Stories 2

104 6 0
                                    


"Bagaimana bisa kalian menarik kesimpulan jika aku ini yang terpilih!" teriakku.

"Kau tahu, kau memiliki segalanya yang disebutkan buku ini." Ucap Dio. "Kau percaya buku tua itu?!" teriakku lagi.

"Kau tak perlu memarahiku. Jika tak percaya, besok kita ke museum negara. Kita lihat apa yang akan terjadi nanti." Celetuk Novan. Aku melirik malas.

"Nara, lihatlah..." Aira menunjukkan catatan kecil pada halaman buku itu.

"Para penjaga akan memancarkan sinar jika mereka bertemu orang pilihannya." Leherku makin tercekat.

Jika memang benar Aku yang dicari, kemungkinan besar aku akan menghadapi sebuah pertarungan.

"Ayo kita kembali, ini sudah hampir masuk jam pelajaran lagi." Ucap Novan bangkit dan diikuti Aira dan Dio melangkah keluar perpustakaan. Aku pun akhirnya memilih ikut.

Aku berusaha tak mempercayainya. Aku tak ingin percaya. Apa yang akan terjadi jika benar aku yang terpilih.

Hai, namaku Nara. Aku baru berusia 16 tahun. Aku hidup bersama kedua orangtuaku dan satu saudara kembarku, Tara. Aku tak sengaja menemukan kekuatanku.

"Kau tahu Nara, kau istimewa." Ucap ibuku padaku. Aku menggeleng tak paham. Kenapa aku jadi seperti cenayangan.

Kekuatanku hanya membuatku bisa menggerakkan angin, berpindah dengan cepat, dan sesekali bisa merobohkan beberapa gedung jika aku memunculkan tornado.

***

"Aku pulang..." ucapku lemas. Tapi aku tak mendapati siapapun dirumah. Rumah nampak gelap.

"Mama!?" teriakku. Kakiku melangkah perlahan menyusuri ruangan. Tak lama aku menemukan secarik kertas. "Apa ini?" gumamku pelan.

"Keluargamu ditanganku. Berikan bola itu sebagai gantinya."

Kalian takkan mengerti maksud huruf-huruf aneh ini. Yang pasti mereka membawa keluargaku. "Mama!!!!!?" teriakanku makin keras berlari keluar.

Baru saja kakiku menjamak tanah di halaman, angin kencang berhembus, aku menutup mataku dengan telapak tangan, takut ada pasir yang masuk meski sebutir.

Langit begitu gelap, seperti akan terjadi badai.

"Kutunggu kau di Battle Xiera." Suara itu menggema dari atas langit, suara wanita. "Kembalikan ibuku!!?" teriakku.

"Kau akan mendapatkannya lagi." Suara itu perlahan menghilang dan angin kencang itu pun mereda.

Dadaku naik turun. Kenapa harus ibuku!? Dengan panik aku akhirnya masuk kedalam rumah, "Halo!!!? Aira!?" teriakku panik.

"Nara!? Bisakah kau tidak berteriak!?" Aira benar balas berteriak padaku.

"Mama, Mama Ra!?" panikku. "Ada apa dengan mamamu?? Kenapa harus panik!?" panik Aira.

"Makhluk itu!? Dia bicara soal bola?! Lalu mereka!? Hilang!?" Aku panik bukan kepalang.

"Tu-tunggu? Apa yang kau bicarakan?! Tunggu aku dirumahmu!? Jangan kemana-mana!?" Aira memutus panggilan sepihak.

Aku merosot ke lantai memeluk lututku. "Ini salahku!?" umpatku.

Aira segera berangkat, memastikan aku masih berakal atau tidak karena aku benar-benar panik saat di telepon. Kakiku lemas, apa yang akan terjadi nanti pada mama!?

Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi!? Mau jadi apa aku!?

Hampir setengah jam, Aira baru menggedor pintu depan. "Ra!!!?!" teriaknya.

Wind of ErchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang