Bad Day for Sena

658 50 7
                                    

An:

Judul sama covernya udah aku ganti nih. Sekarang jadi SEANA ya.

Jadi kalau kalian mau cari cerita ini cukup dengan SEANA.

Isinya tetap sama kok. Cuma ganti judul sama cover aja. Soalnya judul sebelumnya terlalu panjang buat aku. Apalagi buat covernya sulit.

Ty untuk prlstuvwxyz yang udah bikin cover cerita ini. Aku sukak. Bener" sesuai bayangan aku. Makin semangat nih nulisnya.

Ayo rekomendasikan ke teman-teman kalian juga ya. Siapa tau suka

*****

Leon menunggu cukup lama. Seharusnya jarak ruang bioskop dengan toilet tidak terlalu jauh. Tidak sampai 1 km yang mengharuskan Sena berlari.

Ketika sedang fokus dengan film action di layar, Leon merasa bangku di sebelahnya bergerak. Ternyata Sena sudah kembali. Tetapi mengapa wajahnya ditekuk begitu?

Leon sadar ada yang tidak beres dengan Sena. Apalagi dia sangat lama di toilet tadi.

Baru Leon ingin bertanya tentang apa yang terjadi, Sena lebih dulu berbicara.

"Nyebelin banget sih! Udah ditolongin malah nyolot."

Leon terkejut dengan apa yang dikatakan Sena. Kemudian ia secara bergantian menoleh ke layar dan ke Sena. Oh, Leon mengira Sena kesal dengan adegan di film itu yang sedang menampilkan seorang gadis dengan sombongnya pergi setelah sang pahlawan menyelamatkannya.

Keadannya sungguh berbalik sekarang. Bahkan biasanya Sena yang mengacuhkan orang, dia malah diacuhkan cowok aneh seperti Sean.

Leon mengusap lembut tangan Sena. "Itu kan cuma film Sen. Jangan bawa emosi."

Sena menatap Leon kaget. Emosi? Astaga. Sena baru ingat jika di sampingnya masih ada Leon. Untung saja dia tidak kebablasan ngomong.

Sena tersenyum tipis. "Abis kesel. Nggak bisa apa ucapin terima kasih atau apa gitu."

"Emang lo pernah ngucapin terima kasih ke orang lain Sen?" Leon malah terkekeh.

Iya juga sih. Sena terlalu gengsi mengucapkan kata terima kasih. Bahkan mengucapkannya lebih sulit daripada memecahkan molekul asam amino dan substratnya.

"Mungkin emang udah orangnya kayak gitu. Nggak ngucapin terima kasih bukan berarti orang itu nggak ngehargain lo Sen. Terima kasih bisa dalam bentuk perbuatan. Mungkin sutradara filmnya kasih kejutan nanti."

Oh sungguh Leon benar-benar cowok yang membuat amarah Sena terkendali. Hanya Leon yang bisa meredamnya.

Sena mempererat genggaman tangan Leon seolah ia tidak ingin kehilangannya. Iya, Sena ingin bersama Leon untuk saat ini.

"Le, janji terus ada di samping gue ya. Jangan tinggalin gue." Sena tidak malu berkata seperti itu. Jika ia memang suka ia akan mengatakan apa adanya dan berterus terang. Hanya kepada Leon.

"Kenapa tiba-tiba ngomong gitu? Lo ngeraguin gue Sen?"

"Bukan. Gue .... hanya takut."

"Hust, gue nggak akan ngelepasin cewek seperti lo Sen."

Senyum Sena mengembang. Mereka menonton film sampai selesai. Sekitar jam 7 malam film sudah selesai dan mereka mampir ke kedai ice cream.

Kalian belum tau, Sena itu penggemar berat ice cream. Apalagi rasa apel. Hmmm, itu sangat manis.

"Ice cream apple 1 toppingnya banyakin. Terus ice cream kopi 1 nggak pakai topping." Pelayan itu mengangguk dan mencatat pesanan Sena.

Sena sempat memperhatikan senyum manis yang mengembang di bibir cewek itu. Entah untuk Leon atau dirinya. Sena hanya tidak mau mencari keributan.

Sena mengetuk-ngetuk tangannya di meja sambil menunggu pesanan jadi.

Dia sempat mencuri pandang ke pelayan yang berpakaian seksi itu ternyata memandang Leon. Sena bisa merasakan bahwa gadis itu menaruh rasa pada Leon. Tapi apa mungkin begitu cepat di pandangan pertama? Atau jangan-jangan ini bukan kali pertama?

Ah tidak-tidak! Sena harus berpikiran positif. Biarkan saja kalau cewek itu suka. Yang penting Leon nggak suka balik.

Tapi bagaimanapun juga, memikirkannya membuat kadar badmood Sena bertambah besar. Sena malah sekarang ingin pulang dan mengunci diri di kamar.

Hari ini dia benar-benar kesal.

*****

Sena membuka pintu rumahnya dengan sangat pelan. Berharap orangtuanya tidak akan terbangun apalagi menyidangnya malam ini juga. Sena tau dirinya pulang terlalu malam untuk peraturan keluarganya yang mengharuskannya pulang kurang dari jam 22.00.

Tapi bagaimana lagi. Namanya juga satnight. Biasalah anak muda. Pasti semua orang juga pernah melakukannya.

Namun harapan Sena pupus sudah begitu ia masuk dengan sempurna tanpa menimbulkan bunyi, lampu ruang utama malah menyala.

Sial lagi. Sena mengira orangtuanya sudah tidur. Ternyata mereka memang menunggu kedatanya Sena sejak tadi. Bagaimanapun Sena adalah anak tunggal. Jadi orangtuanya hanya terfokus pada satu orang anak yang tidak lain Sena.

Sena menghembuskan napasnya kasar. Dia berjalan menghadap orangtuanya yang sudah duduk di sofa.

"Sena!" panggil papanya tegas.

Sena menelan ludahnya susah payah. Selama ini papanya selalu mentolerir kenalakannya, tapi tidak dengan sekarang.

"Pa-" ucap Sena membela diri namun dipotong papanya.

"Duduk!" Papa Sena membentak.

Huft, akan ada tausiyah malam untuk Sena.

"Mama diam dulu. Papa mau nasehatin Sena," papa berbisik ke mama. Walaupun begitu Sena tetap mendengar omongan mereka. Secara papanya kalau ngomong kenceng.

"Jadi apa yang mau Papa omongin? Sena janji kok ini terakhir kalinya pulang malem. Lagian Sena kan dianter sama Leon Pa, Ma. Leon kan baik sama Sena."

"Papa tau. Tapi bagaimanapun kamu itu cewek. Nggak baik pulang larut. Apalagi lihat nilai kamu. Receh semua seperti nomor absen kamu." Papa mengeluarkan fotocopy rapor Sena.

Sena membelalak. Bagaimana bisa papanya tau? Habislah Sena. Sena menelan ludahnya.

"Sena emang nggak berbakat di akademis Pa. Ma..." Sena merengek menuju mamanya namun dihentikan oleh ucapan papanya.

"Bukan masalah berbakat atau tidak Sena. Papa juga nggak suka kamu pentingin hobi kamu buat nyanyi di kafe sana sini. Lebih baik kamu belajar. Masa depan kamu bisa lebih baik. Apa yang kamu dapatkan dari hobimu itu? Tidak ada kan?"

"Ada Pa," jawab Sena berani. "Sena senang menjalani hobi Sena. Dengan begitu Sena merasa seperti punya semangat hidup. Mungkin hobi Sena nggak penting dan buang-buang waktu bagi Papa dan Mama. Tapi hobi Sena berarti untuk Sena. Kalau Papa sama Mama nggak bisa gantiin kesenangan itu, nggak ada yang bisa ngelarang Sena buat nerusin hobi Sena." Sena meninggalkan orangtuanya dan beranjak ke kamar.

Namun baru anak tangga pertama, lagi-lagi Sena berhenti mendengar mamanya yang kali ini bicara.

"Sena sayang, kami mengerti apa yang kamu mau. Tapi kami juga mengkhawatirkan masa depan kamu. Setidaknya buat Mama sama Papa percaya dengan nilai kamu. Kalau nilai kamu semester ini naik, kamu boleh lanjutin hobi kamu. Tapi kalau tidak, ya terpaksa kamu harus berhenti dari hobi kamu ya sayang."

"Oke Sena pasti bisa."

Di kamar Sena membanting tubuhnya ke pulau kapuk favoritnya. Sena menepuk-nepuk kasurnya sambil tubuhnya membentuk seperti bintang.

"Ini semua gara-gara si freak," geram Sena sambil menggigit boneka pandanya.

SEANA (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang