Radit di-Sonde

688 3 0
                                    

Panas Radit kembali bertengger di angka 38 ke-atas, menandakan Meropenem yang cukup baik kerjanya di awal, kembali tidak begitu berpengaruh terhadap Radit. Nafsu makan Radit sudah nol, sehingga istriku menyarankan apakah perlu Sonde untuk memasukkan zat-zat makanan ke tubuh Radit sehingga menjadi lebih kuat. Keinginan untuk Sonde ini diperkuat oleh dokter Radit yang menggantikan dr. Deny, dan menyarankan untuk mengajukan sonde ke suster perawat dan konsultasi ke prof. Taryo. Sonde adalah cara memasukkan makanan yang tidak dapat dikunyah oleh pasien, melalui lubang hidung yang langsung ke lambung. Tampaknya sonde, menjadi alternatif terakhir karena nafsu makan Radit yang sudah nol, dan sayapun disodori pernyataan persetujuan permintaan Sonde ke Radit. Akupun hanya berpikiran positif supaya Radit dapat menikmati nutrisi dan aku harap tubuh Radit akan lebih segar tidak kurus seperti saat ini.
Untuk melakukan Sonde, Radit harus ditambah Trombocit dan darah merahnya, supaya saat Sonde jika terjadi pendarahan dapat dikurangi dengan peningkatan trombocitnya terlebih dahulu. Untuk mencari pendonor Darah aku serahkan ke Istri, dan ternyata Istriku cukup sigap sehingga permintaan Darah selalu ditepati dengan mudah. Daftar-daftar pendonor telah di tangan sehingga kapan pun mereka dibutuhkan akan dapat dengan mudah dimintai donor darah.
Darah telah siap semuanya, sehingga proses Sonde pun tampaknya segera dilakukan. Panas Radit bertambah sering, serta mulai berak dengan warna yang cukup pekat dan cair. Aku cukup cemas dengan keadaan Radit yang semakin sering berak dengan bentuk cair dengan warna coklat gelap sekali. Nafsu makan Radit memang telah nol, akan tetapi nafsu minum masih baik sehingga asupan air Radit cukup baik menurutku.
"Dokter, Radit kok mulai sering berak cair ya..." tanyaku kepada setiap dokter yang mengunjungi dan memeriksa Radit. Saat dokter Nia, seorang dokter muda sedang memeriksa detak jantung Radit aku tanyai.
"Coba saya periksa..." dr. Nia pun memeriksa perut Radit..
"Ini ada suara seperti mau berak Radit di lambungnya... ini normal pak.. kalau tidak bersuara justru berbahaya" kata dr. Nia
"Ini hati nya juga normal.... baik kok... coba saya cek lingkar perutmu ya saya... "kata dr. Nia sabar.
"Sepertinya tidak membesar perutmu ya..." kata dr. Nia
"OK nggak papa.. istirahat ya sayang..." kembali dr. Nia berkata
Aku hanya menyimpan tanya.. Radit hampir 24 jam kesakitan perutnya kok dibilang gak papa. Aku terkadang frustrasi dengan para dokter dan suster yang menangani Radit. Radit kesakitan selalu ditenangkan dengan kata tidak apa-apa kok... istirahat saja.
Selama Radit di isolasi, hampir 24 jam aku tidak tidur, kecuali dibantu oom nya Radit yang menggantikan pada sore hari, sementara aku tidur mempersiapkan jam malam panjang bersama Radit yang kesakitan. Radit tertidur hanya untuk melupakan sakitnya....
"Pak .. enakan tidur pak... karena sakitnya hilang saat tidur..." Kata Radit memelas
"Ini sedang diobati dik.. semoga bisa mengurangi sakitmu obat-obatnya..." kataku.
"Bapak belum pernah sakit.. jadi bisa ngomong gitu.. ini sakit .. perih.. gak tahu lah..." kata Radit setengah berteriak. Tampak sekali dia sangsi dengan kata-kataku.
"Aku nggak kuat pak.....aku nggak kuat..." kata kata yang terakhir ini menghantam ulu hatiku yang paling dalam....
"Pasti sembuh dik... ingat pasti sembuh... terus pulang" kataku menahan perih...menyaksikan anakku berjuang sendiri menahan sakitnya.
"Tolong pak... Allahuakbar.... Allahuakbar... Astaghfirullaah......pak.... tolong pak sakiiittt" kata Radit sambil memegang pinggir tempat tidur.
"Aku pijit ya..." kataku berusaha sabar.
"Pijit pak... pijiiiiit.. pakek minyak pak..." pinta Radit dengan terengah-engah.. menahan sakit...
Saking gugupnya aku.... minyak tawon yang biasa aku gunakan mengusapi perut Radit terjatuh..... Byar.... berkeping tiga dan tumpah isinya ke lantai...
"Aduh.. minyakmu Pecah dik.. maaf ... pake minyak kayu putih aja ya... " kataku meminta maaf kepada Radit...
"Iya..iya... pakek minyak kayu putih... aja pak.. cepat...sakit" kata Radit menahan sakitnya.
Bersama itu.. datang 3 perawat membawa peralatan Sonde, yang akan dipasangkan di hidung Radit.
"Raditya.. ini ibu suster akan memasang selang ke hidung kamu ya.. tidak sakit kok, asal Radit mau bekerja sama ya...." kata suster
"Mau diapain aku... apa lagi to pak.... mau diapain aku..." kata Radit. Tampak sudah puncak frustrasi Radit sudah tidak tertanggungkan lagi. Banyak kejutan-kejutan traumatik yang membuat Radit tak berdaya.
"Biar sembuh dik.. " kataku pendek karena sulit menelan ludah.
"Iya mas Radit.. nanti biar mas Radit cepat sembuh dipasangi selang ini ya...sayang" kata suster sambil memegangi Radit.
"Bapaknya Radit memegangi dadanya ya.. tolong di tenangkan anaknya" kata suster
Akupun merebahkan di dada Radit sambil memegangi tangannya sesuai istruksi Suster.
"Paaaak aku mau diapain pak....." kata Radit mulai menangis..
"Jangan menangis sayang.. nanti selangnya susah masuknya..." Kata suster. Aku hanya pasrah saja mendengarkan sambil merebahkan kepalaku ke dada Radit. Radit mulai meronta-ronta saat selang coba dimasukkan ke lubang hidungnya. Ada rasa tidak terima anakku disakiti demikian, akan tetapi ini jalan satu-satunya untuk membuat Radit lebih baik walaupun menyakitkan.
Radit berteriak-teriak mengiris hatiku.
"Jangan suster...jangan suster... sakit suster...ampuuuuuuuun suster ampuuuunn" teriak Radit memelas
"Ditelan Radit... ditelan.." Kata Suster berkali-kali.. Tampak Radit tidak dapat menerima selang yang dimasukkan di Hidungnya. Penolakkannya kuat sekali, sehingga susterpun sempat menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Radit kalau kamu tegang..nanti sakit masuk selangnya...." Kata suster menegaskan kepada Radit.
"Di telan Radit.. coba ditelan saja..." Kataku sambil mencoba menjelaskan proses memasukkan selangnya.
Kembali Radit berteriak-teriak tidak mau dimasukkan selangnya, sehingga susterpun mulai kembali dari sisi yang lain. Tampaknya Radit sudah menyerah tenaganya habis, dikerubut 4 orang dewasa termasuk bapaknya. Akupun memberikan aba-aba kepada Radit, allhamdulillah Radit mendengarkan aba-aba bapaknya dan selang sondepun masuk......
"Ampun pak....ampun pak......sakit ..... pppaaaakkkk" kata Radit sesenggukan di dalam tangisnya yang dalam dan keputus asaan.
"Sudah.. sudah kok..sudah... ini sudah selesai sayang... Radit anak pintar..." kata suster
"Sembuh Radit..sembuh...." kataku...
Radit otomatis mencoba mencabut selang Sonde.. karena tidak nyaman, namun kemudian dicegah suster...
"Nanti dimasukkan lagi lho..jangan di tarik-tarik..." kata suster tegas kepada Radit....Keringat bersimbah. AC ruang isolasi yang rusak membuat Radit kekurangan oksigen, sehingga segera aku beri oksigen Radit supaya lebih tenang.
"Pak .. ampun pak...sakit sekali pak..." kata Radit pelan-pelan kehabisan tenaga.
"Pak ini lambung Radit masih penuh cairan agak merah... nanti akan bening.. setelah bening lapor saya ya.. nanti saya ajari cara memasukkan cairan sonde untuk makan adik Radit ya... biar cepat sembuh ya sayang..." kata suster sambil membelai rambut Radit.
Proses mengerikan memasukkan sonde membuat trauma Radit semakin bertambah-tambah. Anak sekecil ini harus menerima perlakuan-perlakuan kejam pengobatan. Aku sendiri sangat sulit menerima kenyataan ini, dan berharap sekali lagi ini hanya mimpi burukku... ternyata ini bukan mimpi buruk.. ini kenyataan yang harus ku hadapi.
Karena terlalu capek, akupun digantikan Oom untuk menunggui Radit. Akupun terlelap dalam kesunyian malam tanpa harap, dengan terngiang teriakan-teriakan kesakitan Radit terbawa dalam mimpiku.
Tengah malam... akupun terbangun suara gaduh di tempat Radit.... akupun terbangun dan aku dapat informasi kalau selang sonde Radit tercabut oleh tangan Radit, sehingga proses memasukkan selang Sonde harus dimulai dari awal lagi. Aku sempat emosi, marah, tanpa kendali dengan memukul lantai tempat aku tidur.
"Biaddddaaaaaaappppppp" tanpa jelas makianku, akupun memperhatikan ooom dan suster mencoba masuk. Aku masih sempoyongan dalam proses tersadar dari bangun tidur, akhirnya aku kembali mendekap Radit dengan metode pemasangan yang sama seperti di awal pemasangan. Suster sudah pada panik dan tidak mampu menenangkan Radit, akan tetapi mendengar suara Bapaknya Radit sedikit reda penolakannya. Dengan aba-abaku proses pemasukkan selang kembali menjadi lebih mudah, walaupun waktu penyelesaian pemasangan tidak jauh berbeda dengan pemasangan sonde yang pertama. Tampaknya Radit lebih memercayai aba-abaku dibanding para suster.
"Terimakasih Tuhan.... proses Sonde ke dua yang membuat Trauma Radit bertambah-tambah ini sudah berakhir lagi"
"Pak aku kapok.. pak tidak menarik-narik selang sonde lagi...pak ampun aku pak..maaf aku telah menarik selang itu pak... maaf aku pak...maaf" kata Radit memohon-mohon ampun kepadaku.
"Tidak apa-apa nak... yang penting sembuh ya..." kataku menciumi kepala Radit yang penuh dengan rambut Rontoknya.
"Pak... ampun pak... aku tidak akan menarik selang ini lagi.. aku jannnnnnji pak" sambil menangis kelelahan Radit memon ampun lagi. Trauma Radit tampaknya sudah dipuncak sehingga tampak matanya hampa dalam kesakitan dan proses penyembuhan yang belum pernah terbayangkan.
"Pak tolong doakan Radit pak... supaya Allah mengampuni Radit yang minta sakit pak" kata Radit menyalahkan doanya yang meminta sakit.
"Ya.. ya .. ayo kita berdoa lagi..." akupun mendoakan Radit.. supaya di cabut permintaan sakit Radit, dan semoga minggu depan Radit sembuh dan pulang kembali ke Rumah.
Selang Sonde ini membuat banyak daftar selang yang masuk ke tubuh Radit, menyulitkan aku untuk memandikannya. Sehingga beberapa hari ini tidak aku mandikan Radit. Di samping itu Radit jarang berkeringat saat ini, entah mengapa kalau habis minum penurun panas biasanya Radit bersimbah peluh, saat ini tidak sama sekali. Bahkan panasnya masih bertengger di angka 38-40.

Obat Terakhir RadityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang