Kondisi Radit berangsur normal.. akan tetapi sikap-sikap Radit cukup emosional, dan seperti tidak terkontrol. Semua mengalir deras emosinya Radit, saya sering kena marah karena melarangnya memasukkan jari ke mulut, kelamaan mengambil pispot, tidak mau memanggilkan suster atau dokter setiap Radit inginkan.
"Bapak mau manggilkan dokter nggak....? tanya Radit suatu kali..
"Apa yang sakit Radit..." tanyaku pelan
"Wahhhh... ya sakit semua.. mbok mikir bapak itu" kata Radit emosi
"Iya sabar dek jangan gitu..nggak baik " kataku mencoba sabar
"Lha bapak itu ngeyel...ngeyeeeeeeeellllll... berpikir pak berpikir.... dadaku sesek..." kata Radit sambil memukul-mukul dadanya. Kata-kata Radit tampak tidak asing bagiku, karen kata "berpikir" itu sering aku ucapkan kalau lagi jengkel dengan Radit atau Dita kakaknya. Tampak kata-kata kasar istriku, kata-kataku semua betul-betul di rewind oleh Radit. Aku begitu nelangsa mendengar ucapan ucapan Radit seperti itu.
"Ayo bapak mau nggak manggilkan suster?... dokter ... dokter Dany... Radit sakit dooook.... dokterr... ke sini.. prof. Taryo.... prof Taryo.... ke sini dokter..." kata Radit sambil seolah-olah mau bangun. Akupun dengan cepat menahannya khawatir terjatuh.
"Wah.... jan bapak itu... gimana to... panggilkan dokter to..... " kata Radit sambil berkerut keningnya, dan membentak-bentak bapaknya. Dalam seumur hidupku.. baru kali ini aku betul-betul tidak tahu apa yang aku perbuat menghadapi kemarahan-kemarahan Radit. Tampak sekali Radit menyimpan dendam kepada Bapaknya sehingga segala kemarahannya dia ungkapkan tanpa ada penghalang.
"Bapak tu lambaaattttt .. lambaattttt... ngapain aja kok lama.... ambilkan tempat E Ek pakk.. Radit mau E Ek..." Kata Radit tiba-tiba.
Akupun dengan sigap mencari tempat berak Radit dan tempat pipis. Terkadang memang Radit kebingungan apakah mau berak atau kencing. Karena aku langsung meloncat mencari tempat berak Radit, hal ini mengagetkan Radit dan kembali Radit marah bukan kepalang.
" Wah jan.... bapak ki... ngagetin aja... mbok alon alon to paaaaaaak " kata Radit berteriak panjang.
"Ya..ya. dek sabar ya.... mau pipis atau E Ek..." kataku mencoba pelan-pelan
"Mau pipis pakk.. gimana to.. ndadak tanya bapak ki... tuh.. dah keluar kan..." Kata Radit sudah pipis membasahi celana dan sprei tempat tidurnya. Dengan sabar akupun mengelap pipis dan mengganti celananya.
Aku lelah menghadapi Radit setelah Shock Sepsis nya.. betul-betul berat. Semua kata-kata kasar Istri ku keluar dari mulutnya Radit,... dan aku tidak sampai hati menyampaikan hal tersebut kepada istriku. Sikap kasarku terhadap Radit yang dahulu pernah aku ucapkan.. ternyata keluar saat Radit minta sesuatu kepadaku...
"Bapak ki.. tak tendang.. lho.... sana panggilkan Dokter ... cepppaaaat atau aku mati aja.. biar bapak nggak keluar duit banyak...ya too..." kata-kata Radit ini yang begitu menyakitkan dan mengiris emosiku. Logika dari mana Radit bisa mengatakan demikian.. terkadang aku hanya berfikir ini efek dari sakitnya Radit yang tidak tertahankan sehingga dia bisa berkata-kata demikian.
"Ayo... pergi... ayo cepat.... wah jan... kalau mau pergi gini repooottt semua... wah jaaaaan.... sesek dadaku...sesek dadaku...." kata Radit sambil memelototin aku. Tampaknya Radit kembali berhalusinasi apabila mau bepergian ke sekolah selalu saya dan istri menyuruh cepat-cepat sehingga tidak terlambat.
"He... kamu..... " sambil menuding ke arah ku
"Kamu tak pukul lho kamu... nek wani karo aku... he...he..." sambil berteriak Radit memelototi bapaknya. Aku hanya bisa diam dan mencoba pasrah terhadap keadaan Radit yang demikian. Kecapekan dengan marahnya Radit pun tertidur.. dalam tidur dalemnya. Aku sangat jenuh sekali sehingga aku hanya mondar-mandir sambil melihat ke luar ruangan.. melihat ke taman di luar bangsal yang terlihat dari jendela Isolasi.. masih seperti kemarin.. tidak ada perubahan.
"Oh my God..... mengapa anak ini penuh dengan kemarahan ... ooooh. .mengapa anak ini penuh dengan kepahitan... maafkan aku ya Tuhan.. jika memang engkau ada.... ampunilah aku ... ampunilah Radit... ya Allah.... hilangkanlah kepahitan-kepahitan di diri Radit ya Allah.... cabutlah kepahitan-kepahitan....... inilah yang membuatnya sakit Ya Allah.. ya Tuhan... anak sekecil ini sudah penuh dengan kepahitan.... redakanlah amarahnya ya Allah .. ya Tuhan..." Rintih diriku.
"Paaaakk... itu ... dipanggil ibu.. tu... paaaak.... lambbbaaaaat banget ngapain to paaaaak" tiba-tiba Radit bangun sambil menunjuk ke koridor Kosong. Halusinasi Radit melihat istri saya memanggil-manggil saya.
"Pak itu lho.. dipanggil ibu... piye to... malah bingung.." kata Radit membelalakkan mata.
"O ya... bapak keluar sebentar ya ketemu ibu" kataku pura-pura menemui istriku.. sambil dilihat terus oleh Radit aku keluar ruangan dan pura-pura ketemu istri saya.
"Dari mana bapak.... dari mana....." tiba-tiba Radit berubah dengan topik yang lain
"Itu dari nemui ibu... tadi Radit dengar to... ibu memanggil bapak" kataku sambil mengingatkan Radit
"Pak .. panggilkan ibu pak... please.... toloong... bilang ibu .. Radit sakit sekali... tolongg... panggilkan ibu" kata Radit sambil teriak teriak. Pada kondisi seperti ini aku khawatir istri aku tidak akan tahan dengan sikap-sikap Radit sehingga aku berusaha menahan agar Radit tidak bertemu istri saya.
Istriku pasti sangat tidak tahan dengan sikap-sikap Radit yang tidak terkontrol, apalagi sering mengungkapkan kata-kata kasar yang sering diucapkan istriku maupun aku sendiri. Aku baru sadar... kata-kata menyakitkan ternyata tidak baik efeknya. Anak akan mengingatnya dan hal ini sungguh tercermin dari sikap-sikap Radit yang tidak terkontrol.
"Kalau bapak nggak mau manggilkan ibu.. mana HP bapak mannaaaaaaaa..maaannnaaaaa" kata Radit berteriak-teriak. Aku tidak dapat berbuat apa-apa kecuali memberikan HP ku kepada Radit. Aku heran Radit jarang menggunakan HP bapaknya tapi tahu nomor ibunya di HP ku. Nomor istriku aku beri nama Mami IM3, dan Radit dapat menemukan dengan cepat.. dari mana dia tahu nomor ibunya di HP ku..
"Halo.. ibuk... ini Dadit bu.. ini bapak itu ngeyel...ngeyel .. ibu ke sini bu... aku nggak mau sama bapak...ibu kesini bu..." Radit menangis di telepon.. mungkin membuat istriku bingung. Semenjak mulut Radit kering dan sering keluar darah.. ucapan Radit agak tidak jelas.. sehingga mungkin istriku agak tidak paham dengan kata-kata Radit saat itu. Saat Radit telepon mengatakan tidak mau sama bapaknya merupakan pukulan telak bagi saya dalam mendampingi Radit hampir 2 minggu ini. Aku sudah berniat akan memperbaiki sikapku terhadap Radit selama ini, dan itu sudah aku janjikan kepada Radit. Istriku tidak kunjung datang.. dan Raditpun lupa dengan permintaannya. Saat datang.. Radit menjadi teringat lagi akan kemarahannya kepada bapaknya.
Istriku minta di dampingi saat bersama Radit.. khawatir tidak tahan dan menangis di dapan Radit. Menangis adalah tindakan yang sangat tidak disukai Radit terhadap siapapun yang menungguinya. Saya pernah pesan kepada istriku untuk jangan sekali-kali menangis di depan Radit.
"Bu .. Radit minta es boleh ya.. bu.... sekaliiii aja" kata Radit saat ibunya di hadapannya. Karena istri saya tidak tahu kondisi Radit, maka dia dengan enteng menjawab."Lho Radit kan masih sakit, nanti saja ya esnya" kata istriku. Tampaknya jawaban ini membuat Radit marah.
"Ibu ini lho selalu khawatir saja.. salalu khawatir saja .. apa-apa nggak boleh..." Kata Radit marah
"Ya .. nanti dibelikan dek... ibu kan sayang sama adek...." kataku sambil berkedip menandakan sesuatu kepada istri saya.
"O ya.. nanti ya .. ya..ya." kata istri saya gugup menanggapi Radit. Saat Radit memasukkan tangan di mulutnya, istri saya pun terkejut dan mencoba memegang tangan Radit.
"Wah ..jan.... Ibu... ki... ini cuman ngambil kotoran di lidah Radit... ini lho... gimana to .... " kata Radit marah lagi, membuat istri saya tampak nelangsa dengan sikap-sikap Radit yang cukup mengagetkan. Khawatir dengan keadaan istri saya, akupun bilang.. bahwa ibu mau mengambil obat.. biar Radit bersama bapaknya saja. Tampaknya Radit sudah cukup stabil tidak begitu marah saat istri saya aku suruh ke luar ruangan.
Radit kembali tertidur... setelah istri saya ke luar ruangan. Setalah ACdiperbaiki tampaknya Radit menjadi sering tertidur, mungkin ia ingin melupakankesakitan yang dideritanya. Namun akuterkadang harus waspada dengan sikap Radit yang tidak terduga sehingga akupunselalu terjaga jika Radit minta sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obat Terakhir Raditya
SpiritualCerita ini adalah pengalaman pribadi saya sebagai bapak, yang mendampingi hari-hari terakhir anak saya yang divonis Leukemia. Ingin saya buang kenangan ini, akan tetapi semakin ingin saya melupakannya, semakin kuat saja kenangan ini hadir di setiap...