"Jadi bagaimana? Kau masih tetap belum mengenalku, Nona?" Ali memiringkan sedikit kepalanya untuk melihat ekspresi Prilly yang masih setia memunggungi Ali.
Tak ada jawaban. Diam-diam Ali tersenyum.
'Aku tahu aku menang.'
"Apa kau masih ingin melaporkanku pada bos mu, hm?"
"Ah ya. Tiba-tiba aku jadi penasaran. Siapa bos mu itu ya? Aku mengenalnya atau tidak?" Ali semakin gencar memojokkan Prilly sedangkan Prilly memilih untuk memejamkan matanya rapat-rapat. Dalam hati ia berdoa agar tubuhnya bisa lenyap seketika dari tempat itu. Namun tiba-tiba ia merasa takut. Ia takut ia akan kehilangan pekerjaannya karena kesalahan yang ia buat sendiri.
"Mama, Prilly harus gimana.." tanpa sadar ia menggumam dengan bahasa ibunya. Ali yang mendengarnya kemudian menaikkan alisnya bingung. Lagi-lagi wanita itu berbicara dengan bahasa asing yang tak dimengerti Ali.
"Kau bicara apa?" tanya Ali membuat Prilly tersentak. Prilly segera membalikkan badan dan memasang wajah penuh penyesalan yang memang tulus adanya. Ia begitu takut kehilangan pekerjaan. Bukan karena ia takut kehilangan uang, namun karena cinta nya pada Cafe ini yang sudah terlalu dalam. Ia takut ia harus meninggalkan Cafe ini.
"Maaf, Tuan. Maafkan aku. Aku sangat menyesal.." ujar Prilly sambil menunduk. Ia menarik nafas dalam-dalam ketika menyadari matanya memanas. Air sudah menumpuk di pelupuk mata gadis itu, siap meluncur. Ali yang menyadari perubahan sikap Prilly mendadak merasa bersalah. Ia tak bermaksud sampai membuat wanita itu menangis.
"Hei, tak apa. Dengar, aku tak berniat memecatmu." jelas Ali yang bisa membaca kemana jalan pikiran Prilly. Ia tahu Prilly pasti berpikir bahwa ia akan memecatnya.
Kepala Prilly yang tadinya tertunduk lesu langsung terangkat dengan penuh semangat. Matanya yang tadi memancarkan kesedihan kini berbinar penuh harap.
"Benarkah?" tanyanya memastikan.
"Tapi dengan satu syarat." ucap Ali dengan senyum liciknya. Ia tak mau melewatkan setiap kesempatan yang ada untuk mengerjai Prilly. Entah mengapa itu membuat Ali bahagia walau ia tak suka jika perempuan itu menangis.
Prilly menghela nafas.
"Sudah kuduga kau tak akan sebaik itu."
"Hei, jaga bicaramu. Ingat, aku adalah bos mu. Aku bisa memecatmu kapanpun kumau." balas Ali dengan sombong.
Mendengar kata "pecat", Prilly langsung menggelengkan kepalanya.
"Baiklah, baiklah. Cepat katakan apa syarat itu. Tapi ingat, jangan macam-macam!" ancam Prilly di akhir ucapannya. Ia tak segan-segan mengangkat jari telunjuknya di depan wajah Ali yang kemudian membuat Ali menepis tangannya pelan.
"Aku heran mengapa wanita tak tahu sopan santun seperti kau bisa menjadi Head Chef Cafe ini.." ejek Ali meremehkan. Prilly hanya bisa mendelik kesal. Sepertinya ia harus menyiapkan mental berlapis baja jika menghadapi bos baru nya ini.
"Sopan kau bilang? Mengapa aku harus sopan padamu? Aku yakin kita seumuran."
"Tapi aku bos mu. Jangan pernah lupa itu." tegas Ali. Prilly hanya membalas dengan anggukan malas.
"Baiklah, BOS!" ucap Prilly sambil menekankan kata 'bos'.
"Good girl."
"Tapi menurutku alangkah baiknya bila kita saling memperkenalkan diri terlebih dahulu." usul Ali.
"Seperti yang kau lihat di kartu tadi, namaku Aliadrich Percy. Tapi kau cukup memanggilku dengan Ali saja." ucap Ali sambil mengulurkan tangan kanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcake Love 2
FanfictionAliadrich Percy tak pernah menyukai ide Marius Percy, kakeknya, yang selalu menyuruhnya melanjutkan bisnis Cafe milik sang kakek. Walaupun ia cucu lelaki satu-satunya, namun Aliadrich lebih memilih duduk berjam-jam di belakang meja kantor, berkutat...