Darwin, Australia.
"Jakarta?!"
"Iya, Tuan. Pertemuan diadakan di Jakarta."
"Yang benar saja!"
"Tapi memang seperti itu yang tertera di poster yang di broadcast oleh pimpinan Charity Group, Tuan." sekretaris Ali itu masih berusaha meyakinkan bos nya bahwa apa yang ia infokan adalah benar. Ia mengarahkan tablet miliknya agar bisa dilihat oleh Ali. Ia pun tak tahu mengapa Ali bisa terlihat se emosi ini setelah mengetahui bahwa pertemuan Charity Group akan diadakan di Jakarta.
Ali melihat poster itu dengan seksama. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat.
"Tidak mungkin!" serunya tanpa sadar.
"Suruhlah orang lain yang berangkat kesana!"
"Tapi, Tuan, perusahaan ini sudah didaftarkan mengikuti pertemuan atas nama Tuan Aliadrich Percy.." jawab si sekretaris takut-takut.
"Apa?! Siapa yang mendaftarkan namaku tanpa seijinku?"
"Tu-Tuan Marius, Tuan.."
***
"Jadi Kakek sudah tahu tentang ini semua?"
"Ya."
"Apakah itu alasan mengapa kau memaksa ku kembali pindah ke perusahaan?"
"Aku hanya menuruti kemauan Anne saja." Marius menghembuskan nafas kasar. Malam ini tiba-tiba saja cucu nya itu datang ke rumahnya dengan wajah penuh emosi.
"Anne? Jadi bocah itu tahu?"
"Anne yang merencanakan ini semua, Ali. Dan Kakek mohon kau jangan marahi dia. Dia melakukan ini semua untukmu."
"Untukku? Apa tak salah dengar? Kemarin-kemarin dia menyuruhku untuk melupakan gadis itu dan sekarang ia justru menyusun rencana agar aku datang ke kota dimana gadis itu berada?"
Entah mengapa Ali enggan menyebut nama Prilly.
"Prilly maksudmu?"
Ali hanya diam.
Marius terkekeh mengejek.
"Bahkan menyebut namanya saja kau tak bisa. Artinya gadis itu masih menorehkan luka padamu, kan?"
Tak ada sahutan dari Ali yang masih betah mengatupkan bibirnya.
"Baiklah, jika memang kau tak ingin bertemu Prilly, tenang saja. Jakarta itu luas Ali, tidak seperti Darwin. Di kota seluas itu, kemungkinan kalian bertemu kecil. Jika kau memang tak ingin bertemu dia, semoga saja semesta mendukungmu." ucap Marius pada akhirnya. Ia tak ingin memperpanjang masalah dengan Ali yang memang terkenal keras kepala.
Sedang Ali yang mendengar penuturan Marius hanya diam. Entah mengapa ia merasa tak rela jika memang faktanya semesta mendukungnya untuk tidak bertemu Prilly.
***
Jakarta, Indonesia
"Kerjaaaa!" pekik Prilly yang baru saja selesai bersiap-siap untuk berangkat ke kantor.
Ia menatap badannya yang terbungkus seragam Chef dari Hotel Mutiara. Cukup mengobati rindunya pada Neivel Cafe walaupun seragamnya berbeda.
"Cantik nya anak Mama. Ini nak, sarapan dulu. Maaf Mama cuma bisa masak nasi goreng sama tempe goreng.." Stella yang datang ke kamar Prilly dengan membawa sepiring nasi goreng ditemani dua buah tempe goreng membuat Prilly menoleh.
Ia pun tersenyum menghampiri mama nya.
"Ih Mama. Nggak papa tauuu. Prilly suka kokk. Kangeen udah lama nggak makan tempe. Lagipula hmmm... bau nya enak!" girang Prilly berusaha menghibur Mama nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcake Love 2
FanfictionAliadrich Percy tak pernah menyukai ide Marius Percy, kakeknya, yang selalu menyuruhnya melanjutkan bisnis Cafe milik sang kakek. Walaupun ia cucu lelaki satu-satunya, namun Aliadrich lebih memilih duduk berjam-jam di belakang meja kantor, berkutat...