Chapter 4

2.5K 142 7
                                    

Stefan

Gue berjalan santai dikoridor, semua murid melirik kearah gue, dari cewek sampai cowok--ini beneran ada loh, gue gak bercanda--tapi karena gue baik hati dan tidak sombong, gue menyapa mereka dengan senyuman, dan mereka langsung meleleh, lebay banget.

'Bruk', gue melihat apa yang gue tabrak, dan rupanya seorang siswi tingginya sebahu gue, dia menundukkan kepala, mengatakan maaf, dan kabur. Apa muka gue terlalu buruk untuk dilihatnya?!

Gak, muka gue kece, gue yakin itu. Mungkin, dia terlalu gugup melihat muka gue yang sangat-sangat-sangat cakep. Iya itu benar, Stefan.

Gue langsung memasukki kelas yang sudah ramai, semua murid melihat kearah gue, dan ada cewek yang bergelantungan di lengan gue. Dia Winda, cewek yang agresif banget sama gebetannya--dia ngaku kalau gue itu gebetannya--dan selalu menatap tajam kepada semua siswi. Yakin, gak yakin, katanya dia pernah siram anak kelas 1 karena adik kelas tersebut ngambil foto gue.

Dia psikopat!

"Winda, bisa lepasin gak?" tanya gue halus kepada Winda yang masih bergelantungan di lengan gue.

Dia menatap gue, dan membuat muka sedih. Benar-benar akting yang membuat korban bersalah!,"Kamu gak suka aku gini, Fan?"

"Bukan begitu, gue mau jalan, seperti bawa bayi imut dilengan gue," ujar gue dengan berat hati. Bayi imut? Mampus saja sana, ini lebih seperti monyet yang bergelantungan di lengan gue.

"Benar? Ah apa aku seimut itu?"

"Iya, lo lebih imut jika gak genit," ujar gue dan pergi ke bangku gue--dia sudah melepaskan lengan gue.

Gue menarik bangku, dan duduk dengan tenang. Jika kalian tanya gue senang sebagai cowok populer? Itu sebenarnya ada benarnya juga, tapi gue benci jika seseorang ingin berteman dengan gue untuk jadi popular. Mereka yang memanfaatkan seseorang, lebih baik mati saja.

"Gila, lo bisa jinakkin si psikopat itu," kata Reido.

Reido ini teman sebangku gue, orangnya asik banget, tapi sayang dia gak betah jomblo, dan ketika putus, tiba-tiba udah punya pacar lagi. Dia haus perhatian, atau haus sesuatu.

"Itu gampang, lo tinggal kasih dia puji-pujian, terus klepek-klepek deh"

"Lo bisa banget bikin hati cewek meleleh, gue iri dengan sifat lo. Tapi gue senang, karena lo gak mau pacaran, dan cewek itu pindah ke gue," Reido nyengir.

Dasar, lo itu dimanfaatin. Kekurangan Reido bukan gak betah jomblo, tapi dia bisa dibego-begoin sama cewek.

Lo percaya gak, kalau Reido bakal kasih apapun buat ceweknya, dari tas mahal sampai pulsa! Tapi sama sepupunya dia pelit! Kalau gue, gue gak akan beri kedua-duanya! Biarin aja gue pelit, yang penting tabungan gue bisa buat nikah, cielah.

"DUDUK SEMUANYA!" ujar pak Indra yang sudah berdiri didepan.

Pak Indra ini jika dia tidak galak, gue yakin dia pasti mempunyai pasangan, tapi sayang galaknya itu membuat wanita kabur sebelum berkenalan dengannya.

"KITA ULANGAN!" teriaknya dan membuat satu kelas heboh.

Tenang, gue gak heboh kok, gue cuman panik!

***

Akhirnya ulangan biadab itu selesai juga, gue memutar otak habis-habisan, dan sekarang gue memesan minuman botel dingin di kantin karena sudah istirahat. Baru beberapa menit gue ingin beristirahat, datang cewek-cewek pengganggu bagi gue.

"Stefan, gimana ujiannya?" tanya Winda langsung memeluk lengan gue.

"Biasa saja, emang kenapa? Lo gak bisa kerjainnya? Seharusnya lo kerja lebih keras lagi," ujar gue sambil mengelus kepalanya.

Single? WolesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang