Malam ini aku sangat lelah sekali.. istriku tahu itu.. kemudian memijiti dan 'kerokan'. Aku belum pernah merasakan nikmatnya "kerokan" karena cenderung sakit dan kulit rasanya mau mengelupas. Malam itu kerokan istriku betul-betul enak sekali, belum pernah aku dapat menikmati kerokan selama ini kecuali malam ini. Saat istrirahat aku digantikan oom nya Radit, sehingga aku dapat tidur sebentar mempersiapkan malam panjang begadang menunggui Radit. Bantal tidur yang melingkar di leher telah dibelikan oleh istriku, karena setiap malam istriku melihat aku tertidur di kursi samping Radit. Sudah hampir sebulan aku tidak tidur, menunggui jagoanku Raditya Rizki Duanda...9 tahun baru kelas 3 SD...yang terkena leukemia di bangsal khusus kanker anak Estella di Sardjito. Akupun bersiap-siap ke atas menuju ke ruang Isolasi Radit. Berat sekali seperti biasa hari ini seperti kemarin, kemarin dan kemarin.. hampir satu bulan... berat seperti berangkat ke medan perang. Jenuh sekali seperti hari-hari kemarin....
Saat di atas.. oom nya Radit sedang asyik dengan laptopnya.. Radit tampak tertidur pulas. Akupun bersiap untuk memakai baju Steril.. dan penutup muka... Suster terharu (istilahku pada suster yang sering menangis melihat kondisi Radit).. masuk dan nampak menyuntikkan sesuatu ke infus Radit.. mungkin Antibiotik yang baru aja aku beli kemarin Cefepime pengganti Meropenem yang sudah tidak ampuh bagi infeksi anakku.
Aku menunggu pergantian jaga dengan oom nya Radit, saat membereskan laptop kerjaannya. Saat itu oom nya Radit lari kembali ke Suster yang menyuntikkan Cefepime
"Suster itu Radit kenapa suster" kata Oom nya Radit...
Suster melapor ke tempat Dokter jaga.. dan beberapa dokter jaga masuk ke ruangan Isolasi.
"Mas Radit kenapa mas.... 'Kata oom sambil menangis. Akupun segera masuk ke Isolasi.. aku lihat Radit sudah susah mengambil nafas. Dokterpun membantu Radit dengan bantuan pernafasan.
"Tolong pak ke sini pak... cepat.. Lha Ilah ha Ilallah... Lha Ilah ha Ilallah.. Lha Ilah ha Ilallah " kata dokter yang berjilbab.
Nafas Radit satu satu... tidak seperti biasa. Dokter masih saja menekan dada Radit serta membantu pernafasan Radit. Tampak dokter Co Ass kebingungan menghapalkan prosedur menangani nafas buatan. Dokter jaga juga tampak panik.
"Lha Illah Ha Illallah..la ilah ha illalah..." kataku mencoba tidak panik. Aku berharap nafas Radit kembali ke seperti sedia kala.. akan tetapi dokter masih saja memompa dada Radit....
Aku lihat dokter memeriksa mata Radit...Oh My God.. pupil Radit tidak bereaksi dengan sinar senter Dokter ... "Lha ilah ha ilaallah... lha illah ha ilalllah" aku melihat dokter Jilbab berusaha membantu pernafasan Radit.... Dada yang kurus kering.. iga terlihat jelas ditekan berulang-ulang oleh dokter....
"Pak... bisa kita ketemu sebentar pak" kata Dokter lain yang menangani Radit. Aku sudah menduga tampaknya dokter tidak berhasil menyelamatkan Radit.
"Pak Adik sudah jalan pak" kata dokter. Akupun tidak dapat berkata-kata lagi.. kecuali diam.... Lammaaaa sekali... dan...
"Dok... bisa minta tolong.. beritahu istri saya di lorong Estella dok" kataku bertahan dalam ketegaran yang rapuh.
"Baik..pak" kata dokter
Akupun masuk kembali ke ruangan Radit.. Radit tampak sudah "tertidur pulas" di sana... Oh My God... anakku sudah jalan... Wajah kurus kering, tulang dada yang berbaris rapi .. menyambutku... tenang dalam tidur ... Aku cium Radit berkali-kali... ada bau wangi di tubuh Radit... aku tidak habis pikir.. Radit sudah berhari-hari tidak aku mandiin.. wangi tubuh Radit masih aku rasakan. Dulu tubuhmu padat berisi, tinggi, gemuk, pipimu penuh... pintar... sopan...manja.. penakut.. pemarah... yah... itu hanya bayangan... sekilas.
Aku cium keningnya.. aku belai rambut Radit.. yang tampak tersenyum kepadaku. Rontok rambut Radit tidak aku perhatikan.
"Radit...ini bapak ..." kataku lirih. Oom nya Radit menangis di belakangku..
"Sorry mas........" sambil menangis di kakiku.
"Pak...saya tidak menemukan istri bapak di bawah" kata Dokter
"Baik saya yang akan beritahu istri saya" kataku tegar dalam kehampaan. Rasa berat kakiku aku angkat satu persatu.. meninggalkan Radit sendirian ditemani suster terharu...keluar dari Estella seperti tidak sanggup aku. Biasanya pintu dengan mudah aku buka.. ini berat rasanya.. Bayangan Radit meminta pulang dalam tangis.. mengisyaratkan banyak makna ternyata.....
"Maafkan bapak nak... tidak dapat memaknai isyaratmu" kataku dalam hati...
Anak tangga aku turuni satu persatu seakan penuh paku yang sudah karatan ribuan tahun... perih berat.. bebanku mengucap kata akhir dari Radit cukup berat aku bawa. Rasanya ingin aku bopong Radit.. dalam tawa.. kembali pulang ke rumah kesayangannya........ tapi itu tidak terjadi... pahit.. gundah... lesu... lelah... Tuhan.. apa engkau benar-benar ada... mengapa kau berikan kekejaman ini kepada anakku... Anakku tidak tahu apa-apa engkau berikan kesakitan luar biasa...
Dalam keputus asaan aku cari tempat rebahan istriku.. tampak istriku terkejut saat aku turun dari Estella. Istriku tampak sudah mulai tidur merebahkan tubuh penatnya lari-lari mencari obat Radit.. mencari bantal buat bapaknya Radit untuk tidur terduduk menunggui anaknya berjuang melawan leukemia...
"Mi... Mami sudah janji ikhlas to.." kata-kataku pertama yang keluar.
"Iya kenapa Pi ....Papi" kata istriku dalam belalak mata bertanya-tanya. Aku paham istriku masih optimis keadaan Radit akan membaik..sehingga sebenarnya kepergian Radit yang mendadak ini merupakan tamparan halilintar yang cukup keras bagai keluarga saya. Aku berusaha agar Radit sembuh.. keutuhan keluarga menjadi hal yang utama kesembuhan Radit... tapi ternyata.. semua sia-sia... aku ingat botol minyak Tawon kesayangan Radit aku pecahkan menjadi 3 bagian waktu itu.. menandakan Radit akan segera pamit kepada Aku bapaknya, ibunya, dan kakaknya. Aku ingat.... Kursi makan di rumah berjumlah 4.... Hari-hari terkahir rusak karena keropos satu.... Itu pertanda alam yang mengisyaratkan duka bagi keluarga kecilku.
"Radit sudah meninggalkan kita mi" kataku serak hampir tanpa suara.... Membuat histeris istriku. Beberapa keluarga lain yang tertidur di samping tempat kami, bangun dan mencoba menenangkan istriku. Istriku pingsan... dalam tangis histeris meratapi kepergian Radit yang mendadak... dalam optimisme sembuh Radit, dan kami sekeluarga.
"Radit sembuh... terus pulang..." Itu kredo yang Radit hapalkan karangan bapaknya. Waktu itu Radit selalu mengatakan; " Pak pengen pulang..." sambil menangis... aku tidak suka kata pulang .. makanya aku tambahi kata sembuh...
Aku antarkan Radit dalam balutan selimut cokelat muda, ke arah Forensik untuk dimandikan. Aku antar pelan-pelan.. berjalan menuju ke bagian pemandian jenazah.
Ruangan dingin.. dingin sekali... Radit sudah telanjang.. Oh My God.. anakku .. darah dagingku .. kurus kering dalam ketelanjangan dingin.
Aku mandiin untuk terakhir kali... aku ingat.. Radit suka dimandiin bapaknya.. Semenjak Bayi.. hingga Radit SD kelas 3 Ini masih suka aku mandiin.
"Akhirnya.. kamu aku mandiin juga untuk terakhir kali Radit" kataku mencium kening Radit. Aku tidak kuasa untuk tidak menangis.. akhirnya aku tumpahkan timbunan air mata yang aku tahan selama ini di depan jenazah Radit.. mungkin bercampur dengan air mandi terakhir Radit.. aku tumpahkan semua.. saat aku sendiri ditemani pengurus jenazah rumah sakit.
"Sudah selesai nak..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Obat Terakhir Raditya
SpiritualCerita ini adalah pengalaman pribadi saya sebagai bapak, yang mendampingi hari-hari terakhir anak saya yang divonis Leukemia. Ingin saya buang kenangan ini, akan tetapi semakin ingin saya melupakannya, semakin kuat saja kenangan ini hadir di setiap...