"Jadi bagaimana, Kak?"
"Kau sudah resmi dengan Prilly?"
"Kapan hari jadi kalian?"
Ali berdecak kesal. Sedari tadi Anne memburunya dengan pertanyaan-pertanyaan yang baginya tak penting.
Salahnya.
Ini semua salah Ali karena tadi pagi Anne tak sengaja melihat ponsel Ali yang terdapat pesan masuk dari Prilly. Kontak tersebut diberi nama "Mon amour" oleh Ali. Tak perlu ditebak lagi, Anne heboh se heboh-heboh nya. Ia berteriak-teriak dan hampir seharian ini memburu Ali dengan pertanyaan-pertanyaan seputar Prilly.
Beruntung Ali bisa melarikan diri karena dirinya harus pergi ke Cafe sedangkan Anne pun harus pergi ke kantor.
Namun ketika mereka berdua sudah kembali bertemu di rumah seperti saat ini, pertanyaan-pertanyaan kembali dilontarkan oleh Anne.
"Pertama, ya, bisa dibilang kami sudah memiliki hubungan saat ini. Tapi aku tak perlu menyatakan perasaanku layaknya siswa SMA yang sedang jatuh cinta, bukan? Setidaknya aku tahu ia juga mencintaiku dan ia tahu aku mencintainya. Itu sudah lebih dari cukup." jawab Ali ketika ia merebahkan tubuhnya di sofa. Anne yang duduk di sofa seberangnya berdecak.
"Sudah kuduga bahwa kakak ku ini pasti tidak bisa romantis walau ketika momen sudah di depan mata." ejek Anne. Ia sibuk mengecat kuku-kuku jari tangan dan kakinya dengan warna ungu kesukaannya.
"Jangan sok tahu." balas Ali dengan mata tertutup.
Seharian penuh berada di Cafe hari ini membuatnya lelah apalagi Anne masih sering meminta bantuannya dalam me manage kantor. Namun meski demikian, Ali kini memiliki seorang penyemangat hari-hari nya. Siapa lagi kalau bukan Prilly yang kini setiap hari akan membawakan cupcake ke ruangan Ali. Ali pun tak pernah merasa bosan dengan cupcake buatan Prilly justru ia merasa ketagihan.
"Buktinya kau tak bisa menyatakan perasaanmu dan menembak Prilly secara resmi."
"Kelak kau akan paham, Anne. Orang dewasa tak memerlukan hal-hal konyol semacam itu untuk menyatakan perasaan mereka. Actions speak louder than words, you know?"
"Hmm. Okay, Kak. Okay. Setidaknya aku bahagia karena ramalanku tepat sasaran."
"Hmm apakah anak Mom kini adalah seorang peramal?" Abigail datang dari dapur membawa piring berisi cookies kemudian meletakkan nya di meja. Ia bergabung duduk di sebelah Anne yang langsung merebahkan kepalanya di pangkuan sang ibu yang sangat ia rindukan.
"Wah. Dari harumnya saja aku langsung mengenalinya!" seru Ali yang membuka mata kemudian mencomot cookies buatan Abigail.
Abigail memutuskan untuk mengambil cuti satu minggu dari butiknya. Terhitung dari hari Marius berulang tahun.
"Apa yang kalian bicarakan tadi? Sepertinya topik yang menarik.." ucap Abigail sambil mengusap rambut Anne.
"Itu, Mom--"
"Bukan apa-apa, Mom!" sahut Ali memotong ucapan Anne. Ia gelagapan takut Anne akan berbicara yang aneh-aneh.
"Apa sekarang anak-anak Mom sudah berani merahasiakan sesuatu dari Mom?" tanya Abigail pada Ali dengan tatapan penuh curiga. Yang ditatap justru menunduk tak berani melihat Abigail.
Ali memilih untuk diam sedangkan Anne menahan tawanya.
"Sekarang Kakak sudah bukan pria kesepian lagi, Mom!" seru Anne akhirnya. Abigail tampak terkejut namun ia tak bisa menyembunyikan raut bahagia di wajahnya.
"Benarkah begitu, Ali?"
Ali pun mengangguk sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Salah tingkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcake Love 2
FanfictionAliadrich Percy tak pernah menyukai ide Marius Percy, kakeknya, yang selalu menyuruhnya melanjutkan bisnis Cafe milik sang kakek. Walaupun ia cucu lelaki satu-satunya, namun Aliadrich lebih memilih duduk berjam-jam di belakang meja kantor, berkutat...