Rachel menghela nafasnya.
Ia tidak buta. Ia melihat semuanya. Dari awal. Jelas. Tidak terlewat sedetikpun.
Mulai dari awal ia dan Prilly memasuki Cafe, Rachel sudah bisa menangkap ke arah mana sorot pandang mata Ali.
Hanya Prilly.
Prilly yang Ali perhatikan.
Bukan siapapun. Bukan dia.
Begitupun ketika Prilly keluar Cafe bersama Aldrian, mata sendu Ali mengiringi kepergian mereka. Rachel melihat semua itu. Dan hanya orang bodoh yang tidak bisa mengartikan keadaan itu.
Rachel mulai bisa merangkai-rangkai puzzle di hadapannya. Ia mulai mengerti kenapa Prilly akhir-akhir ini juga tampak murung walau gadis itu masih berusaha menutupinya. Rachel juga sadar bahwa Ali tak pernah merasa nyaman berdekatan dengannya.
Ada sedikit perih di hati perempuan itu. Namun itu semua kalah dengan rasa bersalah yang kini menghinggap pada dirinya. Mungkinkah ia menjadi penghalang bagi Prilly dan juga Ali yang jelas-jelas saling mencintai?
Melihat Ali yang tiba-tiba meninggalkan pesta dengan kekhawatiran yang terlihat jelas di wajahnya mengusik Rachel untuk mengikutinya. Dan disinilah Rachel sekarang. Bersembunyi di balik tembok Cafe. Beruntung cahaya minim menyamarkan dirinya.
Air mata nya mengalir menyaksikan Prilly dan Ali saling memeluk satu sama lain. Tapi ia tetap berusaha tersenyum. Bukankah kebahagiaan Prilly juga merupakan kebahagiaan Rachel?
"You deserve him, Prilly.."
***
Prilly turun dari mobil Ali dengan wajah menunduk. Ia malu jika mengingat kejadian tadi. Ia juga memikirkan Rachel yang entah bagaimana tiba-tiba menghilang dari Cafe. Tak ada yang tahu Rachel ada di mana. Dom hanya bilang bahwa ia melihat Rachel keluar Cafe dengan tergesa-gesa.
"Memikirkan apa?" tanya Ali setelah mematikan mesin mobilnya dan ikut turun menghampiri Prilly.
Prilly menoleh kaget.
"Ah. Tidak apa-apa. Aku hanya memikirkan Rachel. Dimana dia sekarang.." gumam Prilly.
Ali mengusap kepala Prilly lembut hingga Prilly yang kaget hanya mengangkat kepalanya menatap Ali.
"Tenangkan dirimu. Jangan berpikir yang macam-macam. Sahabatmu pasti baik-baik saja." ucap Ali menenangkan.
"Semoga saja begitu."
Prilly menggigit bibirnya bingung harus berkata apa.
"Hmm. Ali. Ngomong-ngomong soal tadi-- terimakasih." ucap Prilly akhirnya.
Ali mengerutkan keningnya.
"Tadi? Yang mana? Terimakasih karena memperbolehkanmu memeluk orang paling tampan sedunia?" goda Ali.
"Aliiii." Prilly hanya bisa menahan tawanya sambil mencubit pelan lengan Ali.
Ali ikut tertawa melihat Prilly yang malu-malu.
Ali lalu terdiam memandang Prilly setelah tawanya mereda.
"Tapi.. soal tadi. Aku bersungguh-sungguh ketika mengatakan semuanya." ucap Ali serius.
"Tadi? Yang mana? Aduh aku lupa, Ali.." Prilly justru memasang tampang polos nya berpura-pura lupa ingatan.
Ali yang gemas pun meraih kepala Prilly dan menenggelamkannya di dada Ali.
"Gadis nakal." ucapnya sambil mengacak rambut Prilly.
Prilly hanya terbahak tapi ia melingkarkan kedua tangannya di pinggang Ali. Ia takut ia akan kehilangan momen ini setelah nanti ia pulang dan harus teringat akan Rachel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcake Love 2
FanfictionAliadrich Percy tak pernah menyukai ide Marius Percy, kakeknya, yang selalu menyuruhnya melanjutkan bisnis Cafe milik sang kakek. Walaupun ia cucu lelaki satu-satunya, namun Aliadrich lebih memilih duduk berjam-jam di belakang meja kantor, berkutat...