Berhari-hari dalam Kesakitan

294 5 0
                                    

    Radit cukup terkejut saat oomnya kembali dari tugas di Palembang, aku sengaja memberi kejutan Radit tentang kedatangan oom yang disayanginya. Kedatangan oom memberikan semangat baru bagiku, karena hampir 24 jam aku harus mengurusi kesakitan perut Radit yang tidak semakin mereda. Aku tidak tega melihat sakit Radit amat sangat dideritanya, posisi tidur ke kiri, kanan, telentang semua dilakukan Radit berkali-kali untuk mencoba mengurangi rasa sakit perutnya. Aku terkadang memijit punggungnya untuk mengurangi rasa sakitnya. Hampir tidak ada waktu untuk tidur pulas untung mengurangi rasa sakitnya.
Kamar isolasi cukup panas, karena AC tidak jalan membuat Radit sedikit kegerahan. Apalagi aku yang gampang sekali keringatan. Aku pake baju steril agar Radit tidak terganggu dengan bau tubuh bapaknya. Sejak kecil Radit cukup peka terhadap bau mulut, dan bau tubuh bapaknya, sehingga aku berusaha selalu menggunakan maskter dan baju steril untuk mencegah infeksi pada Radit.
"Pak...tolllonggg pak.. Sakiiitt sekali perut ku pa, tolong tarik penyakitnya pak...." kembali Radit memohon-mohon aku untuk menarik penyakitnya. Akupun memijit perut dan punggungnya menggunakan minyak tawon kesukaan Radit. Aku perhatikan bercak-bercah merah semakin banyak di tubuh Radit, kemudian rambut Radit mulai rontok semakin banyak.
"Lekosit Radit sudah mencapai 140 saja pak, sekarang harus mempersiapkan trombocit lagi pak, tolong disiapkan 7 kantong lagi pak" kata dr. Lia.. pengganti dokter Dany. Dokter Deni akhir-akhir ini sudah sangat jarang di bangsal Radit. Aku banyak kehilangan perhatian dr. Deni yang cukup baik. Pengganti-pengganti dokter Deny, tidak begitu perhatian dengan Radit, sehingga aku menjadi was-was setiap Radit mengeluh sakit.
Saking sakitnya, terkadang Radit sampai berhalusinasi teman-temannya pada masuk ruangan, terkadang kalau melihat dokter langsung teriak-teriak memanggilnya.
"Dokter.... dokter... Radit sakit sekali... dokter.. panggilkan dokter pak.. panggilkan.... sakitt sekali tollongg pakk" pinta Radit. Sayapun terkadang langsung ke dokter atau suster yang bersangkutan dengan keluhan Radit yang sama, yaitu sakit perutnya dan sekali lagi ditanggapi dengan jawaban yang sama. Terkadang aku merasa tidak enak dengan teriakan-teriakan Radit yang mengatakan sakit perutnya tidak tertahankan lagi, dan sekali lagi sikap-sikap dokter dan perawat sama seperti biasanya. Akupun terkadang menjadi menganggap remeh keluhan Radit karena sikap beberapa dokter dan perawat yang menganggap hal biasa sakit Radit.
Setelah diberi antibiotik Meropenem, panas Radit beberapa hari cukup stabil di angka 36-37, sayapun sempat lega dan berkata kepada dokter pengganti dr. Deny.
"Tampaknya Meropenemnya bekerja dengan baik dok" kataku sedikit berharap keadaan Radit menjadi semakin baik. Aku masih risau dengan sakit perutnya Radit yang tidak berkurang, akan tetapi stabil di kondisi yang mengkhawatirkan. Saat dr. Deni mampir di bangsal Radit, akupun menanyakan kenapa perut Radit sakit terus. Kemudian, setelah itu suster katanya sudah menyuntikan obat untuk sakit perutnya Radit.
Oom telah membantu menggantikan posisiku menjaga Radit, karena kondisiku sudah sangat menurun hampir 2 minggu tidak tidur sempurnya. Flu dan badan loyo sudah mulai menyerang, hal ini yang dikhawatirkan istriku, yaitu aku ambruk sakit tidak dapat menunggui Radit. Istriku tidak tega melihat Radit kondisinya begitu buruk, dengan badan kurus kering, mata cekung, mulut kering tidak bisa menutup, sehingga gigi Radit yang penuh dengan darah kering terkadang tidak dapat berbicara dengan lancar. Rontokan rambut Radit begitu banyaknya sehingga aku harus mengumpulkan dan membersihkannya. Kalau Radit sakit sekali, terkadang menjambak rambutnya sendiri sehingga, rambut-rambutnya seperti terlepas dari kepala Radit. Hari-hari Radit pasca kemoterapi, hanya diisi dengan infus-infus saja, tanpa hal yang lain. Aku pun terkadang khawatir dengan makan Radit, karena hampir 1 minggu dia tidak makan dengan baik dan bahkan tidak makan sama sekali. Hal ini memperlemah kondisi Radit yang terbebani dengan efek obat kemoterapi, menjadikan kondisinya tampak menurun secara perlahan-lahan.
Tidak biasanya Radit minta buang air besar, karena selama di rumah sakit, Radit jarang buang air besar. Kali ini Radit minta bangun dan buang air besar di kamar mandi isolasi yang cukup dekat. Kondisi Radit yang lemah, dan keinginannya untuk buang air besar yang sudah sangat tinggi, menjadikan Radit memutuskan untuk berjalan dan buang air di kamar mandi. Aku bantu pelan-pelan untuk buang air besar. Dan cukup berhasil dan melegakan Radit. Aku lihat berak Radit cair dan coklat tua, dan saat dokter menanyakan aku beri tahu bahwa berak Radit coklat tua dan cair.
Setelah berak, aku berharap sakit Radit mulai sembuh. Aku sangat kasihan apabila melihat Radit sakit perut seharian penuh tanpa jeda, sehingga saat buang air besar, aku menaruh harapan supaya Radit berkurang sakitnya. Tampaknya sakit perut Radit hanya berkurang sebentar, setelah itu sakitnya bertambah lagi, hingga membuat sesak nafasnya karena dadanya panas keluhnya. Keluhan dada panas adalah tambahan kesakitan yang diderita Radit, dan akupun hanya membantu memberikan elusan dan pijitan pada posisi yang sakit.
Sikap-sikap aneh Radit terkadang muncul, seperti halusinasi sambil menunjuk-nunjuk pada langit-langit kamar.
"Itu pak..itu pak bapak lihat nggak..." kata Radit
"Pak.. itu banyak orang pada ngapain...." kata Radit sambil melihat ke arah kaca penjenguk. Di ruangan isolasi memang dapat melihat lalu lalang penghuni bangsal karena ruangan berkaca semua. Akan tetapi aku lihat jalan lorong bangsal sedang sepi tidak ada orang yang lewat.
"Pak... itu banyak semut di dinding pak...." kata Radit melihat ke tembok isolasi....
Tekadang aku bingung dengan sikap Radit tersebut akupun terkadang hanya mengangguk tidak menanggapinya. Aku berpikir mungkin Radit kekurangan darah, sehingga pandangannya pasti agak berkunang-kunang. Tampaknya Radit sangat kesakitan sekali, sehingga terkadang sudah tidak memperhatikan lingkungannya. Frustrasi dengan rasa sakitnya yang mungkin tidak dianggap serius oleh bapaknya, atau suster hingga dokternya sehingga Radit mulai kebingungan dengan rasa sakitnya. Keingingan pulang yang pada awal perawatan sering kali menggebu-gebu saat ini mungkin sudah tergantikan dengan Rasa sakit perut bagian atas dan lambungnya.
Karena kondisi Radit yang semakin melemah, istriku mengatakan kalau berak di kasur saja menggunakan tempat berak dari rumah sakit. Akupun membujuk Radit untuk tidak usah ke kamar mandi akan tetapi menggunakan tempat berak sambil tiduran. Pertama kali mencoba, Radit sempat tidak mau dan keingingan beraknya ia tahan karena tidak nyaman tidur sambil berak. Akan tetapi lama kelamaan keinginan beraknya sudah tidak tertahan lagi, sehingga dengan terpaksa menyetujui untuk berak sambil tidur.
Saat pertama berak, akupun kerepotan membersihkan kotoran berak radit di bokong, terkadang terkena celana sedikit, atau beraknya yang cair tumpah di sprei. Akupun mencoba mencari posisi berak Radit yang tepat, serta bagaimana membuangnya tanpa tumpah di kasur atau lantai.
"Pak .. terimakasih pak.. Radit telah merepotkan bapak... terimakasiiiiiiih pak" kata Radit suatu saat melihat aku begitu kerepotan menangani beraknya. Kata-katanya sangat dalam sekali sehingga akupun mencoba menahan tangis untuk tidak menangis di depannya. Sudah dua kali Radit berterimakasih kepadaku.. sebelum di isolasi dan sekarang di ruang isolasi.
"Ooo tidak repot Radit.. bapak kan sayang Radit.. pokoknya kamu cepat sembuh..." kataku menyemangati.
"Perjuangan anak dan bapak melawan sakit..." kata Radit bergumam sendiri. Entah dari mana kata-kata Radit dia dapatkan.
"Iya.. sebentar lagi kamu sembuh nak.." kataku kembali mengobarkan semangatnya.
"Minggu depan sembuh.... minggu depan sembuh.. minggu depan sembuh.. terus pulang.." kata Radit sambil memejamkan mata.. seolah-olah berdoa..
"Iya.... minggu depan Radit sembuh...." aku menguatkan doanya Radit.
"Kalau aku pulang boleh sekolah nggak pak..." tanya Radit
"Di rumah dulu, nanti belajar di rumah" kataku menghibur Radit. Rencananya memang apabila Radit pulang, sementara akan di rumah dahulu.
"Nanti kamu pindah .. gantian di kamar mbak Dita ya..." kataku menjelaskan rencana jika Radit pulang besuk.
"Iya nggak pa pa.. tapi kalau nggak sekolah nanti aku nggak mau kalau setelah sembuh aku masih di kelas 3 pak.. teman-temanku di kelas 4" kata Radit dalam kekhawatiran tidak naik kelas.
"Kamu pasti naik kelas..sudah bapak bilang sama pak Eko" kataku memupus kekhawatiran Radit.
"Pak... mana jaket dari Bulik" tanya Radit menanyakan jaket baru Radit yang dibelikan oleh bulek nya.
"O...ya aku masukkan lemari tadi.. kawatir kena kotoran.." kataku sambil menyerahkan kembali kepelukan Radit jaket barunya. Aku sangat tersentuh dengan cara Radit memeluk jaket barunya..
"Pak tolong taruh di tempat tidur belakang itu..ya.. pak.. biar aku bisa liat" kata Radit menyuruhkan untuk menyampirkan jaketnya di belakang tempat tidur.
TITITTII TITITITTI TITITTI.... jam tangan Radit berbunyi....
"OO ini aku alarm pak" kata Radit memperlihatkan Jamnya...
"Aku mau main game Nintendo pak... yang dari pak Andi..." kata Radit meminta game boy kiriman pak Andi
"Wah tanganku gak bisa main pak.. pusing aku" kata Radit mengeluh kesulitan memainkan gamenya.
"Gadget ku mana pak? tanya Radit menanyakan Android Gadget yang baru aku beli kemarin. Tampaknya Radit juga kesulitan menggunakan satu tangan untuk memainkan Gadgetnya, sehingga iapun menyerah dengan keadaannya.
"Wah sama sulitnya .. tanganku hanya satu yang bisa.. yang lain kena infus pak... ya sudahlah..." Kata Radit menyerah.
"Nonton Sponge Bob aja dik...kataku" mengingatkan Radit menonton Sponge Bob kesukaannya
"O iya.. tolong besarin suaranya pak" kata Radit memintaku membesarkan volume suara TV. Dan ia tenggalam dengan cerita Spong Bob.. dan tersenyum beberapa kali... senyum yang membuat aku sedikit damai.. dan optimis Radit sembuh. Tampaknya Radit mencoba melupakan sakitnya dengan menonton "Sponge Bob" kesukaannya, terkadang menonton "Awas ada Sule".. yang membuat dia tertawa, tersenyum... membuat aku bahagia bukan kepalang.

Obat Terakhir RadityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang