"Oppa... sakit."
Nathan menghela napas lelah dengan rengekan Anna yang masih menangis dibelakangnya. Anna masih betah duduk meluruskan kaki di atas jalan beraspal yang saat ini mereka lewati.
Nathan sudah cukup lelah dengan pekerjaannya hari ini, ia baru saja selesai memetik apel di kebun milik keluarga mereka. Niatnya untuk segera sampai di rumah harus ia urungkan karena mendengar Anna yang terus menerus menangis karena luka dikakinya.
"Sudah berapa kali aku memberitahumu untuk jangan memanjat pohon lagi. Sekarang lihat akibatnya, kau terluka. Lalu setelah ini siapa yang repot, hah?"
Anna hanya menunduk, merasa bersalah dengan apa yang telah ia lakukan.
"Maaf, aku juga ingin membantu oppa.""Niatmu memang ingin membantu, tapi kalau ujung-ujungnya kau celaka begini, apa yang bisa kau bantu Jo Anna? Jika saja kau mendengar perkataanku untuk memetik apel dari bawah dan bukannya naik ke atas pohon, kau pasti tidak akan jatuh dan terluka seperti ini."
"Maaf." cicit Anna.
"Yasudah, tidak ada gunanya aku mengomel panjang lebar denganmu." Nathan membalikkan tubuhnya, sehingga punggung Nathan kini berhadapan dengan Anna.
"Oppa mau apa?" tanya Anna dengan wajah penasaran.
"Kau bilang kakimu sakit. Cepat naik!"
"Oppa akan menggendongku?"
"Iya, cepat naik Jo Anna."
"Hehehe iya, yeay aku digendong Nathan oppa." Anna tersenyum sumringah, kakaknya memang pesawat terbang yang terbaik yang pernah ia miliki. Setidaknya Anna selalu menganggap dirinya sedang naik pesawat jika digendong oleh Nathan.
Nathan pura-pura cemberut lalu wajahnya berubah seketika setelah Anna berhasil naik ke punggungnya. Ada seulas senyum tipis yang terbit di bibir Nathan. Anna memang sering membuatnya kesal, tapi Anna tetaplah adik kesayangannya.
Setidaknya kilas balik itu muncul kembali saat Nathan melewati jalan yang ia sering lewati bersama Anna. Kenangan-kenangan itu muncul kembali menghantui pikiran Nathan. Rasa rindunya memang sebesar itu hingga sosok Anna kini muncul dihadapannya.
Anna melambaikan tangan, berjalan muncur agar tetap bisa menatap wajah Nathan. Ia tersenyum mengisyaratkan agar Nathan cepat-cepat mengejarnya. Tapi Nathan tak segila itu, ia masih sadar bahwa itu hanyalah sebuah halusinasi. Anna didepannya hanyalah sebuah bayangan semu yang membuatnya semakin merindukan Anna.
Nathan menggelengkan kepala mencoba mengusir bayangan Anna dari hadapannya. Tapi sialnya, bayangan itu kembali muncul menampilkan sosok Anna yang menggemaskan.
"Oppa."
Pertahanan Nathan runtuh, ia melangkah mendekati Anna. Ia ingin menyentuh pipi gadis itu barang sedetik saja. Tapi sayang, seberapapun Nathan mencoba, itu hanyalah bayangan seorang Jo Anna.
Nathan jatuh terduduk, memegangi dadanya yang terasa begitu sesak. Airmatanya tumpah membasahi pipinya yang kini semakin tirus.
"Anna, bisakah kau memberiku kesempatan untuk bertemu denganmu sekali saja? Aku merindukanmu Anna. Untuk apa aku pulang jika di rumah tidak ada siapa-siapa. Untuk apa aku hidup? Lebih baik aku mati bersamamu. Apa disana indah? Apa kau nyaman tinggal disana?"
Nathan mendongak menatap langit yang kini sudah berubah warna, melontarkan pertanyaan yang ia harap Anna benar-benar mendengarnya. Dari lubuk hati yang paling dalam, Jo Nathan benar-benar merindukan Jo Anna.
Tbc
12/12/2017
KAMU SEDANG MEMBACA
The Unforgettable Memory (Chanrene Fanfiction)
FanfictionJo Anna adalah kenangan yang tak terlupakan bagi Jo Nathan. 11/12/2017 - 17/02/2018