Aku semakin jenuh di ruangan ini, mau nonton televisi tidak dapat menikmati, mau diam saja.. aku paling nggak betah diam saja...mengawasi Radit.. tidak tahan dengan kondisinya yang semakin kurus kering, cekung matanya, mulutnya tidak dapat menutup dengan baik, rambutnya yang sudah semakin tipis, dadanya yang terlihat iga-iga kurusnya. Begitu cepat.. Radit yang dulu cukup gemuk berisi dengan dada bidang..kalau makan ayam seperti kesetanan.. apalagi paha ayam.. pasti mau nambah berapapun Radit mampu makan banyak. Namun sekarang kondisinya tinggal tulang seperti anak Ethiopia kekurangan makan. Dulu Radit tinggi tubuhnya dengan dada yang cukup berisi.. terkadang banyak orang yang tertipu dengan tingginya Radit.. dikira sudah kelas 6 atau SMP.. padahal Radit masih kelas 3 dan masih baru saja berhenti ngompolnya. Sekarang mungkin beratnya tidak lebih dari 25 kg, saat aku bopong suntik MTX aku bisa merasakan berat tubuh Radit.. yang biasa aku gendong di belakang punggungku.. cukup mantab berat badannya.. sekarang cukup ringan saat aku bopong.
Saat habis puasa kemarin, Radit minta teh bikinan ibunya.. karena teh ibunya sangat digemari Radit... Setelah itu pasti Radit minta teh hangat ibunya yang dikirim dari depan Bangsal Estella tempat istirahat dan tidur para penunggu pasien. Mengingat pasien hanya boleh ditunggu 1 orang saja dan tidak boleh di bezuk.. maka keluarga biasa tidur beralaskan tikar mengusir hawa dingin di area terbuka depan bangsal Estella. Hari-hari penuh was-was.. tergesa mencari obat.. bersitegang dengan dokter, suster, ataupun pegawai rumahsakit... mimpi buruk yang ingin aku akhiri secepatnya. Lenguhan Radit.. kesakitan Radit... Ingin pulang Radit.. air mata Radit... kemarahan Radit.. refleksi pengalaman hidupnya.
"Bapaaaak".. panggil Radit pelan. Akupun mendekat
"Sudah bangun ya nak.." sambil membelai kepala Radit.. tanganku pun penuh dengan rambut Radit yang rontok.
"Banyak yang rontok rambutku pak" kata Radit..
"Iya gak pa pa dik.. nanti bapak bersihkan" kataku pelan.
"Terimakasih pak... terimakasih....terimakasih bapak.." kata Radit berkali-kali.. kata terimakasih ini sering diucapkan Radit kepadaku akhir-akhir ini.
"Nggak usah berterimakasih gitu.. bapak kan sayang Radit... Radit tuh sayang bapak nggak siih" kataku... tanpa aku duga Radit memintaku untuk memeluknya...
"Iya pak... bapak dan anak yang berjuang melawan sakit" kata Radit.. sudah dua kali aku dengar Radit mengatakan hal ini.. dan dari mana dia mendapat kata-kata seperti ini.
"Dit... kamu pasti sering mengingat bapak marah ya..." tanyaku pada Radit.
"Iya pak... tapi bapak kan sudah janji tidak marah lagi to... jangan-janan setelah Radit sembuh.. nanti bapak marah lagi" kata Radit pelan..
" Lho bapak sudah janji pada Radit to... janji bapak pasti bapak tepati untuk Radit" kataku mantab
"Perut Radit masih sakit pak.... Kalau bapak pas berdoa dan menarik sakitnya Radit... kadang hilang sakit Radit... bapak sakti ya.." Kata Radit kembali. Ternyata akting doa mengambil sakit Radit cukup berkesan, dan nampak efek placebo ini cukup meringankan sakit Radit sehingga saat sakit yang tidak tertahankan, aku sering diminta berdoa mencabut sakit dari Radit.
"Radit coba kamu ingat-ingat apa yang membuat aku sayang terhadap bapak.. kebaikan-kebaikan bapak coba kamu ingat apa saja" kataku kepada Radit untuk mencoba menyembuhkan kepahitan-kepahitan yang ada pada diri Radit.
"Bapak yang ngajari gitar Radit...Bapak yang ngajari Radit bersepeda...Bapak ngajak naik pesawat...Bapak sering ngajak bepergian jauh..Bapak sering mandiin Radit.." kata Radit pelan sambil mata ke atas mengingat-ingat hal yang baik
"Sekarang bapak minta maaaaaaaf kalau bapak pernah menyakiti Radit, memukul pake sandal Radit, menjewer Radit, dan Memukul kepala Radit" kataku kepada Radit... Raditpun menangis.. sambil mengangguk angguk..
"Bapak marah karena Radit nakal.... Bapak sudah aku maafkan pak" kata Radit pelan...
"Coba kamu ingat-ingat lagi... apa kebaikan ibu.." kataku pelan sambil mengusap air mata Radit
"Teh yang ibu bikin enak sekali... aku sukaaaa banget pak..." kata Radit
"Nanti dibikinin lagi sama ibu ya..." kataku mantab
"Lalu apa yang Radit ingat kebaikan mbak Dita..." kataku memancing ingatan hal baik terhadap kakaknya.
"Mbak Dita selalu maen dengan Radit... ini membelikan aku jam Tangan yang aku pake" Kata Radit sambil memperlihatkan jam tangan pembelian kakanya, Semenjak diberikan kepada Radit sampai saat itu masih dipake terus jam itu. Pernah jam 01.00 malem jam tangan itu berbunyi.. dan Raditpun mematikan alarm yang dia coba setel tersebut.
"Coba ingat kebaikan teman-teman dan Gurumu... semua yang baik aja yang kamu ingat ya.. jangan yang nakal dan jelek" Kataku kembali mengingatkan hal-hal yang baik teman-teman dan gurunya.
"Kamu maafkan semua ya kesalahan ibu dan mbak Dita..." kataku sembari memegang tangan Radit
"Sudah aku maafkan semua pak.. semua mua nya.. Bapak, Ibu, mbak Dita, Pak Guru, Ibu Guru.. teman teman Radit sudah aku maafkan" kata Radit sambil melihat TV, walaupun angannya tidak mengikuti acara di TV tersebut... aku tahu itu...
Setelah permintaan maafku terhadap Radit.. ocehan dan perangai Radit.. yang aneh-aneh agak berkurang dan jauh berkurang. Ini efek dari permintaan maafku ini dapat melarutkan semua kerak kepahitan yang ada di hati Radit. Betul-betul seperti memutar kaset kusut lama yang penuh dengan kotoran. Radit begitu menyimpan dendam terhadap semua orang, semua teman, semua yang pernah menyakitinya baik secara fisik maupun non fisik. Tampaknya Radit sangat lega dengan permintaan maaf kolektif ku dari bapaknya, ibunya, oomnya, kakaknya hingga teman yang sering berbuat jahat kepada Radit. Radit anak penakut, sehingga mungkin di sekolahan dia sering digodain teman-temannya. Radit juga pemaaf... hal ini terlihat anggukan maafnya sungguh sangat dalam ... dan setelah itu kepahitan-kepahitan yang terungkap dalam tindakannya saat sakit sudah tidak ada lagi.
Akupun lega dengan hal ini, semoga semua kepahitan Radit yang sudah akuangkat ini akan membuat Radit semakin baik kondisi psikisnya... dan semogamerembet pada kondisi kesehatan yang akan berangsur pulih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obat Terakhir Raditya
SpiritualCerita ini adalah pengalaman pribadi saya sebagai bapak, yang mendampingi hari-hari terakhir anak saya yang divonis Leukemia. Ingin saya buang kenangan ini, akan tetapi semakin ingin saya melupakannya, semakin kuat saja kenangan ini hadir di setiap...