TIRI-SEPULUH

2.9K 191 50
                                    


Berjuang dulu baru menikmati hasilnya.
Hasil tak akan mengkhianati perjuangan.

Dwi kembali ke kantornya. Ia meninggalkan beberapa barang belanjaan di dapur kantor. Ia lupa bahwa ia tadi sempat minta tolong ke Dion untuk belanja kebutuhan di rumah. Mbok Djum masih belum leluasa untuk bergerak akibat insiden waktu itu. Dwi mengambil kantung belanjaannya dan bergegas pulang ke rumah.

Di jalan pulang, Dwi teringat tentang pesan Ricka. Ia rogoh kembali saku kemejanya, dibuka benda persegi canggihnya. Ia scroll mencari pesan dari Ricka. Ia segera mengetik membalasnya. Namun sayang, Ricka tidak membalas pesannya. Mungkin Ricka sedang sibuk. Pikirnya.

Dwi turun dari bus dengan tangan penuh menenteng belanjaan dan makanan untuk dirinya dan Mbok Djum. Mbok Djum yang tadinya sedang membersihkan meja dan kursi di teras karena debu segera menghampiri Dwi dengan sedikit tergesa. Ia ingin membantu Dwi membawa belanjaannya, namun ditolak halus oleh Dwi. Akhirnya Mbok Djum melangkah pelan mengikuti Dwi masuk ke dalam rumah.

Dwi berjalan lurus menuju dapur. Ia letakkan belanjaannya di meja dapur. Ia buka plastik kecil berisi makanan. Ia ambil dua piring, sendok dan gelas di rak. Ia bawa satu persatu ke meja dapur. Tidak diizinkannya Mbok Djum membantunya.  Ia berikan satu bungkus nasi padang pada Mbok Djum. Ia buka sendiri nasi bagiannya. Ia makan perlahan.

“Mas lagi seneng, ya?” tanya Mbok Djum.

“Emang keliatan, Mbok kalau Aku lagi seneng?” Dwi tersenyum tak mampu memyembunyikan kebahagiaannya.

“Mas lebih semangat dari biasanya sih.” Mbok Djum ikut tersenyum senang.

“Masih inget nggak Mbok sama perempuan yang Aku ceritain ke Mbok waktu itu.” Dwi menegakkan badannya, ia menghadap Mbok Djum. Sinar matanya memancarkan antusiasme tinggi saat akan membicarakan Ricka.

“Siapa, Mas? Mbak Via? Ricka? Abel?”

“Ricka, Mbok.”

“Mas udah baikan ma Ricka?”

“Belum. Tapi tadi sewaktu Aku pulang, aku liat dia dijemput laki-laki.”

“Lhoh… Ricka dijemput laki-laki kok seneng.”

“Kalau masalah itu Aku juga panas ati, Mbok. Tapi setelah itu Aku dapet SMS, dia minta ketemu buat ngejelasin sesuatu.”

“Alhamdulillah, Mas. Mbok yakin neng Ricka iku baik.”

“Iya, Mbok. Mbok lanjut makan, terus istirahat. Aku habis ini juga mau mandi terus istirahat, Mbok. Itu belanjaan diberesin besok pagi aja.”

Nggih, mas. Biar Mbok cuci dulu piring ma gelasnya baru istirahat.”

Dwi mengangguk mengiyakan. Dia menyerahkan piring, sendok dan gelas kotornya. Ia mengamati Mbok Djum yang berjalan dengan sedikit pincang ke arah wastafel. Ia masih asyik memandangi Mbok Djum sembari berkhayal, seandainya perempuan yang sedang berdiri memunggunginya itu adalah istrinya. Alangkah senang hatinya. Mbok Djum sudah selesai mencuci, ia mengelap tangannya. Ia berlalu dari hadapan Dwi saat melihat Dwi masih asyik dengan pikirannya. Ia yakin Dwi sedang berimajinasi indah, terlihat dari senyuman yang terukir di wajahnya. Tidak ingin mengganggu khayalan indah sang majikan Mbok Djum memasuki kamarnya perlahan.

Dwi tersentak bangun dari lamunannya saat mendengar suara kucing ribut. Ia mengedarkan pandangannya. Mbok Djum sudah selesai, ia bangkit dari duduknya. Melangkah menuju kamarnya untuk bebenah diri dan istirahat.

***

Dwi terbangun dari tidurnya saat mendengar suara adzan dari masjid. Ia bangkit menuju kamar mandi. Ia mengambil: air wudhu, baju koko, sajadah dan peci dari lemari. Ia melangkah keluar kamar dengan perlahan, takut mengganggu tidur Mbok Djum. Ia keluar rumah menuju masjid. Ia sholat shubuh di masjid.

Till I Reach It [Complete] - RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang