TIRI-TUJUH BELAS

2.1K 178 25
                                    

...

Manusia itu tempatnya khilaf dan dosa. Jangan samakan manusia dengan Tuhan yang sempurna.
Fisikmu boleh sempurna, diriku cacat.
Tapi apakah hidupmu sesempurna fisikmu?

...

Suasa yang semula ramai menjadi hening seketika. Ricka bangkit dari duduknya, melangkah menuju pintu depan. Sementara yang lainnya kembali melanjutkan obrolan.

Ricka mengernyit heran menatap Yusuf yang bertamu ke rumahnya tanpa pemberitahuan.

“Masuk, Mas?” tawar Ricka.

Yusuf belum menjawab, ia melongok ke dalam untuk mengetahui siapa tamu di rumah Ricka. Begitu melihat siapa tamunya, Yusuf segera pamit. Ada rasa tidak suka saat melihat Dwi dan keluarga Ricka dekat. Dalam hati, ia akan berusaha lebih keras untuk mendapatkan hati Ricka dan keluarganya.

Aneh. Untuk apa bertamu jika nggak bilang apa-apa. Batin Ricka. Ricka menggelengkan kepalanya lantas kembali ke dalam, bergabung dengan yang lainnya.

***

Ricka berjalan berdampingan dengan Dwi menuju taman. Baik Ricka maupun Dwi sama-sama diam. Mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

Ricka berkutat dengan pikirannya akan masa lalu. Dwi sudah berani jujur tentang dirinya. Walaupun tidak semuanya, setidaknya ia mengetahui sedikit kehidupan Dwi. Ricka merasa jika ia tidak adil dengan Dwi. Dwi bahkan sudah berani jujur dengan kekurangannya, kenapa dia tidak? Batin Ricka.

Sedangkan Dwi berpikir mengenai hubungannya dengan Ricka. Sudah satu bulan hubungan mereka. Memang orang tua Ricka tidak tahu apa pun masalah hubungan mereka. Tapi cepat atau lambat Dwi pasti akan jujur ke orang tua Ricka mengenai hubungannya dengan Ricka.

Mereka tiba di sebuah bangku. Ricka meminta untuk duduk, istirahat. Dwi duduk di samping Ricka, menghadap Ricka. Masih saja ia mengagumi keindahan paras Ricka.

Dwi melihat ada yang salah dengan Ricka. Kening perempuan itu berkerut, senyum seakan hilang dari bibirnya. Dwi mengulurkan tangan kirinya menyentuh puncak kepala Ricka. Tubuh Ricka sempat menegang beberapa detik. Namun rileks kembali.

“Ada apa?” tanya Dwi.

“Aku mau bicara jujur, Mas.”

Jantungnya berpacu cepat. Hatinya merasa khawatir, was-was. Ricka menundukkan kepala memyembunyikan kegelisahannya. Masih dengan batin dan pikiran yang berperang. Tanpa sadar ia memilin ujung bajunya.

Semua hal yang dilakukan Ricka tak luput dari pandangan Dwi. Dwi masih bertanya-tanya, apa yang terjadi. Ada apa ini. Ia tidak mau salah menebak, ia menunggu Ricka untuk bicara.

Ricka menghela napasnya berat, ingin rasanya ia untuk menutup seluruh lembaran kisah kelam di hidupnya, tapi ia tak bisa. Ia harus menceritakan ini.

“Aku punya masa lalu pahit, Mas.”

“Apa itu?” tanya Dwi penasaran.

“Aku dulu pernah hamil.”

Dwi terpaku di tempatnya. Hamil. Kata itu terus saja berputar di benaknya. Ditatapnya Ricka dengan tak percaya. Dwi merasa ia belum mengenal Ricka.

Melihat Dwi tak meresponnya. Ricka melanjutkan.

“Dulu… Sewaktu Aku kelas sebelas SMA. Aku terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Aku selalu pergi dengan teman-temanku tanpa tahu waktu. Aku mengenal minuman keras. Saat itu Aku diajak ke rumah kontrakan kecil yang biasa mereka pakai untuk berkumpul. Rumah itu memang dikontrak dengan tujuan seperti itu. Apalagi pemilik rumahnya berbeda gang rumahnya dengan yang dikontrakkan.

Aku dalam pengaruh minuman alkohol, Aku diperkosa oleh tiga orang pacar temanku. Waktu itu hanya Aku sendirilah yang masih perawan. Berbeda dengan ketiga temanku yang sudah tidak perawan lagi. Aku seperti piala bergilir untuk mereka.”

Tanpa terasa, air mata mulai mengalir di pipi mulus Ricka. Raut itu penuh dengan kesedihan. Ricka menyesali semua perbuatan buruk yang telah ia lakukan. Ia hapus air mata yang mengalir.

Dwi termangu di tempatnya. Bibirnya kelu hanya untuk berbicara menenangkan Ricka. Di benaknya, ia membayangkan kejadian yang diceritakan Ricka.

Masih dengan air mata menggenang, ia kemudian melanjutkan lagi.

“Aku ditinggal begitu saja di rumah itu dalam kondisi telanjang. Saat Aku terbangun, semuanya sudah tidak ada. Bahkan saat Aku kembali ke sekolah. Mereka tidak ada yang berangkat sekolah. Ketiga temanku pindah ke luar kota, Aku tidak bisa menghubungi mereka lagi. Sejak saat itu, Aku memutuskan untuk menutup diri. Aku bahkan tidak berani cerita pada ayah dan ibu.

Namun… nasib buruk memang sedang terjadi padaku waktu itu. Satu bulan kemudian, Aku muntah-muntah. Ibu yang pertama kali memergokiku sedang muntah-muntah di toilet. Aku di suruh test pakai testpack. Hasilnya positif. Aku kalut, ibu marah. Ayah pun murka. Kakakku diam saja. Tidak tahu harus berbuat apa.

Ayah memintaku jujur, akhirnya Aku jujur. Kuceritakan semuanya pada orang tuaku. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Orang yang memperkosaku, Aku bahkan tidak tahu mereka bersekolah di mana. Orang tuaku mencoba mencari informasi tentang tiga temanku ke sekolah. Namun nihil. Saat kami menelpon ke sekolah yang bersangkutan, ternyata mereka pindah lagi.”

Ricka menghela napasnya dalam-dalam. Ia hembuskan pelan-pelan guna mengurangi rasa sesak di dada akibat kenangan itu. Air matanya menetes lagi. Ia usap kasar air itu. Ia dongakkan kepalanya. Menatap langit cerah yang malah membuatnya semakin ingin menangis.

Dwi masih diam. Tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Ia masih tetap menunggu Ricka untuk selesai bercerita.

Ricka memejamkan matanya. Meresapi perasaan yang memyeruak muncul akibat kenangan itu. Ia buka kembali matanya. Ditatapnya netra Dwi. Ia melihat tatapan kasihan, sayang dan cinta. Ricka tak mengharapkan kasihan itu. Ia gerakkan ke samping kepalanya. Ia menatap seorang ibu yang sedang menyuapi anaknya.

“Aku… Saat itu benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Aku sedih, Aku frustasi. Dua minggu Aku tidak berangkat sekolah. Aku mulai dengan lembaran baru. Aku dan keluargaku datang ke sekolah, ingin mengambil berkas-berkas milikku dan mengembalikan buku-buku dari sekolah. Tapi Tuhan berkata lain. Waktu itu ayah berhenti untuk mengisi bensin. Aku pamit beli bubur ayam. Saat Aku menyeberang untuk kembali ke mobil, ada sebuah truk datang dari arah kiri dengan kecepatan kencang. Aku panik, ingin lari tapi kakiku seperti dipaku di tempat itu.

Setelah itu, Aku tidak tahu apapun. Karena Aku terbangun di ruang perawatan rumah sakit. Kata ibu, akibat kecelakaan itu. Aku koma selama satu minggu dan Aku kehilangan janin di rahimku. Pihak sekolah akhirnya tahu masalahku. Dan membantuku mencari ketiga temanku. Bahkan Aku masih bisa melanjutkan pendidikanku.”

Ricka menatap kembali mata cokelat Dwi. Dwi tersenyum, walaupun itu terlihat aneh di mata Ricka. Tapi ada sinar ketulusan di mata itu. Senyum itu menular pada Ricka. Ricka ikut tersenyum meskipun matanua meneteskan air mata.

Dwi mengusap air mata itu, ia tangkup kedua pipi Ricka. Ia tatap mata itu dalam-dalam. Sungguh, ia tidak menyangka jika Ricka pernah mengalami hal berat seperti itu. Masih dengan senyum di bibirnya, Dwi mencoba untuk berbicara sesuai dengan isi hatinya.

Dwi…

To be continued

1042 words
Rabu, 03 Januari 2018
00.18 am

Till I Reach It [Complete] - RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang