Melanggar

361 21 0
                                    

"Nenek suka sama kamu Sena. Kamu bisa buat nenek ketawa terus." Nenek Sean menyeruput teh dan kembali memandang Sena yang tersenyum lebar. Sungguh berbeda dengan Sena yang biasa Sean lihat.

Sena melirik Sean dengan senyum kemenangannya. "Sena bisa akrab sama semua orang Oma. Kecuali, satu orang." Ucapan Sena semakin menarik perhatian nenek Sean.

"Siapa orang itu?" tanya nenek antusias.

Sean yang tau akan kalimat selanjutnya yang dilontarkan Sena mencoba memberi kode lewat matanya supaya Sena tidak melanjutkan ucapannya.

"Ayo, nenek penasaran. Siapa memangnya yang tidak bisa nyaman jika di samping kamu Sena?"

Sean terus mengedip-ngedipkan matanya. Ia berharap Sena tidak menyebutkan namanya.

Sena terlihat memejamkan matanya sebelum menjawab. "Guru biologi Sena. Orangnya galak, masa Sena main di ruang musik nggak boleh."

Lepaslah tawa nenek dan Sena. Mereka lebih seperti nenek dan cucunya dibanding dengan Sean yang malah seperti orang asing di sini. Namun di lain sisi, Sean lega Sena tidak menyebutkan namanya.

"Nek," panggil Sean.

"Iya, kenapa?"

"Sean mau keluar. Mau jalan-jalan ke luar mumpung suasananya mendung." Sean berdiri namun perkataan neneknya kemudian menghentikan cowok itu.

"Sena mau kan ikut Sean jalan-jalan? Pemandangannya bagus lho. Sekalian Sean mengakrabkan diri. Nenek lihat, Sean tidak begitu akrab dengan kamu."

"Sean sudah bilang kalau Sena bukan teman Sean, Nek." Bela Sean yang memang benar. Sena bahkan tidak menganggap kehadiran Sean. Mereka hanya terlibat dalam sebuah kesepakatan. Sean untung, Sena juga.

"Mau kok, Sena mau jalan-jalan." Sena berucap riang, pintar menyembunyikan sikap aslinya.

Sean menatapnya malas. Drama apalagi yang akan dimainkan Sena. Tanpa mau berlama-lama lagi, Sean langsung melangkah keluar rumah. Membuat Sena sedikit berlari mengejarnya setelah berpamitan ke nenek.

Kira-kira dua puluh meter dari rumah, Sena baru melontarkan kata-kata yang ia tahan.

"Sebenernya gue nggak mau ikut lo."

Sean yang berjalan, menghentikan langkahnya. Ia berbalik menatap Sena tajam. "Gue nggak nyuruh lo ikut. Lagipula gue lebih seneng kalau lo langsung pulang aja tadi. Nggak usah cuci otak Nenek," ucap Sean penuh penekanan.

"Siapa juga yang nyuci otak Nenek? Gue cuma kasihan aja, kalau ternyata cucu kesayangannya ini ternyata nggak pernah deket sama cewek. Gue cuma gamau Nenek lo sedih."

Sena mendahului Sean yang masih diam di tempatnya. Gadis itu memasukkan tangannya ke dalam jaket karena udara yang terasa dingin. Sena jadi berpikir, ia tidak pernah melihat Papa dan Mama Sean. Selama Sena ke rumah Sean untuk les privat, gadis itu tidak melihat siapapun, termasuk nenek Sean yang baru dilihatnya hari ini. Tidak sadar jika berjalan ke tengah jalan, Sena terus melangkah. Hingga ia sadar dengan sebuah suara yang meneriakinya dari arah belakang.

"Sena awas!"

Sena merasakan badannya tertarik ke samping hingga ia berguling-guling bersama Sean di rerumputan. Jantung Sena berdetak sangat cepat, ia sangat terkejut dengan kejadian yang sangat cepat itu. Sebuah mobil hampir saja menabrak Sena.

Tangan Sena yang berada di depan tubuhnya yang membatasi dengan Sean, perlahan mengendur. Sena membuka matanya dan melihat wajah Sean yang sedikit meringis namun cepat-cepat dinetralkan.

"Kalau lo putus asa dengan nilai lo dan mau bunuh diri, jangan di depan gue," ucap Sean sambil melepaskan Sena yang berada di dekapannya. Cowok itu membersihkan bajunya dari rerumputan yang melekat.

Sena melakukan hal yang sama. Otak dan tubuhnya masih belum sinkron sekarang ini.

"Sebaiknya lo pulang. Kejadian tadi bisa terulang lagi kalau lo masih di sini."

Sena bisa mendengar nada suara itu melembut dari sebelumnya. Setelah kesadarannya kembali, Sena kembali memberi tatapan juteknya.

"Gue pulang." Cewek itu melangkah pergi meninggalkan Sean yang menggelengkan kepalanya. Sena, cewek yang anti mengucapkan terima kasih.

Sean menekan dadanya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat dari biasanya. Sean kira, jantungnya bermasalah.

*****

Sesampainya di rumah, Sena langsung masuk ke kamarnya dan membersihkan diri. Untung kedua orang tuanya sedang pergi keluar sehingga tidak perlu melihat dirinya dengan baju kotor seperti tadi.

Baru mengistirahatkan tubuhnya di kasur, ponsel Sena berbunyi. Ia melihat ada pesan dari Leon. Mood Sena yang buruk menjadi jauh lebih baik.

From Leon:
Lagi apa? Sibuk nggak?

Sena tersenyum dan langsung membalas pesan Leon.

To Leon:
Lagi males-malesan. Kenapa emangnya?

From Leon:
Kalau buka pintu depan nggak males kan?

To Leon:
Ha?

From Leon:
Aku udah di depan rumah kamu babe😉

Sena meloncat dari kasurnya, ia membaca pesannya sekali lagi. Baru setelah paham, ia turun terburu-buru. Sena tidak tau jika ternyata Leon sudah berdiri di depan rumahnya sambil membawa gitar di punggungnya.

"Kok udah nyampe?" tanya Sena.

Leon mengacak rambut Sena dan tersenyum. "Niatnya mau ngajak keluar. Sekalian aku kasih kejutan. Main ke kafe lagi gimana? Kangen manggung kan?"

Mata Sena berbinar senang. Ia sudah lama tidak menyanyi. Sena rindu kafe di mana biasanya ia mengisi lagu di sana. Namun sekejap kebahagiaan yang Sena rasakan hilang mengingat kesepakatan yang ia buat dengan Sean.

Dalam kesepakatan itu, Sean meminta Sena untuk berhenti melakukan hobinya itu karena akan mengganggu belajarnya menuju UAS. Tinggal menghitung hari sampai UAS dilaksanakan. Sena sibuk berpikir hingga tidak sadar Leon menunggu jawabannya.

"Kamu kenapa babe? Mikir apa?" Leon mengusap kening Sena yang terdapat lipatan karena terlalu dalam berpikir.

"Ah itu... ehm." Sena merasa susah menolak ajakan Leon. Di sisi lain ia sudah berjanji kepada Sean. Sena takut jika cowok itu membatalkan kesepakatan dan Sena harus belajar ke siapa lagi?

"Kamu nggak akan nolak kan? Ayolah Sena, pasti seru bisa nyanyi di kafe lagi. Ada Elena juga di sana."

Sena mengambil napas sejenak. Sejak kapan ia takut pada seseorang kecuali orang tuanya? Seharusnya ia tidak usah khawatir kalau ketauan Sean. Lagipula rumah Sean dan kafe itu terpaut jauh. Tidak mungkin cowok itu tau apa yang sedang dilakukannya di luar rumah.

"Oke. Tunggu bentar ya, aku ganti baju dulu."

Leon mengangguk dan menunggu Sena di teras. Ia meraih ponselnya dan mengetikkan sesuatu sambil tersenyum geli. Hingga kemunculan Sena membuat Leon buru-buru memasukkan ponselnya kembali ke saku.

"Let's go Babe." Sena menggandeng tangan Leon dan mereka pergi ke kafe tempat biasa Sena menyanyi.












An:

Hai hai semuanya. Aku kembali di cerita ini. Untuk kedepannya, aku akan berusaha menyelesaikan cerita SEANA di bulan Januari 2019. Sudah lama menggantung cerita ini, sampai lupa kapan terakhir update. Aku harap pembaca masih ada 😁

Siapa yang kangen Sean sama Sena tunjukin diri di komen ya. Jangan lupa vote juga dan rekomendasikan ke teman-teman kalian ya. Segala kritik dan saran diterima untuk memperbaiki cerita ini.

Selamat membaca😊

SEANA (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang