"Besok kau sudah bisa mulai bekerja. Tidak. Tidak bekerja. Lebih tepatnya hanya duduk di belakang meja sebagai formalitas. Tidak. Tidak hanya duduk. Kau boleh pula berjalan-jalan di sekitar Cafe. Kau tahu bukan, di belakang ada danau dan pemandangan yang indah?"
Aliadrich menjauhkan ponselnya dari telinga untuk sekedar melihat kembali nama yang tertera disana. Tidak salah.
"Besok? Apakah tidak terlalu cepat, Kek?" Ali memijat pelipisnya pelan. Ia belum bisa membayangkan jika ia harus berpindah tempat bekerja secepat itu.
"Tentu tidak, cucuku. Lagipula, apa kau lupa kata dokter kemarin bahwa Kakekmu ini masih harus beristirahat di rumah?"
Ali menghela nafas. Kakeknya terlalu cerdik untuk diajak bernegosiasi, sama seperti dirinya bahkan terkadang lebih hebat.
"Baiklah, baiklah. Kau menang." putus Ali akhirnya. Terdengar kekehan kakeknya di seberang sana.
"Aku akan memberitahu Anne dulu. Berdoalah agar ia tak terkena serangan jantung mendengar bahwa besok hari-hari bebasnya hanyalah tinggal angan."
"Pasti adikmu bisa mengerti, Ali."
"Ya sudah, kembali lah bekerja. Nikmati hari terakhirmu di kantor." ucap Marius dengan nada yang seperti mengejek. Ali menghela nafas lagi. Sabar.
"Aku tahu, Kek. Baiklah. Jangan lupa minum obatmu dan beristirahatlah."
Ali mengakhiri telepon dan melemparkan ponselnya di sofa yang berada di ruangannya.
Besok? Besok ia akan berada di Neivel? Ia pun ragu apakah ia sudah siap atau belum. Lagipula, bagaimana dengan Anne? Ah ya!
Ali yang teringat pada adiknya itu kemudian meraih kembali ponselnya.Dengan gusar ia menunggu hingga nada sambung yang ia dengar berganti dengan suara adiknya.
"Dimana kau sekarang? Cafe?" tanya Ali to the point.
"Datanglah ke kantorku sekarang."
Ali menghembuskan nafas kasar. Sudah ia duga bahwa adiknya tak akan mau melewatkan waktunya bersenang-senang di Cafe hanya untuk datang ke kantor yang kata Anne 'cukup membosankan' itu.
"Apa kau lupa tentang apa yang kau bicarakan denganku tempo hari mengenai kau akan menggantikanku di kantor ini? Datanglah ke kantor sekarang atau tak akan ada lagi uang belanja untukmu."
Tanpa menunggu jawaban Anne, Ali menutup telefon tersebut dengan senyum penuh kemenangan. Membayangkan ekspresi adiknya yang pasti menggerutu habis-habisan.
***
"Apa?? Besokk?"
"Pelankan sedikit suaramu. Ini di kantor. Bersikaplah anggun!" tegur Ali karena Anne berteriak histeris.
"Tapi, Kak-- besok?"
"Ya."
"Benarkah?"
"Ya."
"Apa Kakek yang mengatakan ini padamu?"
"Ya."
"Kak! Berhentilah menjawabku hanya dengan satu kata itu. Menjengkelkan sekali. Aku sedang serius!"
"Apakah menurutmu aku sedang bercanda?"
Anne merebahkan tubuhnya di sofa kemudian menatap Ali lekat-lekat.
"Jadi?"
"Mengapa kau jadi banyak tanya begini, tidak kah kau paham, Anne Percy?! Ya, mulai besok kau bekerja di kantor ini dan aku di Cafe. Mengerti?"
"Ya Tuhan. Ternyata hari itu datang juga.." Anne menunduk lesu. Bibir tipisnya cemberut membayangkan dirinya tak lagi bisa shopping kesana kemari dan setiap hari harus mengenakan stelan rapi. Sangat tidak fashionable.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcake Love 2
FanfictionAliadrich Percy tak pernah menyukai ide Marius Percy, kakeknya, yang selalu menyuruhnya melanjutkan bisnis Cafe milik sang kakek. Walaupun ia cucu lelaki satu-satunya, namun Aliadrich lebih memilih duduk berjam-jam di belakang meja kantor, berkutat...