"Aku akan tetap mencari mereka, siapa yang ingin ikut?" Seza bangkit. Tangannya mengepal. "Kita takkan keluar, Seza..." ucap Khyo dingin. Tangannya terlipat didepan dada.
"Kau akan membiarkan anak-anak itu terbunuh!?" teriak Seza. "Jika aku keluarkan kalian, kalian yang akan terbunuh. Mengerti?" ucap Khyo bangkit beralih pergi.
"Aku akan tetap keluar Khyo..." ucap Seza menghentikan langkah Khyo. Splasshhhh!? "Aku harus berapa kali bilang, Iva diluar sana dengan petir gilanya yang mungkin bisa membunuhmu!?!" teriak Khyo setelah ia menembakkan es kearah Seza, hampir-hampir mengenai adiknya itu.
Itu cukup membuat seisi ruangan membeku. Tak pernah Khyo jadi semarah ini. Seza hanya diam.
"Aku akan tetap mencari Nara. Aku takkan membiarkan Iva merebut milikku lagi. Kau boleh marah, Khyo..." ucap Seza pelan.
"Mey, ambilkan aku jubah." Ucap Seza. Mecha terdiam, Liam membeku pucat. "Aku boleh ikut, Seza?" tanya Aira. Matanya masih nampak sembab setelah menangis.
"Kurasa Erga takkan mengijinkanmu keluar, Aira..." Seza datar mengelus kepala Aira. "...Aku tak bisa membawamu."
"Tapi, Nara sendirian diluar!? Aku takkan membiarkannya sendiri, Seza!?" teriak Aira.
"Maaf, aku takkan membawamu." Ucap Seza. Mey datang membawa sebuah tas dan jubah untuk Seza.
"Terimakasih, Mey..." ucap Seza tersenyum. Mey mengangguk kaku.
"Aku pergi, Sao..." pamit Seza membuka pintu. "Liam, aku akan kembali dalam 3 hari. Jika aku tak kembali, kalian pergilah ke Ercha duluan." Ucap Seza sebelum akhirnya pintu kayu itu tertutup sempurna.
"Kakak macam apa kau membiarkan adikmu melawan maut sendiri!?" teriak Dyro.
"Dia sudah dewasa. Aku sudah melarangnya. Kau lihat itu kan?" tanya Khyo enteng.
"Aku juga akan mencari Novan..." ucap Mecha tak basa basi menyahut mantelnya didekat pintu. Memutuskan untuk menyusul Seza. Itu hal bodoh.
Khyo menghela nafas kasar. "Biarkan mereka." Ucapnya berlalu pergi. "Ahh, sialan..." celetuk Erga memukul meja.
***
Seza melangkah santai. "Mau kemana mencari anak itu?" batin Seza. "Seza!?" Teriak seseorang berlarian kearahnya.
"Mecha?" Mecha terengah-engah. "Ayo cari mereka."
Seza terdiam. "Terimakasih..." ucapnya membungkukkan badannya kearah Mecha. "Apa yang kau lakukan, eoh? Kenapa kau berterima kasih!?" ucap Mecha memaksa Seza kembali berdiri tegak.
"Terimakasih kau mau menemaniku mencari gadis kecilku." Ucapnya mengusap matanya yang mulai berair. "Aaahhh, apa maksudmu? Aku juga harus mencari anak nakal itu. Bisa-bisanya ia membawa gadis kecil keluar ditempat mematikan ini." Celetuk Mecha berkacak pinggang.
"Tak apa. Kuharap mereka belajar mengembangkan kekuatan mereka sendiri nanti." Ucap Seza.
"Kau terlalu menyayangi gadis kecilmu, eoh?"
"Aku sedikit trauma setelah kehilangan Irene. Aku akan menebusnya pada gadis itu." Ucap Seza. Mecha mengangguk. Ia menoleh ke kanandan ke kiri. Suasana lengang.
"Ayo. Kita akan kesulitan jika malam tiba." Ucap Mecha berjalan mendahului Seza.
***
Lagi-lagi aku harus menjauhi para prajurit gila itu di hutan. Terlebih aku harus ekstra mengawasi Novan agar tidak membakar pepohonan.
"Novan..." "Ya? Kau lelah?" tanya laki-laki itu terus berjalan. Jalan setapak hutan membuat sepatuku kotor. Sangat kotor!
Aku menggeleng. "Tidak." "Lalu kenapa?" "Bisakah kita mencari sungai saja? Biasanya disekitar sungai ada pedesaan. Sekalian, bantu aku mencuci sepatuku." Ucapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wind of Ercha
FantasyHai, namaku Nara. Aku seorang gadis berusia 16 tahun. Otomatis kalian akan tahu jika aku masih duduk di bangku kelas 11 SMA. Aku bukan gadis biasa. Aku memiliki Marga Element yang bernama Wind. Yang paling kuat, paling sulit dikendalikan dan yang p...