Bapak Tukang Marah

259 5 0
                                    

Kiriman Game Boy aku alamatkan di kantor, sehingga Radit dengan rela melepas aku masuk ke kantor karena alasan mengambil mainan Game Boy, yang disumbangkan oleh temanku dari Semarang. Rencanaku adalah meminjam PSP dari teman di Semarang untuk sementara gagal sudah, ternyata PSP tersebut masih digunakan anaknya sehingga ia mengirimkan Game Boy dari Nintendo buat anak saya.
Saat aku membawa Game Boy ke hadapan Radit, tampak sedikit kekecewaan Radit walaupun tidak diperlihatkan tentang mainannya.
"Ini masih belum di beli kan pak... bisa dituker dengan yang lain to..." kata Radit menyembunyikan kekecewaan mainan bekas dari temen saya.
"oo bisa nanti dituker yang lebih bagus aja ya...." kataku berbohong untuk mengurangi kekecewaannya.
"Aku ini seneng kok pak.... yang laen ada nggak pak... "kata Radit menghiburku. Radit tampaknya menyadari kondisi bapaknya yang kebingungan.. entah mengapa dia tahu bahwa mainannya ini hanya pinjaman dari pak Andi temanku di semarang.
"Ini dari pak Andi ya... nggak pa pa pak bagus..."kata Radit lebih dewasa gaya bahasanya, walaupun tampaknya ia menyimpan kekecewaan.
"Coba nanti aku carikan Gadget untuk mainan aja yang lain" kataku menghiburnya.
"Iya pak boleh.. pakek uangku saja nggak papa..." kata Radit menghiburku. Radit tampaknya tahu keadaanku, sehingga selalu menyodorkan tabungannya yang cukup banyak saat dikumpulkan di hari Sunatan Radit beberapa waktu yang lalu.
Aku jadi teringat saat sunatan Radit yang lalu juga penuh dengan kesakitan, terutama saat bedah kecil burung Radit sampai perawatannya. Aku sebenarnya tidak tega melihat Radit kesakitan saat Sunat, tapi aku sembunyikan saja terhadap Radit dan Istriku. Teriakan Radit kesakitan saat membuka perban, merupakan kejadian yang membuat aku tidak dapat melupakan pengalaman itu. Sampai saat ini rasa sayang aku terhadap Radit sangat berlebihan sebenarnya, walaupun sering tidak aku perlihatkan. Semenjak Radit sunat, aku menjadi lebih dekat dan tambah sayang, karena teringat teriakan kesakitan Radit, saat aku mencoba untuk menyemangatinya untuk menahan rasa sakit. Saat itu aku marah karena Radit menunda-nunda membuka perban. Sebenarnya aku bukan tipe pemarah, akan tetapi aku sudah berjanji kepada istriku untuk menjadi sosok yang dapat ditakuti di rumah, sehingga dapat mengendalikan kenakalan-kenakalan anak-anakku yang terkadang keterlaluan. Sejak saat itu aku menjadi sosok yang ditakuti oleh Radit dan Dita, walaupun sebenarnya aku tidak enak dengan posisi tersebut. Konsisten untuk tegas menjadikan aku sosok "momok" bagi Radit dan Dita. Aku sebenarnya menyesal, dalam setiap kemarahanku pada anak-anak, ada rasa sakit ..... akan tetapi kata konsisten tetap aku pegang untuk tetap menjadi sosok yang ditakuti anak-anak supaya dapat mengendalikan mereka. Terkadang aku menghibur diri sendiri, dari hasil konsistensiku menjadi sosok yang ditakuti, anak-anak berkembang dengan lebih baik dan sesuai dengan keingingan aku dan istriku. Kedua anakku lebih dewasa dibanding dengan anak-anak lain, walaupun sifat kekanak-kanannya terkadang lebih mendominasi. Aku pernah berkata pada istriku, apakah kita ini menuntut anak-anak untuk cepat dewasa, sehingga tidak memerdulikan posisi anak-anak.
Sampai saat ini konsistensiku masih tinggi, sehingga ada satu mantra yang aku ciptakan kepada anak-anak, yaitu: "Bapak marah karena anak-anak nakal" jika tidak nakal bapak tidak marah. Itu sudah dipahami oleh anak-anakku, akan tetapi terkadang lebih banyak lupa apabila mereka berdua sedang berantem. Berantem adalah hal yang mebuatku terkadang cukup marah dengan mereka, sehingga apabila berantem akan aku hukum mereka berdua.
"Kamu sayang mbak Dita to Dit...? kataku saat memberikan hadiah dari Dita berupa jam tangan.
"Sayang pak ... ini hadiah dari mbak Dita ya" sambil menimang jam tangan yang pernah diminta Radit beberapa waktu yang lalu, akan tetapi kami tidak membelikan karena jam tangan Radit banyak yang rusak dan tidak dipake setelah dibeli beberapa hari.
"Tolong dipakekan pak..." Kata Radit, kemudian langsung aku pakekan di tangan Radit sebelah kiri. Aku terharu melihat jam ini terlalu besar dipake Radit, karena pergelangan Radit sangat kecil sekali terlalu kurus. Rasanya ingin menangis.. akan tetapi aku harus bisa bertahan tidak mengeluarkan air mata di depan Radit.
"Bapak kenapa to.. diam saja" tanya Radit.....
"Eh... gak papa... sini aku benarkan posisi jam tangan mu" kataku mengalihkan perhatiannya.
"Tahu to.. semua sayang sama kamu Radit" kataku kepada Radit setelah membetulkan posisi jam tangannya. Radit mengangguk sedikit, kemudian pandangannya menerawang jauh..gak tahu aku sedang memikirkan apa Radit saat itu.
"Kenapa Radit... kamu" kataku saat menunggu apa yang mau dikatakan Radit tampak menyimpan sesuatu yang berat.
"Mbak Dita dulu cantik pak.. sekarang gendut agak jelek ya..." kata Radit membuat aku sedikit tersenyum. Memang anakku yang besar ini cukup subur badannya, entah mengapa selama Radit sakit.. tampaknya Dita bertambah gemuk saja.
"Entar tak suruh olah raga biar cantik kayak dulu lagi ya..." Kataku
"Pak.... mbak Dita dulu sering memfitnah Radit pak... sehingga Radit sering kena marah bapak dan Ibu..." kata Radit menangis. Kembali aku mencoba untuk tetap tegar dengan kata-kata Radit yang cukup mengagetkan aku.
"Sudah bapak sudah tahu.. Radit anak baik kok .. lupakan hal yang menyakitimu nak.. mbak Dita kan sayang sama kamu.. buktinya ini kamu dibeliin jam tangan..." sambil mengalihkan perhatian Radit aku coba perlihatkan fitur-fitur jam yang digunakannya.
"Mbak Dita sering kalau menutup pintu keras... jadi aku kaget" kata Radit lagi
"Nanti aku bilang kalau Radit sudah sembuh dan pulang ke rumah, mbak Dita jangan menutup pintu keras-keras.." kataku sambil memijit kaki Radit.
"Bapak berjanji kalau kamu sembuh... selamanya tidak akan marah..." kataku mantap
"Janji lho.. pak... kalau Radit sembuh bapak tidak marah lagi.." kata Radit lega.. tampak bahagia dengan janjiku.
"Siap.. bapak tidak akan mukul Radit, bapak tidak akan teriak-teriak, bapak tidak akan melototi Radit.." kataku mengobral janji kepada Radit, dan sayapun berniat akan kembali ke sifatku yang tidak suka marah sebenarnya. Sosok pemarah, dan konsisten marah menjadikan aku robot zombie yang ditakuti oleh anak-anak. Aku akan mengubah sosok tersebut niat ku.. dan Radit aku minta untuk menjadi saksinya.
"Ini rahasia kita berdua ya dek..." Kataku kepada Radit. Radit tampak bahagia dengan janjiku dan dia meminta aku bergandengan kelingking dengan Radit.
"Deal... " Kata Radit
Setelah saat itu, Radit tidak pernah mencopot jamnya saat mengeluh pusing, panas, saat berteriak kesakitan, saat tidur, saat diam pasrah, saat berdoa, saat marah-marah, saat apapun tidak mau melepaskan jam tangannya.
Saat tidur Radit cukup unik karena mata Radit tidak terpejam seutuhnya, sehingga seperti tidak tidur saja. Dr Deni pernah menyinggung hal ini, karena melihat Radit tidurnya tidak terpejam matanya.
"Memang begitu pak kalau Radit tidur, terkadang matanya bisa ke mana-mana..he.he.he." kataku menjelaskan.
Karena melihat efek kemoterapi tidak separah yang aku duga, maka aku minta ijin lagi ke Radit untuk kembali bekerja, sambil mencarikan Gadget games yang diinginkan Radit. Aku sudah mendapat informasi dari teman untuk mengambil Gadget Android. Akupun mencari tahu di Internet dan sudah mendapatkan alamat tempat belinya.    

Obat Terakhir RadityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang