Sean menarik kaosnya yang memutupi jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. Hanya jam tangan ini yang Sean miliki sebagai kenangan bersama mamanya. Itulah mengapa Sean sangat tidak suka membuang-buang waktu karena akan berujung kehilangan orang yang ia sayang.
Jam 16.00.
Sean menutup buku biologi yang ia baca secara gratis di toko buku salah satu mall di kota Jakarta. Ia meletakkan bukunya dengan rapi sambil menandai sampai halaman berapa ia membaca.
Setelah memastikan tidak ada barangnya yang tertinggal, Sean keluar dari toko buku tanpa membeli apapun.
Sean menengok kanan kirinya. Hari ini sabtu. Itu berarti waktunya Sean merilekskan pikirannya. Juga waktu untuk menambah penghasilan.
Dia menaiki eskalator untuk menuju lantai tiga yang merupakan tempat bioskop di mall ini. Bukan, Sean bukan ingin menonton film. Tapi Sean akan melakukan hal lain yang mungkin tidak akan kalian duga.
Sean akan menjadi penjaga loket dan menggantikan Ara yang setiap sabtu sore harus pulang lebih awal. Sean tidak pernah bertanya mengapa Ara selalu pulang sore saat sabtu. Yang terpenting bagi Sean dia bisa dengan bebas melihat orang berlalu-lalang, berbicara dan tertawa bersama secara gratis. Karena itu membuat Sean lebih fresh. Aneh memang, tapi bukan Sean jika tidak melakukan hal aneh semacam ini.
Sean tersenyum ramah kepada Ara sebelum gadis itu menyerahkan tugasnya.
"Lo kenapa mau-maunya jadi penjaga loket bioskop yang gajinya pas-pasan sedangkan orangtua lo mampu Sean?" Ara menyempatkan bertanya disela-sela membereskan tasnya.
"Karena gue suka apa yang gue lakuin saat ini. Kekayaan tidak menjamin seseorang untuk bahagia."
Ara berdecak memuji Sean. Secara fisik sebenarnya cowok ini cukup pas. Tapi secara kelakuan Sean agak berbeda. Ara terkikik sendiri. "Selamat menikmati sabtu yang penuh dengan sandiwara."
Sean hanya tersenyum sebagai jawaban. Selain Ara ada petugas lain, namanya Dara. Dibading Ara, Dara justru sangat cuek terhadap sekililingnya. Buktinya selama Sean bekerja di sini cewek itu hanya memanggilnya beberapa kali saat butuh saja.
Pengunjung mulai ramai. Hampir semua bersama pasangannya. Ada juga yang bersama sahabatnya. Sean semakin bersemangat. Dia tidak perlu pacaran atau hangout bersama sahabatnya karena melihat pemandangan ini saja sudah cukup.
Dengan cekatan tangan Sean melayani pembeli. Terkadang ada juga yang membuatnya menahan marah karena pembeli cewek yang menggodanya. Oke, Sean memang tampan. Tapi itu kata nenek. Dan Sean tau neneknya pasti bergurau.
"Tiket dua," seseorang berucap ketus.
Sean yang hanyut dalam lamunan singkatnya segera mengambil dua tiket seperti yang diminta.
Saat bersamaan pandangan Sean dan Sena-orang yang memesan tiket- bertemu.
"Pantas saja judes," batin Sean.
Mata mereka saling mengunci beberapa saat. Tatapan Sean mengintimidasi sedangkan tatapan Sena menunjukkan kekesalan.
"Babe tiketnya udah?" Leon menyadarkan Sena.
"Udah. Ayo cepetan pergi dari sini. Ada orang aneh. Popcornnya udah kan? Rasa keju seperti pesanan aku?"
"Iya Sena ku yang bawel," jawab Leon sambil merangkul Sena dan mengajaknya masuk ke dalam ruangan.
Sean bergumam tidak jelas. Babe? Sean tidak habis pikir ada jenis pasangan seperti mereka berdua. Masih SMA dan tingkah mereka seolah-olah sudah terikat dengan hubungan serius satu sama lain.
*****
"Aduh Leon. Aku mau kebelakang dulu ya. Udah nggak tahan nih." Sena terus memegangi rok hijau tosca yang ia pakai.
"Aku temenin sekalian kita keluar ya," tawar Leon.
Sena menggeleng cepat. "Jangan. Ntar tempatnya dipakai orang."
"Tap-"
"Udah gue nggak tahan lagi. Jagain kursi gue ya. Bentar kok gak lama." Sena buru-buru permisi melewati banyak penonton lainnya.
Sampai di luar Sena langsung menuju kamar mandi.
Selesai dengan semua aktivitasnya, Sena keluar dari toilet wanita. Betapa terkejutnya Sena saat melihat Sean dan darah mengalir dari hidungnya.
"Ya ampun lo mimisan?" teriak Sena spontan. Ia segera mengeluarkan tisu basah yang selalu ia bawa kemana-mana.
Sena mengelap darah yang terus keluar dari hidung Sean. Wajah Sena begitu serius.
Mereka sampai tidak sadar jika jarak keduanya semakin terkikis.
Sean menjauhkan dirinya dan menahan darah mimisan dengan tangannya. "Nggak usah sok peduli," ketusnya.
Sena melotot tidak percaya. Setelah ditolong Sean malah berkata seperti itu? Dasar tidak tau diri.
"Lo seharusnya bersyukur gue ada di sini. Masih untung gue ngasih tisu basah gue ke elo. Bukannya terima kasih malah naikin tensi orang."
"Dasar hulk," gumam Sean dan menjauh menuju toilet cowok.
"Apa lo bilang? Hulk?" Sena menahan amarahnya yang meletup-letup.
"Makanya jangan suka marah-marah. Udah pakai baju hijau suka marah. Mirip hulk kan."
"Ihhhhh!" Sena menghentakkan kakinya kesal. "Mimpi apa sih gue ketemu cowok yang ngeselinnya kayak lo!"
Sean mengangkat bahu cuek. Tanpa Sena tau, Sean tersenyum tipis sebelum masuk ke toilet.
"Well, hulk tapi .... cantik," Sean bergumam.
An:
Udah berapa minggu ya nggak update wkwkw
Sempet mampet idenya makanya baru nulis sekarang.
Karena udah update, didaca dong wkwkw voment boleh lah
KAMU SEDANG MEMBACA
SEANA (COMPLETED)
Novela JuvenilSena dan Sean adalah dua kutub berbeda. Yang satu arogan yang satu terlalu freake. Bisakah kedua magnet itu disatukan meski keduanya tak punya sifat yang sama? Cover by @prlstuvwxyz #788 highschool (dari 19,9 cerita)