Sekali lagi Prilly mengerjapkan matanya. Tidak. Ia tidak salah lihat.
"Kau.."
Tanpa sadar Prilly menyentuh wajah Ali, sekedar membuktikan bahwa ini bukanlah mimpi.
"Ya, ini aku.." ucap Ali lembut. Ia tersenyum. Namun senyumnya seketika hilang setelah Prilly mendorong tubuhnya dengan kasar.
"Yudha, tolong jaga stand!"
Setelah berteriak begitu, Prilly berlari meninggalkan Ali yang terpaku sendirian. Kejadian itu terjadi begitu cepat. Ali tak tahu apa yang dikatakan Prilly pada seorang pelayan itu. Yang jelas, setelahnya, laki-laki itu menggantikan Prilly menjaga stand cupcake. Apa Prilly tak ingin bertemu dengan Ali? Memikirkan hal itu membuat Ali merasa nyeri di dadanya. Apakah bertemu dengannya membuat Prilly merasa begitu terganggu?
***
Gadis itu membuang celemek nya ke sembarang arah. Dadanya naik turun menahan emosi dan keterkejutan di saat yang bersamaan.
Saat ini Prilly berada di ruang pastry. Melarikan diri dari Ali sepertinya pilihan yang tepat. Untung saja ada Yudha yang bisa menggantikan Prilly menunggui stand cupcake nya.
Lagipula semuanya terjadi begitu cepat, seperti drama-drama di televisi.
Bagaimana bisa Ali ada di hadapannya, memeluknya?!
Semuanya terlalu kebetulan.
Prilly yakin Ali mendengar kalimat yang ia ucapkan setengah sadar tadi.
Bagaimana jika Ali tahu isi hatinya?
"Aaah! Kenapa bisa jadi giniiii..." Prilly menutup wajahnya.
Di satu sisi, pertemuannya dengan Ali membuatnya kaget dan marah, ia takut move on nya akan gagal sebegitu mudah. Tapi di sisi lain, Prilly tak munafik bahwa ia bahagia melihat Ali. Akhirnya rindunya terobati.
Ali masih sama. Masih tampan dan masih membuat jantung Prilly berdetak tak karuan setiap menatap matanya.
Lima hari. Lima hari ia akan berusaha menghindari Ali. Ya. Prilly memilih jalan itu. Itu yang terbaik menurut Prilly. Baik untuk Ali, baik juga untuk Prilly. Lagipula apa yang diharapkan Ali dari seorang Prilly yang kini jatuh miskin? Bersanding dengan Ali saja rasanya tak pantas.
"Tenang, Prill. Lima hari gak akan lama. Lo harus kuat. Lo harus kuat!" Prilly menepuk-nepuk dadanya sendiri seakan menyalurkan kekuatan. Setidaknya itu yang mampu ia lakukan.
Memang tak ada yang bisa diperjuangkan dalam hubungan ini, pikir Prilly. Memang sudah seharusnya mereka berjalan di jalannya masing-masing, tanpa bersinggungan.
Prilly berjalan menuju wastafel dan menyeka tangan serta wajahnya. Setelah mengelap tangannya hingga kering, gadis itu memutuskan untuk mengambil ponselnya di laci dan memanggil nomor seseorang.
***
"Apa?! Anne kau benar-benar gila!" seru Prilly setelah Anne menceritakan melalui telefon kronologi rencananya yang berhasil membawa Ali bertemu Prilly.
Di seberang sana Anne berjingkrak kegirangan karena Prilly bercerita kalau baru saja dirinya bertemu Ali.
"Ternyata Jakarta hanya se kecil biji jagung.." ledek Anne diakhiri tawanya.
"Ini tidak lucu, Anne!"
"Setidaknya bagiku ini lucu. Ah aku membayangkan betapa wajah kalian terkejut melihat satu sama lain!"
"Anne..!" rengek Prilly. Ia berniat menelefon Anne pada awalnya karena ingin meminta solusi, tapi kenyataannya justru dibully seperti ini.
"Lalu bagaimana?" tanya Anne dengan sisa tawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcake Love 2
FanfictionAliadrich Percy tak pernah menyukai ide Marius Percy, kakeknya, yang selalu menyuruhnya melanjutkan bisnis Cafe milik sang kakek. Walaupun ia cucu lelaki satu-satunya, namun Aliadrich lebih memilih duduk berjam-jam di belakang meja kantor, berkutat...