TIRI-TIGA

4.2K 292 71
                                    


Cinta nggak melulu dari mata ke hati. Bisa juga tercipta dari kebersamaan yang ada.

Dwi pulang ke rumah dengan hati berbunga. Ia tersenyum mengingat ucapan Ricka. Ia buka pintu rumahnya dengan senyum terkembang lebar. Ia raba dinding di sebelah pintu.

Klik…

Terdengar suara saklar ditekan lalu dilepaskan. Seketika cahaya menyerbu kornea. Ia sempat mundur selangkah sembari menutup wajahnya. Kepalanya sedikit pusing akibat cahaya yang menyerang korneanya. Ia kerjap-kerjapkan kelopaknya. Beberapa menit kemudian ia mampu membiasakan korneanya dengan cahaya yang masuk.

Dwi melangkah memasuki area dalam rumahnya. Ia hempaskan tubuhnya di sofa ruang tengah itu. Ia sandarkan kepalanya pada sofa. Merasakan penat tubuhnya, Ia pejamkan matanya. Pikirannya melayang ke kejadian beberapa waktu lalu. Saat ia bertemu, mengobrol dengan Ricka. Saat ia sedang asyik memikirkan Ricka, ia tergeragap bangun dan berlari ke arah kamarnya di lantai atas. Ia lupa jika hari ini ia ada janji dengan salah satu temannya untuk mengambil motornya yang rusak. Ia melihat jam yang tergantung di dinding kamarnya. Ini sudah lewat sejam dari janjinya.

Dwi menaruh tasnya di kasur dan bergegas mengambil handuk di dekat pintu balkon. Ia masuk kamar mandi.

Terdengar suara air jatuh, tidak lama kemudian pintu itu terbuka lagi menampakkan Dwi dengan rambut basah dan tubuh setengah telanjang. Ia berjalan pelan sembari menggosokkan handuk pada rambut basahnya. Ia buka pintu almarinya dan mengambil satu kaos dan celana jeans. Ia kenakan, beralih ke meja di dekat almari. Mengambil pomade, mengoleskannya pada rambut kemudian ia sisir rapi rambutnya. Ia keluar dari kamar dengan kondisi fresh, ia mengambil kunci rumah dan bergegas keluar rumah setelah memastikan rumahnya terkunci.

***

Pagi ini Dwi terburu-buru bangun. Ia melupakan sarapannya. Bahkan ia tidak sempat berdandan seperti biasa. Ia terlambat bangun karena semalam ia pulang larut. Yang tadinya ia berniat menaiki motor akhirnya batal karena mengingat ucapan Ricka. Saat ia mengingat Ricka, jantungnya berdebar. Hatinya berdesir gembira. Bibirnya merekahkan senyuman. Ricka sukses membuatnya seperti orang gila saat mengingatnya.

Dengan langkah lebar Dwi keluar rumah. Ia takut kalau ia terlambat Ricka sudah lebih dulu berangkat. Beruntung saat ia sampai di jalan raya, ada bus yang langsung berhenti menurunkan penumpang. Dwi segera menaikinya. Ia mengedarkan pandangannya, namun tidak ada tempat duduk kosong. Menghela napas ia memutuskan berdiri di dekat pintu masuk. Karena bus tidak berhenti menurunkan penumpang. Perjalanannya ke terminal sedikit lebih cepat.  Tidak lama kemudian bus berhenti di luar terminal. Bus tidak masuk ke dalam, dengan terpaksa Dwi harus berjalan kaki masuk ke dalam untuk mengejar bus Trans Jogjakarta.

Saat tiba di bangku tunggu, Dwi melihat Ricka sedang asyik melihat layar ponselnya. Ia tersenyum menghampiri dan duduk di sebelahnya yang kosong. Ricka menoleh padanya dan menyunggingkan senyum manis.

"Tumben siang, Mas?" tanya Ricka.

"Kesiangan, Dek. Semalem ada janji ma temen pulang sampai larut."

"Oh.…"

"Kenapa belum berangkat?"

"Busnya belum datang, Mas. Katanya sedikit agak telat."

"Oh gitu…." Dwi menatap ke pos jaga petugas terminal. Ia teringat akan motornya. Lantas ia berkata, "Semalem motorku udah jadi. Gimana kalau besok kita berangkat bareng naik motorku. Aku jemput kamu di rumah atau di sini nggak apa-apa."

"Nanti mas repot kalau begitu. Nggak usah aja, mas. Biar Aku naik bus."

"Nggak apa-apa. Biar kamu irit uang transport juga."

"Beneran, Mas?"

"Iya." Dwi tersenyum manis menyakinkan Ricka.

"Ya udah deh, Ricka ikut aja maunya, Mas." Ricka menatap Dwi tepat di manik matanya. Teringat dengan kejadian kemarin, ia segera bertanya, "Kemarin mas mau tanya apa?"

"Mau tanya nomer hp kamu sih. Soalnya biar bisa ngabarin kamu." Dwi mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya. Mengutak-atik sebentar menunggu Ricka.

"Oh… +62896723xxxxx." Ricka menyebutkan sederet angka.

"Udah Aku save. Misscall dulu. Masuk nggak?"

Ricka mengangkat ponselnya yang berdering akibat panggilan masuk dari Dwi. Menunjukkan pada Dwi yang tersenyum menatapnya.

"Itu nomerku. Disave ya?" Dwi memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana jeansnya. "Mau dijemput di mana, Dek?" lanjutnya.

"Hm… Di sini aja ya, Mas. Gimana?"

"Ya udah, nggak apa-apa. Besok Aku tunggu di depan sana." Dwi menunjuk salah satu agen tiket bus malam di sana yang masih tutup.

Ricka hanya mengacungkan jempolnya. Lantas ia mengutak atik ponselnya sebentar. Tidak lama kemudian bus datang. Ricka berdiri sambil memasukkan ponsel ke dalam tas. Dwi mengikuti Ricka berdiri. Begitu bus berhenti, mereka melangkah masuk bergantian. Kursi masih banyak yang kosong karena bus datang terlambat.

***

Seminggu telah berlalu, Dwi dan Ricka selalu berangkat dan pulang bersama. Bahkan mereka semakin dekat setiap harinya. Setiap malam mereka chatting, pagi berangkat dan sore pulang bareng. Kadang mereka juga menyempatkan makan sepulang kerja. Seperti saat ini. Mereka sedang makan di salah satu gerai fried chicken.

Seorang perempuan dengan seragam biru dengan nama gerai menghampiri tempat duduk mereka. Menanyakan pesanannya, lantas mengeluarkan notes dan pulpen untuk mencatat.

Ricka melihat-lihat menu sebentar yang terpajang di atas counter kasir. Ia menyebutkan beberapa makanan begitu matanya selesai melihat menu. Begitu pun, Dwi. Dengan sigap sang pelayan mencatat pesanan mereka.

"Kamu mau pesen apa lagi, Dek?" tanya Dwi.

"Udah, Mas. Itu aja cukup."

"Ya udah, Mbak, itu aja." Dwi berkata sembari menoleh pada mbak-mbak pelayan yang mencatat pesanan mereka. Pelayan itu mengangguk mengerti.

"Baik. Ditunggu ya Mas, Mbak, pesenannya," kata pelayan ramah.

Dwi dan Ricka hanya mengangguk menanggapi ucapan pelayan.

"Dek… Besok kan minggu. Kamu ada acara?" tanya Dwi.

"Nggak, Mas. Kenapa?" kata Ricka.

"Nanti malam, jalan yuk. Di alun-alun lagi ada pasar malam juga. Nanti biar Aku yang bilang ma bapak atau ibu kamu. Gimana?"

"Hm…." Ricka mengetukkan jari telunjuknya di dagu. Menimang ajakan Dwi. Tebersit sinar geli di matanya menatap mimik Dwi.

Dwi menunggu dengan cemas jawaban Ricka. Ia berharap Ricka mau jalan berdua dengannya. Netranya begitu terpaku memandang Ricka.

Ricka tersenyum manis. Ia membuka mulutnya untuk berbicara.

To be continued

943 Words
Monday, 18 Desember 2017
01.00 AM
@Maharidhika_Ika
(Editing typo : Thursday, 21 Desember 2017)

Till I Reach It [Complete] - RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang