Puasa yang menyakitkan, diare, dan dehidrasi

753 4 0
                                    

    Pasca pemasangan Sonde.. lambung Radit masih memerah sehingga masih di suruh puasa untuk tidak minum dulu.
"Puasa Radit ini untuk menghindari asupan darah ke otak biar stabil dulu, berbahaya jika Radit makan dan minum" kata dokter. Sejak itu Radit mulai puasa dan ini cukup menyakitkan Radit, karena Radit tidak diperbolehkan minum.
"Kok aku nggak boleh minum gimana to pak....sampe jam berapa" kata Radit merengek minum
"Sabar ya Radit.. biar kamu sembuh tidak minum dulu ya" kataku menenangkan Radit..
"Sabar, sabar, sabar.... aku haus pak... mau minum pak gimana to" emosi Radit
Setelah berbagai proses menyakitkan ini, tampaknya Radit sudah diujung Trauma berkepanjangan. Apalagi sakit Radit masih saja menyakitkan sepanjang waktu. Radit jadi emosi, gampang marah, sensitif terhadap orang lain.
"Pak.... Air.. pak.... sedikitttt ajaaaa to pak....." teriak Radit sambil menangis..
"Kamu masih puasa dik.. nanti bapak dimarahi dokter " kataku kehabisan kata-kata.
"Sampai jam berapa.... sampai jam berappppaaaaaaaaa!!!!!" teriak Radit.
"Jam dua ya dik.. sabar, sabar dan istighfar ya...." kataku
"Jam dua paaakkkk.. jangan bohooong pak jam dua.." sambil melototin jam Radit pun mulai tak sabar menunggu jam dua.
Akupun konsultasi ke dokter apakah boleh minum, kata dokter dibasahi nggak papa. Ada perawat yang tidak memperbolehkan minum, ada perawat lain yang tidak mempermasalahkan untuk minum. Aku jadi bingung.... akhirnya jam dua, akupun memberikan beberapa sendok air ke mulutnya Radit. Tampak sekali ia menikmati minum yang dia tunggu-tunggu...
"ehhhhhhh" kata Radit setelah meminum air putih yang aku suapkan satu sendok ke mulutnya.
Betul kata dokter, Radit gampang tersedak, sehingga memang membahayakan dirinya jika terlalu banyak minum.
"Pak panggilkan dokter pak.. panggilkan suster pak.. panggilkan dokter Deni pak.. panggilkan prof. Taryo pak.. cepaaaatttt" kembali teriakan Radit meminta semua dokter ke ruangan isolasinya. Akupun terkadang bingung untuk memanggil dokter, hal ini membuat Radit semakin emosi.
"Bapak itu ngeyel (jw. keras kepala)... bapak itu ngeyel... panggilkan dokter pak... itu itu ada dokter itu panggilkan paaakk.. Radit sakit.. pak dokter... prof. Taryo Radit sakitttttt sakittttttt tollongggg" teriak-teriak Radit.
"Dokter sedang keliling Radit.. nanti pasti ke sini" kataku
"Panggilkan dokter pak... sekarrraaaaang" kata Radit kembali berteriak dengan keras.
Akupun memanggil dokter Nia yang sedang tugas, untuk memeriksa Radit.
"Apa sayang..." sapa dokter Nia
"Dokter aku sakit ... perutku dokter....aku sakit dokter perutku... ini dadaku panas... dokter" kata Radit kebingunan sakitnya.
"Iya dokter periksa ya Sayang..." kata dokter cukup simpatik
"Dokter sakit perutku dok..." kata Radit
"Sudah berak belum pak? tanya dokter kepadaku
" Sudah kemarin... warnanya coklat tua dok" kataku
"Tidak hitam to..." kata dokter. Hitam.... tampaknya tidak hitam hanya coklat tua pikirku.
"Hanya coklat tua bu dokter" kataku menjelaskan
"masih puasa.." kata dokter Nia
"Masih.. tapi minum-minum boleh kan dok" kataku
"Boleh..." kata dokoter
"Teh anget boleh dok" tanya Radit menyla. Karena diperbolehkan minum teh, Radit aku pesankan teh buatan ibunya yang disukai Radit.
"Teh bikinan ibu paling enak" Kata Radit.... Ibunya Radit segera membuatkan teh hangat kesukaannya. Dan Radit tampak menikmati teh panas yang biasanya sering dibuatkan ibunya. Radit suka minum teh hangat, dan air putih dari Pure It. Sehingga setelah puasa air, Radit semakin suka minum air putih dan teh hangat.
"Minuman isotonik boleh dok " suatu saat aku tanyakan kepada dokter jaga
"Boleh ...minum apa saja boleh kok" penjelasan dokter ini mencerahkan aku untuk menyediakan minuman yang disukai oleh Radit.
Setelah 2 hari Meropenem berhasil meredakan panas Radit, pada hari ke tiga Meropenem tampak tak bereaksi dengan infeksi Radit. Radit kembali panas.. dan Oh My God... diare Radit semakin sering. Cairan lambung Radit masih saja merah, dan terkadang di Spool oleh perawat. Diare radit cenderung sering dengan warna coklat gelap... cenderung hitam. Saat pergantian dokter jaga, aku laporkan jika Radit mencret dengan warna cenderung hitam. Dokter cukup was-was dengan laporanku.
"Tolong dipantau ya pak.. saya akan ikut pantau Radit setiap jamnya ke depan" kata Dokter jaga yang mulai menjaga Radit setiap jam dengan mengukur nadi di kaki, dan tangan setiap jamnya.
Perilaku aneh Radit bertambah-tambah saja... saat malam-malam Radit sudah sulit tidur.. dia hanya memandang ke arah koridor masuk ruangan yang selalu terlihat di ruangan Isolasi. Tampak Radit sudah tidak memerhatikan TV dan bisa menikmati acara-acara kesukaannya karena sakit di perutnya yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan yang lain.
"Pak ... bapak dipanggil ibu tu.. di sana tu... pak... itu ibu manggil-manggil bapak tu...bapaaaaak itu dipanggil ibu" kata Radit menunjuk-nunjuk ruangan kosong gelap di seberang ruang isolasi.
"O..ya..ya..." aku berlagak memang dipanggil istriku.
"Itu cepat ke sana pak.. dipanggil ibu tu..tu..tu... gimana to bapak ini diem aja itu dipanggil ibu itu di sana itu ... ya bu .. ya ..bu ini bapak ini lho ..ngeyel ...bapak ngeyel..ini" kata Radit setengah berteriak. Akupun dengan terpaksa keluar ruangan untuk mengikuti keinginan aneh Radit. Di tengah malam pintu bangsal di tutup sehingga sepi jarang ada lalulintas orang di sini kecuali penghuni bangsal sendiri.
"Pak.. mau E Ek pak...." kata Radit tiba-tiba... dan akupun gugup mempersiapkan tempat berak Radit.
"Tidak usah keburu-buru pak .. bikin kaget Radit aja.. gimana to bapak ini..." kata Radit emosi, karena kegugupanku mempersiapkan tempat beraknya.
"Pak sekalian pipis pak.... ambilin tempat pipis pak... nggak tahan neeh" kata Radit... akupun dengan cekatan coba mengambil pispot dan akan aku masukkan "burung" Radit ke dalam Pispot.. belum sampai masuk ke pispot burung Radit sudah keluar ari kencing Radit membasahi pakaian dan sprei tempat tidurnya.
"Waduh sudah ... pipis ya..." kataku. Tampaknya Radit tersinggung dengan kata-kataku iapun sedikit marah
"Sudah nggak tahan pak.. bapak lambat... gimana to pak... " kata Radit emosi. Akupun mencoba untuk bersabar untuk mengganti sprei dan baju Radit. Mengganti Sprei dan Baju Radit dengan posisi Radit di Infus, ada selang Sonde, dan selang oksigen di samping kondisi Radit yang lemah tidak dapat turun dari tempat tidur merupakan proses rumit yang membutuhkan kesabaran dalam menggantinya. Panas AC macet menjadikan siksaan ini semakin menjadi-jadi. Akupun sudah bertekat untuk sabar, teliti, dan menikmatinya supaya tidak stress. Demi Radit anakku, aku rela berbuat apapun dan itu tulus aku kerjakan. Tampaknya Radit sangat memahami ketulusanku sehingga terkadang Radit minta mengelus-ngelus kepala Bapaknya. Setelah itu terkadang memarahi tanpa sebab, karena Radit meminta didatangkan dokter atau suster saat itu juga jika ia merasa sakitnya sudah tidak tertahankan.
Sprei dan Baju Radit sudah aku ganti, sehingga semua cukup bersih, sehingga cukup nyaman buat Radit tidur.
"Pak Radit mau E Ek lagi..." katanya membuyarkan lamunanku. Dengan sigap akupun mengambil tempat Berak Radit... dan Byar... ternyata masih ada air Berak Radit yang belum aku buang sehingga tumpah di lantai bawah tempat tidur Radit. Tampaknya penderitaan ini belum berakhir dengan tumpahnya beraknya Radit yang tadi. Karena Radit sudah tidak tahan dengan perutnya, akupun mencoba menempatkan Radit pada tempat berak yang sedikit kotor terkena tumpahan tersebut. Akupun dengan sigap menyiapkan tempat pipis Radit untuk berjaga-jaga jika dia keburu keluar pipisnya. Dengan kebiasaan ini, akhirnya aku mempunyai pola menempatkan tempat buang air besar dan kecil Radit supaya lebih efektif. Proses ini aku hapalkan tempatnya, kemudian bagaimana cara membersihkannya. Sudah punya pola yang efektif hingga membuang dan membilas berak dan kencing Radit. Akhirnya pola ini mudah aku lakukan kapanpun Radit minta berak dan pipis baik bersamaan maupun tidak.
"Pak dokter.. Radit sudah berak ke 3 ini, pak tolong diperiksa pak..." Kataku pada dokter jaga, dan hal ini menyenangkan Radit karena permintaan dokternya kepadaku aku penuhi dengan datangnya dokter muda yang jaga malam.
"Tolong bapak beli resep yang saya buat ya pak, ini ada Zinc sama larutan pengganti diare adik supaya tidak dehidrasi. Tolong minumnya adek juga diperbanyak ya, di laporan ini minum adik sangat kurang". Kata dokter... sambil memberi resep akupun meminta istriku untuk membelikan obat resep ini secepatnya.
Malam ini panas Radit sangat tinggi.. lebih dari 40, dengan kaki yang dingin. Akupun memberikan bantal panas dipunggung dan kakinya yang dingin. Aku gosokkan minyak kayu putih, serta aku tindih kakinya supaya hangat. Kali ini Radit menggigil cukup keras.. akupun agak sedikit bingung, aku peluk kaki Radit untuk menghangatkan. Peluhku bercucuran, akan tetapi Radit tidak mengeluarkan keringat sedikitpun.
"Pak dinggiiiiiiiin sekali pak.... tolong kakiku pak diduduki pak.. biar hangat" kara Radit berteriak
"Pak... diangeti ya pak kakiku.. enak.. pak....kalau bapak duduk di ujung kaki" kata Radti dalam gigil dan permintaan untuk menghangati ujung kakinya yang dingin.
"Pak... E Ek... pak.. " Tiba-tiba Radit minta berak. Akupun dengan sigap mengambil wadah berak.
"Aku mau pipis pak bukan berak..."Tiba-tiba Radit mengalihkan keinginannya untu pipis saat itu.Hal ini berkali-kali terjadi, tampaknya Radit sudah tidak menguasai rasa sakitnya sehingga informasi yang diinginkan berbeda dengan informasi yang diucapkannya.
Hari ini betul-betul Radit dengan bapaknya tidak tidur sama sekali. Sakit Radit menjadi-jadi dan diarenya mulai hampir setiap jam. Sudah 7 kali diare aku laporkan ke dokter jaga. Aku khawatir Radit terlalu kecapekan dan dehidrasi.
Pagi ini badan sudah tidak keruan karena hampir 24 jam aku dan Radit tidak tidur sama sekali. Hawa panas kamar karena AC mati betul-betul menyiksaku. Saat mandi, menjadi saat yang paling tepat untuk menyegarkan diri, merenung, berkontemplasi sebentar, menata hati untuk tidak terhanyut dengan kondisi Radit yang semakin tidak menentu.
Hampir lupa.. saat ini ganti infus Radit.. aku harus cepat-cepat mandinya dan menenangkan Radit. "Suntik tidak sakit, hanya untuk sembuh Radit" ini semacam puisi yang pernah dipuji Radit. Kata Radit bapak pinter bikin kata-kata, seperti "Suntik tidak sakit, Hanya untuk sembuh Radit.." semacam puisi berakhiran IT... semua.
"Pak hari ini ganti infus ya...." Kata Radit, setiap ganti infus selalu menjadi momok buat Radit. Tampaknya hari ini Radit lebih tenang menghadapi ganti infus. Mungkin karena sudah putus asa dengan deraan tindakan medis yang begitu membombardir ketakutan-ketakutan yang tidak ada dalam pikiran alam anak seperti Radit ini. Tampak Radit sudah pasrah tidak menangis lagi menghadapi jarum suntik.
"Tangan ku tidak akan kaku pak.. biar nggak sakit... " kata Radit pasrah.
"Iya... ingat Suntik tidak sakit, hanya untuk sembuh Radit..." aku mengingatkan...
"Tangan kananku sudah 3... nih... kiriku sudah 4.. belum suntik mengambil darah pak... " kata Radit mengeluh pasrah
"Dik Radit.. ganti Infus ya... sayang..sudah empat hari nanti ndak macet ya..." kata suster
"Pelan-pelan ya Suster..." ini merupakan kata-kata default saat Radit mau disuntik baik lewat infus maupun langsung ke tangan Radit.
"Oo.. iya pas Radit sayang.. ini pake jarum yang paling kecil kok..." kata suster menenangkan.
Saat jarum suntik masuk.. Radit kembali teriak untuk mencubit bagian tangan yang lain untuk mengalihkan rasa sakit suntiknya.
"Jiwit pak....jiwit pak.....jiwit pak sing banter....*(Jw. Cubit pak...cubit pak..yang keras...) aku sudah hapal sekali dengan teriakan Radit. Walaupun ia berusaha tabah masih saja menangis.. mungkin traumanya sudah menjadi-jadi semenjak pemasangan sonde.
Duh gusti.... sebenarnya aku sudah sangat jenuh sekali melihat penderitaan anak saya... apabila engkau memang maha pengasih dan penyayang sembuhkanlah anakku ya...Tuhan. Mungkin kata-kataku yang selalu terucap saat jenuhku begitu mendera. Jika engkau berkehendak lain.. mungkin itu lebih baik.. Doa pasrahkupun keluar... melihat penderitaan Radit yang bertubi-tubi.
"Pak ampun pak... jangan dimasukkan lagi selang ke hidungku pak... " Sambil tersedu-sedu Radit kembali ingat proses Sonde yang mendera ketakutannya. Isakannya dalam.. seperti mengiris dalam luka di kedalaman hati bapaknya.
"Tidak Radit.. ini hanya proses penyembuhanmu.. sebentar lagi kamu sembuh ya.." kataku menyemangatinya kembali
"Dah selesai dik Radit..." kata suster sambil memplester infus barunya Radit.
"Terimakasih suster... " kataku
Radit masih terdiam... dan mulai tangannya masuk ke mulut untuk mengambil darah-darah kering yang ada di gusi dan bibirnya. Akupun tersentak mengingat pesan dokter untuk tidak memasukkan tangan Radit ke mulut, karena bisa mengakibatkan infeksi dan pendarahan. Tampaknya ketakutanku membuat Radit cukup marah.
"Bapak ini membikin aku kaget saja.. ini cuma ngambil yang ganjel di mulutku ini lhoooooooo" kata Radit berteriak keras
"Nanti kamu infeksi dik... panas lagi... biar cepet sembuh ya... bapak aja yang mbersihin" kataku mencoba pelan.
"Perut ku sakiiiit sekali... pak.. panggilkan dokter pak.... " mendadak sakit Radit datang lagi.. dan minta dipanggilkan dokter
"Dokter... dokter.. ini sakiiiiit lagi dokter... panggilkan dokter Deni pak.. tolong.. Prof Taryo... Prof Taryo... sakiit ..... panggilkan dokter pak...itu itu ... itu..." kata Radit berteriak-teriak sambil melihat ke koridor jalan masuk.
"Iya... sebentar lagi dokternya datang..." kataku
"Mana pak... Radit.. nggak tahan pak... dokternya mana pak.....??" kata Radit memegang perut bawahnya. Tampaknya sakit Radit bertambah di sisi bawah perut, tidak seperti kemarin yang persis di ulu hatinya.
"Ini bapak panggilkan .. sebentar ya" kembali aku gugup. Tampaknya Radit sudah tidak percaya dengan janji-janji saya. Dan Radit tahu kelemahan saya, dimana aku paling tidak enak kalau selalu minta dokter datang ke tempat Radit terus.
"Panggilkan pak.. nggak kuat aku pak...." kata Radit kembali.. Akupun ke dokter Nia yang terlihat dan melaporkan sakit Radit yang masih belum hilang. Dr. Nia kebetulan mau dateng ke tempat Radit dan mencoba menenangkan Radit.
"Ada apa dik Radit...sayang" kata dokter Nia saat di ruang isolasi Radit.
"Ini bu dokter perut Radit kok nggak sembuh-sembuh.. " kata Radit sambil memandang dalam dr. Nia memohon kesembuhan darinya.
"Iya dokter periksa ya...." kata dokter Nia sambil memegang perut Radit, dan menggunakan steteskopnya mendengarkan perut dan dada Radit.
"Nggak papa kok Radit... kamu istirahat saja ya.. biar sakitnya hilang dan sembuh ya.." kata dokter. Hal ini sudah aku perkirakan... biasa saja, tidak apa-apa, nanti pasti sembuh, kamu istiraha...tya... kata yang sudah sering aku dengar. Radit pun mungkin frustrasi dengan kata-kata dokter yang klise, tanpa tindakan yang membuat rasa kesakitan Radit berkurang.
"Tapi perut Radit sakit dokterrrrrrr..." kata Radit sambil memegang tangan dokter Nia...
"Iya pasti sembuh..ya nanti saya kasih obat buat perutmu ya..." kata dokter Nia sambil meninggalkan Radit. Tampaknya dokter Nia menginstruksikan untuk menyuntik kembali Radit dengan obat penghilang rasa nyeri perut Radit. Obat yang diberikan dr. Nia pun tampaknya kurang membawa efek kepada rasa sakit perut Radit. Buktinya Radit masih tetap mengeluh sakit dan akupun memijit punggung Radit agak keras untuk mengurangi rasa sakit Radit.
Keingingan Radit ditunggui dokter cukup tinggi. Setiap kali melihat orang-orang berjalan di koridor depan Isolasi, pasti berteriak-teriak minta tolong menandakan kesakitan yang luar biasa di perutnya.
"Pak panggilkan dokter lagi pak... panggilkan pppppak..."kata Radit mengulangi permintaannya.
"Iya nanti ke sini dokternya dek... sabar ya...." kataku kembali galau
"Aku nggak tahan pak... sakitnya pak.. kapan sembuhnya... pak doain pak...doain " kata Radit kembali minta di doain supaya sakitnya sembuh. Akupun dengan sigap aku elus kembali perut Radit dan aku doain... tampaknya Radit kelelahan dalam sakitnya diapun tertidur kesakitan dengan mata tidak terpejam akan tetapi pupil hitam ke atas. Pemandangan yang memilukan, dan sebenarnya aku tidak sampai hati melihat penderitaan Radit yang begitu berat. Mulut Radit tidak dapat menutup karena kering, dan darah kering mengental di gigi depannya.
Mencret Radit menjadi semakin sering, berbentuk cair dan berwarna coklat kehitaman. Di samping itu spool dari perut Radit juga masih merah warnanya, menandakan bahwa di perut Radit masih ada darah yang masuk ke lambung. Dokter akhirnya meminta transfusi darah jenis FFP (Fresh Frozen Plasma) yang digunakan untuk membekukan darah pada luka yang terjadi atau karena merembesnya darah ke luar tubuh Radit.
"Pak aku pengen pulaaaang pak.." kembali keinginan pulang Radit muncul kembali, sambil berekspresi sakit serta menangis dalam. Kata 'pulang' ini benar-benar tidak aku sukai, kemudian aku jawab jika sudah sembuh pasti pulang.
"Aku pengen sekolah pak... sama temen-temen..." kata Radit memohon-mohon kepada saya.
"Iya nanti kamu sembuh, pulang, terus sekolah lagi.." kataku menghibur.
"Pak aku pengen banget beli es di sekolahan ... es lilin ... ennaaaaak banget" tiba-tiba Radit agak melupakan sakitnya tapi mengingat-ingat jajanan di sekolahannya.
"Iya nanti setelah sembuh beli sama bapak aja.. ya .. bapak janji.. sama beli apa?" kataku menghibur Radit
"Aku mau beli es Doger... di sekolahan .... enak buanget pak.. besuk kalau aku sembuh boleh ya pak beli es itu... " kata Radit memohon-mohon kepada saya
"Tentu saja boleh ya..." kataku trenyuh
"Bapak sering minum es to... waktu bapak nyimpan es di botol-botol sirup punya oom.." kata Radit. Ternyata Radit masih ingat, aku memang terkadang menyimpan botol air putih dingin tempat bekas sirup punya Oom. Dan karena Radit tidak tahan dingin, dan ada amandel di ternggorokannya, maka terkadang aku larang minum es.
"Aku diam-diam sering minum es nya bapak........ enaaak banget.. boleh to pak..jangan marah ya" kata Radit jujur mengharukan.
"Nggak pa pa... bapak melarang Radit minum es karena Radit amandel to.. bapak khawatir kalau Radit sakit" Kataku menjelaskan. Akan tetapi tampaknya Radit tidak bisa menerima penjelasanku tersebut, setahu dia bapaknya tidak memperbolehkan minum es.
"Pak......" panggil Radit dengan mata penuh dengan air mata...
"Ada apak dek...." kataku memandang Radit dengan terheran-heran.
"Aku pernah jatuh dari tangga sekolahan pak.. jangan marah ya..." kata Radit masih dalam tangisan terisak yang dalam.
"Nggak bapak nggak marah... kok kamu baru cerita sekarang..." kataku...
"Aku takut bapak marah....." kata Radit masih terisak-isak
"Nggak kan bapak marah kalau Radit nakal kan....." kataku menjelaskan prinsip marahku sekali lagi.
"Aku di nakalin sama teman-teman... cewek pak.. terus aku jatuh dari tangga" kata Radit terisak-isak.
"Sudah.. jangan kamu ingat-ngat lagi .. ingat-ingat yang baik saja.. kamu sudah maafkan kan teman-temanmu itu" kataku menasehatinya. Radit hanya mengangguk-angguk pelan...sambil menahan sakitnya yang datang lagi....
"Pak mau E...Ek pak...." kata Radit.. akupun segera membawa tempat Berak Radit dan betul .. Radit berak cari kental berwarna hitam sangat banyak sekali... Akupun segera mengambil pispot untuk menampung air pipisnya. Aku heran air pipisnya cukup sedikit dan berwarna kemerahan.
Aku laporkan ke dokter dan dokter minta mengambil sampel berak Radit dan Urine nya.
"Wah sudah saya buang tadi pak dokter... nanti kalau berak dan pipis akan saya tampung pak" kataku menyesali tindakanku membuang berak Radit dan pipisnya.
" Iya pak untuk pemeriksaan jaringan nanti pak" kata dokter menjelaskan.     

Obat Terakhir RadityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang