Tidak ada yang percuma
Dalam penantian yang lama
Menanti mekarnya kuncup bunga
Belahan jiwa bagai jalinan cahaya purnama dan surya
Satu redup jika tak ada yang lainnya
Ada satu waktu sempurna menanti mekarnya
Saat Tuhan menyatukan dua anak manusia
***
Nayla tertegun di depan pintu.Matanya mengerjap melihat sebuket mawar putih tepat di depannya.Kemudian buket itu agak bergeser dan terlihat seraut wajah tampan yang menatapnya dingin dengan garis datar membingkai serta kewibawaan terpancar di sana. Nayla membeku sesaat. Batinnya meneriakkan satu kata. Nyaris. Ya, apa yang tersaji di hadapannya sekarang hampir sama seperti kedalaman mata hitam seseorang.
Seorang lelaki yang ....
Nayla mengerjapkan mata menghalau pikirannya yang mulai melantur, membayangkan seseorang yang mengusik batinnya akhir-akhir ini. Detik berikutnya dia memberanikan diri menatap lelaki yang menanti sapaannya. Dan mata yang tadinya menatap datar, kini terlihat sedikit berbentuk. Setitik senyum terukir dari balik wajah dingin itu, menyapanya.
"Ehm ... hai." Nayla mencoba menyapa, canggung. Terlebih ketika senyum manis Aryan Mahavindra masih bertengger manis di kedua sudut bibir, memikatnya.
"Ready?"
"Ready for what?"
"Be mine."Sontak kerutan di kening Nayla bermunculan seiring matanya yang menyipit ke atas. Mempertanyakan arti kata yang diucapkan Aryan.
Mine? Apa artinya coba?
Belum lagi Nayla menjawab, Eqbal sudah muncul dari dalam rumah.
"Cie, ada yang salting. Setelah hampir seperempat abad, akhirnya ada juga yang mau sama kamu, Nay. Dibawain bunga lagi," goda Eqbal menyenggol lengan Nayla yang mendapat balasan tendangan di kaki dari Nayla. Eqbal meringis.
"Jaim dikit napa? Depan suami juga. Ketahuan galaknya baru tahu rasa lho. Aryan kabur dan nyari—aduh!" Belum juga ucapannya selesai, Nayla kembali menendang tulang betis Eqbal sedikit lebih keras dari sebelumnya dan berlalu pergi dari pintu depan. Meninggalkan suami dan kakak menyebalkannya. "Ya Allah punya adik kok kelakuannya bar bar banget. Nggak sebanding sama wajah imut ala Barbie-nya," keluh Eqbal sembari mengurut bagian kaki yang terkena tendangan Nayla.
"Kamu harus sabar, Ar ngadepin dia. Jangan sampai kena tendangan mautnya," pesan Eqbal yang menatap Aryan. Dia bergeser sedikit dan mempersilakan Aryan untuk masuk sembari menunggu Nayla bersiap sekaligus berpamitan dengan satu-satunya orang tua Nayla saat ini.
Aryan mengangguk dan mengikuti Eqbal. Begitu mereka memasuki ruang tamu, Eqbal berpesan pada asisten rumah tangga untuk memanggil ayahnya dan membantu Nayla bersiap.
Eqbal menatap penampilan Aryan yang terlihat unik ketika sudah duduk di sofa cokelat ruang tamu. Dia ingat beberapa waktu lalu Nayla pernah berkata, "Dia terlalu rapi, seolah berasal dari dunia lain."
Kini Eqbal membuktikan perkataan adiknya. Penampilan Aryan mengingatkan Eqbal pada prosedur tata krama kerajaan. Walaupun terlihat santai dengan sweater abu-abu dan celana hitam, tapi kesan rapi tetap ada—karena dibalik sweater, Aryan tetap menggunakan kemeja yang licin dan rapi. Eqbal menebak jika Aryan adalah lelaki yang ramah dan mudah bergaul, dilihat dari obrolan mereka yang lancar saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
US - Games of Love [NOVEL INI SUDAH DITERBITKAN]
AzionePENGUMUMAN BUAT PEMBACA Untuk US Series 1. Games of Love (Aryan Mahavindra/Delta Mahadewa)sebagai pimpinan Divisi Delta SUDAH DIBUKUKAN 2. Eternal Love (Ramadhan Dwi Putra/Cain Nightlord) SUDAH DIBUKUKAN 3. Cold Hearted (Bramantya Dewangga Jati/Roni...