang pertama kali kulihat hanya Novan yang sedang memeluk Yuka.
Entah mengapa aku malah menangis didekat pintu. "Apa yang terjadi..." batinku menyingkir dari sana dan kembali ke Yuko.
Pranggg!!! Sialan!? Kenapa aku harus memecahkan guci bibi!!
***
Novan terus berjalan keluar rumah, "Novan..." Yura menepuk bahu lelaki itu pelan "Ingin sekali aku bunuh diri." celetuk Novan.
"Aku yakin kau bisa, kau hanya belum terbiasa. Sungguh..." Ucap Yura.
"Kau tak pernah mengerti... aku selalu mengalami masa sulit dan mendadak menjadi seperti orang gila sekarang." Celetuk Novan.
Yura menunduk. "Orangtuaku bahkan tak pernah tahu jika aku ini berbeda, mereka sibuk dengan dunia mereka sendiri daripada peduli dan menemaniku saat seperti ini. Aku mulai curiga jika aku ini hanya anak pungut."
Yura hanya diam. "Aku bahkan tak tahu sampai kapan aku bisa bertahan di tempat seperti ini. Aku..." Yura menarik dan memeluk Novan tanpa bicara sedikitpun.
Novan hanya diam membeku. "Aku bukan termasuk orang-orang yang kau bicarakan itu." Ucap Yura lirih.
Novan masih diam membiarkan gadis itu memeluknya. "Aku akan terus seperti ini hingga kau tenang..." ucap Yura mengeratkan dekapannya.
Novan dengan ragu mengangkat tangannya, balik balas memeluk Yura.
"Terimakasih, Yura..." ucapnya lirih menenggelamkan wajahnya dibahu Yura yang tingginya tak jauh beda dengannya.
"Tak apa, lelaki galak. Aku yakin kau akan terbiasa dengan pertempuran. Itulah hidup seorang marga." Ucap Yura menepuk-nepuk punggung Novan pelan. Tak lama, ia melepasnya.
Prangggg...!!!? "Astaga!? Apa itu!?" pekik Yura terkejut berlari kedalam mendapatiku disana.
Bersamaan dengan itu, Yuko muncul. "Nara, kamu kenapa?" tanyanya menghampiriku. "Maaf aku memecahkannya..." ucapku.
"Tak apa, guci seperti ini banyak dipasar." Ucap Yuko.
"Nara!?" panik Yura, "Kau tak apa?" tanyanya. "Aku tak apa, hanya kakiku." Ucapku memperlihatkan kakiku yang tak sengaja menginjak pecahan guci itu.
"Ayo aku bersihkan lukamu..." ajak Novan membantuku berdiri.
***
Aku hanya diam. Wajahku datar tak menatap Novan sedikitpun. "Sudah. Kau tak apa?" tanyanya lirih. Aku hanya menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wind of Ercha
ФэнтезиHai, namaku Nara. Aku seorang gadis berusia 16 tahun. Otomatis kalian akan tahu jika aku masih duduk di bangku kelas 11 SMA. Aku bukan gadis biasa. Aku memiliki Marga Element yang bernama Wind. Yang paling kuat, paling sulit dikendalikan dan yang p...