Chapter 17

6.5K 749 35
                                    

Sudah dua hari ini Ali terbaring di kamar hotelnya tanpa bisa melakukan apa-apa. Suhu tubuhnya tinggi namun keringat membasahi dahinya. Thomas sudah menawarkan Ali untuk mengantarnya ke rumah sakit tapi Ali menolak. Ali justru meminta tolong pada Thomas untuk menyampaikan ijinnya pada rekan-rekan yang lain.

Sebenarnya Ali merasa tak enak jika harus ijin seperti ini, apalagi besok adalah hari terakhirnya berada di Jakarta. Harusnya ia bisa mengikuti seluruh rangkaian kegiatan dan bukannya sakit seperti saat ini.

Kemarin, setelah bertemu Prilly, nafsu makan Ali seakan menguap begitu saja hingga tubuhnya benar-benar drop seperti sekarang. Ia sudah meminum obat yang dibelikan oleh Thomas namun tubuhnya masih terasa lemas dan panasnya belum hilang.

Deringan dari ponsel Ali membuatnya bersusah payah mengambil benda itu dari meja di dekat tempat tidurnya. Setelah melihat nama yang tertera disana, Ali justru melemparkan ponselnya pelan, enggan menjawab panggilan si penelefon yang adalah adiknya.

Ali menyesal kemarin memberi tahu bahwa dirinya sakit di negeri orang. Adik satu-satunya itu langsung rajin menelefonnya beberapa jam sekali, mengingatkan Ali untuk makan, istirahat dan juga minum obat. Namun segala ocehannya justru membuat kepala Ali makin berat. Ali juga melarang Anne untuk memberitahu hal ini pada Prilly padahal Anne ingin sekali meminta bantuan Prilly untuk mengasuh Ali sebentar sebelum kemudian pria itu kembali ke Darwin tapi Ali menolak mentah-mentah ide tersebut. Ia sudah berjanji bahwa ia tak akan mengganggu Prilly lagi apapun yang terjadi.

Menatap jam yang berada di dinding kamarnya, Ali kembali merasa bersalah pada seluruh anggota Charity Group. Ketika semua orang sedang mengikuti kegiatan, ia justru berbaring lemah di tempat tidurnya.

Ia pun kembali meraih ponsel yang tadi ia lemparkan dan kemudian men-dial nomor seseorang.

"Iya, Thom. Tenang lah aku sudah sembuh."

"Jadi apa kegiatannya sekarang?"

"Pertemuan? Dimana?"

"Oke, oke, baiklah. Aku segera menuju kesana."

Pria itupun bangkit dan memutuskan untuk mandi air hangat karena sejujurnya tubuhnya belum sembuh.

***

Dua hari ini Prilly uring-uringan.

Tidak di rumah, tidak di dapur hotel. Beberapa pekerjaannya tidak selesai dengan sempurna. Di rumah pun, ia menghabiskan banyak waktu nya di dalam kamar hingga Stella sempat berpikir bahwa putrinya itu sedang marah dengannya. Yudha yang melihat perubahan Prilly sempat menyarankan Prilly untuk mengambil cuti dengan alasan mungkin Prilly butuh liburan sebentar, namun gadis itu menolaknya mentah-mentah. Ia merasa ia tidak butuh cuti. Mungkin ia hanya sedikit lelah karena beberapa hari terakhir ini pekerjaannya di hotel cukup berat dan melelahkan.

"Gue nggak papa, Yud." jawab Prilly kala Yudha mengkhawatirkan dirinya.

"Yakin?"

"Iya ih! Apaan sih lo. Nggak usah lebay, deh!"

"Tapi muka lo pucet, Prill." Yudha mengangkat satu tangannya dan menyentuh dahi Prilly dengan punggung tangannya.

"Apa? Nggak panas kan?"

Yudha menggeleng.

"Gue bilang juga apa. Gue tu nggak papa. Kayaknya muka gue pucet efek dari gue lagi halangan deh, Yud. Makanya lemes gini.." terang Prilly, Yudha hanya manggut-manggut karena ia pun tak begitu paham.

"Eh, Yud. Sekarang jadwal tamu-tamu istimewa itu apa Yud?" tanya Prilly yang menyebut rombongan Charity Group sebagai 'tamu-tamu istimewa'.

"Tadi kata Bu Tika, sih, mereka lagi rapat, Prill. Ntar kita nganter snack sama minum buat mereka."

Cupcake Love 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang