…
Terkadang kita harus mengambil resiko untuk sebuah perubahan.
Terutama perubahan dalam hidup.
…Terdengar nada sambung dari ponselnya, Dwi menunggu panggilannya diangkat.
Ya hallo. Assalamu'alaikum…
Wa’alaikumsalam, Dek.
Oh Mas Dwi. Kenapa mas?
Besok malam ada acara?
Nggak sih. Emang mau ngajak jalan ke mana?
Nggak ke mana-mana. Muter-muter Kota jogja aja.
Oh gitu. Boleh deh.
Ya udah kalau gitu. Nanti jam setengah tujuh Aku jemput ke rumah.
Oke, Mas.
Wassalamualikum.
Wa’alaikumsalam, Mas.
Sambungan terputus. Senyum terukir di wajah Dwi. Ia beranjak ke dapur untuk membuat kopi. Pikirannya masih kacau jika mengingat orang tuanya. Ia mengambil mug di rak. Ia buka satu sachet cappuccino, dituangkannya ke dalam mug. Ia beralih ke dispenser di pojok, ia tekan tuas berwarna merah yang mengeluarkan air panas.
Dwi beranjak kembali ke lemari mengambil sendok kecil. Ia aduk minumannya, lalu ia bawa kembali ke ruang kerjanya. Hari ini ia akan bekerja ekstra demi bisa memenuhi janjinya tepat waktu.
***
Dwi sedang asyik memilah-milah baju yang ada di almari. Mbok Djum datang dengan beberapa baju Dwi yang sudah di setrika. Melihat kelakuan Dwi yang bingung di depan pintu almari, Mbok Djum bertanya, “Lagi apa tho mas?”
“Aku mau ngelamar Ricka, Mbok. Pakai baju apa ya?”
“Mas mau ngelamar Ricka sama siapa?”
“Sendiri dulu, Mbok. Baru besok Aku ajak Mbok sama Pak RT. Tadi sore Aku mampir ke sana.”
“Oh… ya sudah pakai aja biasanya mas.”
“Tapi Mbok….” Dwi menggantung ucapannya.
“Yang penting sopan, rapi dan wangi, Mas."
“Aku pakai kaos sama kemeja aja kali ya, Mbok. Biar agak kekinian gitu.”
“Hahaha… mas ini.”
Mbok Djum tertawa meninggalkan Dwi di kamarnya. Dwi mengambil satu kaos berwarna abu-abu dan kemeja warna biru tua kotak-kotak. Ia kenakan bajunya, tak lupa ia semprotkan parfum lalu ia beranjak ke almari satunya untuk menyisir rambutnya.
Dwi melepas kacamata minusnya, lalu ia bersihkan. Ia pakai lagi kacamata itu. Lalu beranjak keluar rumah menjemput Ricka.
Setibanya di rumah Ricka. Ia melihat Ricka keluar mengenakan jeans dan blus berwarna biru. Matanya terpaku akan penampilan Ricka yang cantik menawan. Sorot matanya berbinar penuh kekaguman. Bibirnya membentuk senyumin indah.
Begitu pun Ricka. Netranya menatap Dwi dengan bahagia. Ia suka penampilan baru Dwi. Lebih keren dari biasanya. Gantengnya. Batin Ricka.
Ricka menghampiri Dwi yang masih terpaku menatapnya. “Kenapa, Mas?” tanya Ricka.
“Kamu cantik, Dek.”
Wajahnya merona, Ricka menundukkan kepalanya malu dipuji seperti itu. Ia membalas, “Mas juga keren. Lain dari biasanya.”
Dwi tersenyum. Jantungnya berdetak tak karuan mendengar pujian Ricka. Rasa bahagia membuncah di hatinya. Senyum tak luntur dari wajahnya hingga mereka tiba di alun-alun. Ricka berjalan ke arah pohon beringin di sana, duduk di bawahnya. Mengedarkan pandangannya melihat sekitar. Mencari keberadaan Dwi yang menghilang tak tahu ke mana.
Dwi datang membawa sebuket bunga mawar merah dan putih. Ia ulurkan tangannya membantu Ricka berdiri. Kemudian Dwi berlutut seraya menyodorkan buket bunga.
“Ricka…,” panggil Dwi lembut. Jantungnya berdebar semakin kencang. Bulir-bulir air mulai bermunculan di pelipisnya.
“Ya, Mas.” Ricka menjawab dengan bingung. Ia edarkan pandangannya ke sekitar. Ada beberapa orang memperhatikan mereka. Dan mulai bertambah banyak yang melihatnya. Ia malu, ia tundukkan kepalanya. Memilin ujung bajunya untuk menghilangkan sedikit rasa malu karena diperhatikan orang banyak. Jangan bilang Mas Dwi mau ngelamar Aku. Batinnya.
“Aku tahu, kita kenal baru sebentar. Belum tahunan. Tapi Aku mau jujur.” Dwi menghela napasnya dalam-dalam. Ia mulai terserang penyakit panik saat melihat semakin banyak orang mengelilingi mereka. Dwi semakin bingung menyusun kata-kata di kepalanya.
“Aku suka sama kamu, Dek. Bukan sekedar suka. Tapi Aku jatuh hati padamu.” Dwi menjeda ucapannya. Ia melihat Ricka mematung dengan senyuman kaku. Dwi paham Ricka pasti tidak nyaman menjadi pusat perhatian.
“Aku memang bukan pria romantis. Bukan pria sempurna. Tapi Aku. Dengan ketulusan hatiku, segenap jiwaku memintamu untuk menjadi istriku. Ibu dari anak-anak dan menjalani masa tua bersama.” Dwi menghembuskan napasnya panjang dan pelan, ia melanjutkan, “maukah kamu?”
Ricka terkejut mendengarnya. Ia tak menyangka jika Dwi benar-benar melakukan apa yang ada di benaknya. Ia bingung ingin memberikan jawaban apa. Ia melihat sekitar lagi. Seluruh pengunjung yang melihat adegan Dwi menatapnya menuntut jawaban.
Ricka menelan ludahnya susah payah. Ia tak tahu harus menjawab apa. Di sisi lain, is ingin hubungan ini berlanjut. Tapi ia masih abu-abu akan hidup Dwi.
“Aku minta maaf, Mas.”
Raut wajah Dwi berubah menjadi sendu. Kekecewaan itu terlihat jelas di matanya. Ia berdiri, menatap Ricka dengan seksama. Membingkai paras ayunya di benaknya.
“Aku belum bisa menjawabnya sekarang. Tolong buktikan keseriusanmu, Mas.” Ricka buru-buru menyambung ucapannya saat melihat raut kekecewaan Dwi. Ia tak enak hati melihat wajah sendunya.
Dwi menghembuskan napas lega. Ia masih ada kesempatan untuk mendapatkan Ricka. Para pengunjung pun membubarkan diri. Ricka meminta maaf kembali pada Dwi.
“Nggak apa-apa, kok, Dek. Ini bunganya.” Dwi menyodorkan buket bunga yang sedari tadi ia pegang. Ricka menerima dengan senyuman kikuk. Bahkan ia masih saja kepikiran akan jawabannya barusan yang membuat Dwi kecewa.
Dwi yang merasa canggung akhirnya menawarkan Ricka untuk pulang. Karena ia yakin jika terus berada di sana, Ricka pasti akan semakin tak nyaman.
“Pulang sekarang atau nanti?”
“Pulang sekarang ya, Mas. Ricka mau nenangin pikiran dulu.”
Benar dugaannya, akibat perbuatannya barusan. Ricka merasa tak nyaman. Dwi mengangguk seraya berucap, “Boleh.”
Mereka beranjak pulang. Di perjalanan pulang, baik Dwi maupun Ricka sama-sama diam. Perjalanan pulang kali ini dihiasi keheningan. Ricka masih memikirkan perasaan Dwi akibat penolakannya. Raut wajah Ricka benar-benar mengekspresikan ia sedang berpikir keras.
Tak ada bedanya dengan Dwi, Dwi pun memikirkan langkah apa yang harus ia lakukan supaya Ricka percaya bahwa ia serius dengan ucapannya. Dwi melihat sebuah ruko dengan plakat nama besar sebuah toko perhiasan ternama. Ia tersenyum cerah. Raut wajah yang semula sendu akhirnya berubah menjadi binar-binar semangat.
Di benaknya sudah tersusun rencana untuk membuktikan bahwa Dwi bersungguh-sungguh dengan perkataannya.
…
To be continued
963 Words
Sabtu, 06 Januari 2018
03.50 AM
![](https://img.wattpad.com/cover/131773463-288-k723072.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Till I Reach It [Complete] - Revisi
RomanceDwi berpikir bahwa ia harus mencari pasangan karena usianya yang sudah cukup matang yaitu 32 tahun. Tidak mungkin sampai tua ia akan melajang terus, ada saatnya ia tidak bisa berbuat apa-apa dan ia butuh seseorang yang mau mengurusnya. Ia butuh seor...