"Kok Prilly gitu sih, Nak?" respon Stella ketika anak gadisnya tidur dengan kepala berada di pangkuannya. Prilly baru saja menceritakan pertemuannya dengan Ali di Hotel Mutiara serta keputusannya untuk lost-contact dari Ali selama satu tahun.
"Ya habisnya Prilly bingung , Ma. Rasanya Prilly belum siap kalo diajak menikah."
Stella mengelus rambut Prilly sayang.
"Kalo gitu kenapa kamu nggak nyuruh Ali buat nunggu aja? Kenapa kamu mala nyuruh dia buat nggak nyariin kamu?"
"Prilly pikir Ali butuh menjauh juga, Ma. Biar dia bener-bener yakin sama perasaannya sebelum kita maju ke jenjang yang lebih serius. Prilly kan juga belum minta restu dari Papa-Mama.."
"Dari cerita-cerita mu tentang Ali saja, Mama dan Papa bisa menyimpulkan bahwa Ali adalah pria yang baik dan ia sangat mencintaimu. Pasti kami berdua menyetujui kalian, Prill."
Prilly tersenyum tipis.
"Makasih, Ma.."
"Tapi Prill, apa kamu nggak takut kalo waktu satu tahun yang kamu kasih buat Ali justru bikin kalian kecantol sama orang lain? Apa kamu nggak takut kalo Ali justru jatuh cinta sama wanita lain?" tanya Stella. Prilly terdiam. Sejujurnya ia juga takut akan hal itu. Takut ada orang lain yang mampu membuat Ali nyaman ketimbang Prilly.Tapi itu semua adalah konsekuensi yang harus Prilly terima dari ide gila nya.
"Justru itu, Ma. Kalo emang Ali beneran sayang sama Prilly, apapun yang terjadi dia nggak akan jatuh cinta sama cewek lain."
"Mama nggak ngerti sama pemikiran kamu, Prill. Kemarin-kemarin kamu galau karena nggak ketemu Ali. Eh giliran ketemu, kamu malah pengen jauhan lagi. Prill, Prill.."
Prilly hanya terkekeh tanpa berniat membalas ucapan Stella. Dalam hati ia berdoa, semoga Ali memang ditakdirkan untuknya.
***
Hari-hari berikutnya dilalui Prilly dengan penuh semangat. Setiap hari ia menghitung, sudah sedekat apa dirinya pada tanggal 15 Oktober 2019. Berjauhan dengan Ali tanpa mengetahui kabarnya sama sekali bukanlah sesuatu yang mudah. Berkali-kali Prilly juga tak menjawab panggilan dari Anne. Itu ia lakukan agar ia tak terpancing untuk menanyakan sesuatu tentang Ali.
Prilly rindu Ali. Sangat.
Ia rindu pelukan Ali, rindu suara galak Ali, tatapan matanya, apalagi panggilan "mon amour" yang Ali berikan untuk Prilly. Prilly hampir menyerah dengan ide gila nya sendiri. Namun bukan Prilly Sienna namanya jika ia menyerah dengan begitu mudahnya.
Ia justru menggunakan rasa rindunya sebagai penyemangat dalam ia menjalani hari-hari sebagai Chef Hotel. Yudha yang sudah mendengar cerita mengenai ide Prilly, hanya mampu memberi semangat, karena ia pun bingung mengapa Prilly memilih ide yang bagi Yudha adalah sebuah kekonyolan. Melepas orang yang kita sayang sama saja dengan memberi kesempatan bagi orang lain untuk memiliki dia, begitu kata Yudha pada Prilly di hari Prilly mencurahkan isi hatinya. Tapi Prilly bersikeras dengan apa yang menjadi pilihannya. Ia yakin, penantian ini pasti akan berujung indah.
"Semangat banget, Bu. Senyum-senyum sendiri pula. Gila lo?" tanya Yudha membuat Prilly yang sedaang menghias cupcake-cupcake menoleh ke arahnya.
"Paan sih. Sewot lo!"
Yudha mengangkat bahu tak acuh kemudian meletakka cupcake-cupcake yang telah Prilly hias ke dalam nampan.
"Yud, lo tau nggak?"
"Nggak."
"Ih, Yudha! Nggak asik deh, lo!" ketus Prilly. Yudha tersenyum mengejek.
"Apaan sih emangnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcake Love 2
FanfictionAliadrich Percy tak pernah menyukai ide Marius Percy, kakeknya, yang selalu menyuruhnya melanjutkan bisnis Cafe milik sang kakek. Walaupun ia cucu lelaki satu-satunya, namun Aliadrich lebih memilih duduk berjam-jam di belakang meja kantor, berkutat...