"Hasil lab kultur sudah keluar pak... nanti obat antibiotik Radit akan kami ganti sesuai dengan hasilnya pak" Kata dokter yang merawat Radit. Sudah banyak dokter yang berganti-ganti merawat Radit, yang aku ingat nya dokter Prof. Taryo, dr. Dany, dan dr. Lia. Yang lain aku sudah malas menghapalkan, karena memang tidak ada hal yang istimewa dari para dokter ini.
"Oya.. lalu gimana dok" kataku sambil menanyakan tindakan selanjutnya.
"Obat pengganti Meropenem sudah diputuskan untuk diberikan tapi sudah saya cek di Farmasi tidak tersedia, coba saya konsultasikan dahulu dengan prof Taryo mau ganti apa ya pak.. sesuai dengan hasil pemeriksaan kultur jaringan" kata dokter jaga berjilbab yang menangani Radit saat ini.
"O ya pak sesuai dengan istruksi dr. Mulat.. anak bapak sudah sangat kecil lekositnya sekitar 140 saja.. maka diperlukan obat yang namanya Leucogen untuk memacu dan meningkatkan darah putihnya" kata dokter kembali
"O iya.. apa harus kami beli jika memang tidak ada" kataku semangat untuk mempercepat sembuhnya anakku.
"Obat-obat ini tidak ada di farmasi rumah sakit, terpaksa bapak harus membeli di luar" kata dokter yang berawat anakku.
"Baik dok.. kami akan beli saja di luar.. daripada menunggu proses amprah yang terlalu lama" kataku kembali.
"OO ini sudah ada informasi dari prof Taryo, untuk mengganti Meropenem dengan Cefepime, ini obat lebih baik dibanding yang terdahulu karena seuai dengan uji kultur jaringan adek Raditya" kata dokter menjelaskan.
"Baik dok segera saya belikan saja, mohon resepnya dok" kataku tidak sabar.
"Baik coba saya hitung dahulu ya.. berat adik berapa ya? Tanya dokter
"Waktu masuk 32,5... mungkin saat ini sudah sangat kurang sekali dok beratnya" kataku mengingat berat Radit.
"Baik.. saya hitung dosisnya dahulu ya.." sambil menghitung dosis untuk anak saya.. dokter menyerahkan resep untuk kami beli.
Panas Radit.. cukup tinggi mencapai 40, sehingga aku berharap dengan obat terakhir Raditya ini dapat menghentikan infeksi yang diderita Radit. Transfusi darah merah PRC dilakukan lagi untuk Radit mengingat banyak darah yang sudah keluar dari tubuh Radit melalui berak diare, urin Radit,dan lambung Radit yang masih sakit. Aku pernah dengar satu dokter bergumam...walaupun ia merasa tidak ada yang mendengarkan.. tapi sempat aku dengar..
"duh... kok nggak berhenti-berhenti ya..." kata dokter yang sedang memeriksa Radit. Walaupun hanya bergumam, akan tetapi cukup membuat hatiku tidak karuan. Rasa pesimis kembali merasuk dalam.. membuat kepalaku semakin berat.. dan kondisi tubuh ini semakin menurun saja. Setiap aku berjalan menuju kamar Isolasi rasanya seperti pergi ke medan perang..... perang batin yang berat. Rasanya pengen lari dari semuanya.. melupakan semuanya.. kembali ke kehidupan normalku yang dulu... Saat naik tanggal bangsal Estella, merupakan tangga terberat yang pernah aku naiki. Setiap jengkal tangga beban beribu-ribu ton pada kepala... ulu hati... perut... bahkan kakiku.
Saat aku membasuh tanganku dengan Alkohol... merupakan saat yang tidakterperi... perih ... ingin aku banting botol alkohol ini.... Ingin aku keluar dariisolasi.... Sesak rasanya... jenuh luar biasa..
KAMU SEDANG MEMBACA
Obat Terakhir Raditya
SpiritualCerita ini adalah pengalaman pribadi saya sebagai bapak, yang mendampingi hari-hari terakhir anak saya yang divonis Leukemia. Ingin saya buang kenangan ini, akan tetapi semakin ingin saya melupakannya, semakin kuat saja kenangan ini hadir di setiap...