Rantai Double Helix

848 63 17
                                    

"Gimana sih? Gini bukan? Yang panjang ini namanya apa? Kok warnanya beda sih. Ah taulah bodo." Sena menyerah juga dengan replika DNA yang ia pegang. Kini ia Sena sedang praktik di laboratorium biologi.

Elena menggeleng sambil cekikikan. "Yang merah itu rantai sense. Yang biru anti sense."

Sena melongo. Tampangnya seolah bertanya, kenapa ada materi ini?

Pak Jai keluar karena menerima telepon. Sena bosan berkutat dengan pelajaran. Kalau mau nyanyi di sini dia diusir juga.

Sena melangkah keluar namun Elena mencegahnya. "Kemana sih Sen? Lo mau cari masalah sama Pak Jai. Ntar orangtua lo dipanggil bk."

"Orangtua gue aja nggak pernah larang gue El."

"Ya mereka pasti nggak ngira lo sejauh ini."

Sena mengangkat bahunya tidak peduli. Dia berlari kecil saat melewati belakang punggung pak Jai.

Studio musik. Tujuan Sena saat ia bosan dengan pelajaran. Sebenarnya jika ke studio harus saat pelajaran seni musik, namun bagi Sena mudah saja. Dia tinggal membelikan Pak Parman, penjaga studio satu bungkus rokok. Lalu semuanya aman terkendali.

"Pak beli sendiri." Sena menyerahkan uang dua puluh ribu.

"Siap Non." Pak Parman berlalu dari sana dan bersenandung kecil.

Di dalam tidak ada siapapun karena memang tidak ada kelas seni hari ini. Sena merebahkan diri di sofa. Bahagianya disaat yang lain memikirkan rantai double helix dan kawan-kawannya, Sena bisa tidur di sini.

*****

"Sen bangun. Sen Sena." Elena menggoncangkan bahu Sena. Bukannya bangun Sena malah menggeliat dan kembali tidur.

Elena memelintir roknya karena takut dengan pak Jai yang kini berada di sampingnya.

Elena akhirnya berjongkok dan berbisik di telinga Sena. "Kunci lab lo bawa nggak?"

Sena merasakan angin berhembus di telinganya. Seketika ia bangun.

"Eh Pak Jai. Ngapain ke sini Pak? Lab biologi kan di ujung bukan di sini." Sena menggaruk belakang kepalanya.

"Kamu kan yang bawa kunci lab?" Pak Jai berkacak pinggang dan matanya melotot hampir keluar.

"Habisnya saya bosen belajar rantai panjang yang saya nggak tau namanya. Saya bawa aja kuncinya ke sini. Emang udah selesai Pak? Nih kuncinya saya kembalikan." Sena menyerahkan kunci lab ke pak Jai.

Pak Jai menyeringai. Jenis-jenis seringaian yang menandakan hal buruk menurut Sena.

"Karena kamu sudah mengerjai saya maka saya balik kerjain kamu. Rapikan peralatan praktik tadi dan jangan kembali ke kelas sebelum selesai. Saya akan beritahu guru berikutnya."

Pak Jai berbalik dan keluar.

"Nggak akan gue mau."

Tiba-tiba kepala pak Jai menyembul di antara pintu. "Saya dengar Sena Anggara."

Sena meringis dan kemudian menghentakkan kakinya kesal.

Sena tiba-tiba melirik Elena. Gadis itu tau maksud Sena dan langsung menggeleng.

"Gue takut Sen kalau sama Bu Sandra. Lo tau sendiri kan nilai bahasa indonesia gue kayak gimana."

Elena memang penakut. Dia kan orang Indonesia masa lemah sih  bahasa indonesianya.

"Alah lo nggak setia kawan." Sena bersendakap.

"Bukan gitu Sen. Nilai lo kan udah bagus di pelajaran itu."

"Yayaya whatever."

Sena berbalik lagi. "Kunci pintunya El."

Elena menangkap kunci yang dilemparkan Sena.

Di sepanjang koridor, banyak kakak kelas yang ngobrol sehingga membuat jalan penuh.

Tanpa permisi Sena lewat di tengah mereka. Pandangannya lurus ke depan.

"Eh Sena sombong banget sih lo!" Satu kakak kelas cewek meneriaki Sena.

Langkah Sena berhenti. Dia malas berurusan dengan orang yang tidak penting. Lagipula Sena hanya lewat bukan mendorongnya sampai jatuh.

"Koridornya bukan punya eyang lo." Balas Sena tanpa menoleh sedikitpun. Dia melanjutkan jalannya.
 
Kakak kelas tadi mengumpat tapi Sena tak peduli.

Panas juga hari ini. Rambut Sena yang sepinggang jadi lepek. Sena tidak bisa menahan gerah seperti ini. Dia mampir ke kantin untuk meminta karet bungkus nasi yang ia gunakan untuk menguncir rambut.

Sambil berjalan Sena menguncir rambutnya.

"Makin seksi aja Sen."

"Body goals."

Beberapa kakak kelas pentolan sekolah menceletuk. Sena tidak menanggapinya. Meliriknya pun tidak.

"Cantik sih tapi sombong."

Biar sesuka mereka menilai. Bukankah orang selalu menilai dari luarnya saja? Biarkan mereka tau seperti itu.





An:

Sorry, gue baru update sekarang. Entah kenapa sempet stuck di ceritaku yang lain. Dan rasanya mau berhenti nulis cerita ini.

Tapi sekarang udah semangat lagi nulisnya.

Vote dan komen untuk cepat update^^

SEANA (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang