"Aliii!"
Ali menjauhkan gagang telefon dari telinganya. Sudah ketiga kalinya di hari ini Ali mendapat telefon dari orang yang sama.
"Ada apa lagi, Mon amour?"
"Siniii."
Ali mengurut dahinya, berusaha sabar.
"Jika kau ingin membicarakan sesuatu, kau hanya perlu datang ke ruanganku. Toh jarak Cake's Room dengan ruanganku hanya beberapa langkah."
"Kau sudah tidak mencintaiku lagi, kan?"
Ali menghela nafasnya untuk kesekian kali. Sabar.
"Mon amour, ini sudah ketiga kalinya kau menyuruhku datang ke Cake's Room, padahal terkadang hal yang kau bicarakan sangat tidak penting. Kau tahu bukan, bahwa aku sedang membuat catatan pemasukan dan pengeluaran Cafe bulan ini?"
"Jadi kau menganggap aku tidak penting?" suara Prilly yang diselingi isakan membuat Ali panik.
"Bukan, bukan begitu, Mon amour—"
Telepon yang disudahi secara sepihak membuat Ali mengacak rambutnya frustasi.
"Apakah wanita hamil selalu se menjengkelkan ini?" keluhnya berbicara sendiri.
Ya. Dua tahun yang lalu, tepat dua minggu setelah pertemuan mereka di Darwin, Ali dan Prilly melangsungkan pernikahan sederhana mereka. Walau terkesan tiba-tiba, semuanya berjalan lancar. Anne yang saat itu akhirnya bertemu Prilly setelah sekian lama, sampai menangis akibat terlalu bahagia. Mimpi nya agar Ali dan Prilly hidup bersama akhirnya terwujud.
"Benar kan, Ma! Aku pandai meramal!" ucap Anne dengan bangga pada Mama nya ketika keluarga Prilly dan Ali bertemu untuk pertama kalinya.
Mama Ali hanya tersenyum geli mendengar ucapan Anne.
"Kau tahu, Prill? Dulu Ali menolak mentah-mentah untuk bekerja di Cafe. Tapi coba bayangkan jika ia memang bersikeras tak ingin meneruskan Cafe. Ia tak akan bertemu dengan mu, bukan?" ejek Marius, membuka kartu As cucunya sedangkan Ali tersenyum malu ketika yang lain terbahak.
"Kakek, sudahlah."
Pernikahan mereka berdua diadakan secara sederhana, dengan konsep Cafe party. Prilly berinisiatif untuk menyulap Neivel Cafe menjadi tempat resepsi pernikahan mereka, mengingat tempat itu yang menjadi saksi bertemunya Ali dan Prilly pertama kali. Prilly dan Ali pun hanya mengundang kerabat dan orang-orang terdekat mereka karena kebetulan, Ali dan Prilly sama-sama tak menyukai sesuatu yang terlalu mewah dan membuang-buang uang. Cukup dengan setelan jas berwarna hitam bagi Ali dan juga gaun berwarna putih yang menjuntai panjang untuk Prilly, telah membuat mereka bak pangeran dan putri kerajaan.
Setelah pernikahan mereka, Prilly memutuskan untuk berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Australia, begitupun orang tua dan adik Prilly. Hal itu dilakukan untuk memudahkan mereka tinggal di negeri yang terkenal dengan koala dan kangguru nya itu.
Awalnya Ali sudah menawarkan diri agar dirinya saja yang berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Indonesia namun Prilly menolaknya. Akan lebih sulit bagi Ali untuk beradaptasi, ketimbang keluarga Prilly yang memang sudah pernah tinggal di Australia.
Akhirnya keluarga Prilly membeli rumah tak jauh dari rumah Marius, sedangkan Ali dan Prilly tinggal di sebuah rumah yang dibeli oleh Marius sebagai hadiah pernikahan mereka.
Hari-hari Ali dan Prilly sebagai suami-istri bisa dibilang adem-ayem walau kadang terjadi kekonyolan. Apalagi ketika enam bulan yang lalu, Prilly dinyatakan hamil. Permintaannya yang dikarenakan mengidam kadang membuat Ali geleng-geleng kepala. Yang paling membuat Ali heran adalah, Prilly sama sekali tak ingin mengambil cuti hamil. Ali sudah melarang Prilly untuk bekerja semenjak mereka menikah, namun Prilly yang mencintai Neivel Cafe memaksa Ali untuk memperbolehkannya bekerja dan hingga dalam kondisi hamil seperti ini, Prilly Sienna masih bekerja sebagai Head Chef Neivel Cafe. Namun bukan hanya itu saja kejadian gila setelah mereka menikah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cupcake Love 2
FanfictionAliadrich Percy tak pernah menyukai ide Marius Percy, kakeknya, yang selalu menyuruhnya melanjutkan bisnis Cafe milik sang kakek. Walaupun ia cucu lelaki satu-satunya, namun Aliadrich lebih memilih duduk berjam-jam di belakang meja kantor, berkutat...