Bab 15

958 107 9
                                        

Jane

Tidak ada satupun dari kami yang berbicara selama pergi. Aku tidak tahu apakah itu bagus atau tidak.

Kami sudah berjalan selama beberapa menit. Desa ini tidak begitu besar jadi hal itu cukup menguntungkan kami untuk mencari Mark. Yang pasti, Mark tidak mungkin ditahan di tempat yang jauh-jauh dari daerah desa.

Aku bertanya yang kedua kalinya. "Kertas itu mengatakan Mark ditahan di gudang di dalam hutan, bukan?"

Sera mengangguk pelan. 

Akhirnya kami tiba di pintu masuk ke dalam Hutan Lembah. Tidak ada petugas penjaga yang menjaga. Sepertinya mereka sedang tidak bekerja atau saat ini sedang istirahat.

Sera menjentikkan jarinya di telingaku, memberikan instruksi untuk mengikutinya. Diam dan pelan, kami melewati pagar pembatas pintu masuk dan berlari secepatnya setelah masuk. Beberapa meter jauh kemudian, aku dan Sera berhenti dan melirik ke belakang. Keadaan masih sama. Bagus.

"Ayo kita pergi."

Dasar. Tanpa perlu instruksi Sera pun, aku juga bisa melakukannya sendiri. Ternyata Sera juga bisa bersikap bossy. Tapi sikap bossy-nya itu belum mampu mengalahkan bossy-ku. Pasti!

Berdasarkan peta yang tertera, Hutan Lembah memiliki daerah luas yang terdapat tiga lahan yang dipakai dengan alasan yang berbeda. Di bagian bawah tertanda "Area Pengunjung" yang dipakai bagi wisatawan yang hendak berkunjung (omong-omong, kami sedang ada di tempat ini.) Lalu di atas bagian kirinya, tertanda "Area Perkebunan" yang menurut kata peta digunakan untuk kebutuhan perkebunan di desa secara umum. Dan di bagian terakhir tertanda "Area Khusus" yang--anehnya--tidak ada keterangan apapun di dalamnya.

Sera menunjuk area terakhir dengan serius. "Pasti disinilah Mark ditahan."

"Lo yakin?"

"Tempat ini tidak bisa sembarang dimasuki. Tempat itu pasti sepi dan pasti cocok dipakai sebagai sarang penculikan."

"Untuk ukuran cewek SMA, lo tahu banyak juga soal kejahatan. Kayak udah pro banget," ujarku sinis.

Sera terdiam dan balas menatapku. "Kalau kubilang iya, apa yang mau kamu katakan?"

Dia berbalik pergi tanpa menungguku.

Kuikuti dia dari belakang dengan perasaan jengkel. Dasar cewek sialan. Apa yang dia tahu soalku, huh? Dia tak tahu apa-apa. Dia tak tahu bagaimana rasanya dibohongi selama bertahun-tahun oleh orang yang paling dekat dengan hidupmu lalu pergi meninggalkanmu tanpa sepatah katapun. Dia takkan pernah paham. Semua orang takkan paham.

"Jika kamu berpikir bahwa aku tak mengenalmu, kamu salah," ujarnya tiba-tiba.

Aku menggeram. "Berhenti membaca pikiranku, sialan."

"Aku tahu banyak tentangmu, Jane Olivia," ia berkata sambil melihatku. "Aku tahu bahwa kamu tak pernah merasa bahagia secara utuh semenjak kamu tahu ayahmu berselingkuh dengan perempuan lain dan meninggalkanmu dalam hati terluka. Aku tahu kamu punya father issue yang belum sembuh selama bertahun-tahun. Aku tahu kamu benci cowok-cowok sepertinya yang membuatmu ingin balas dendam. Aku tahu kamu mengalami insiden mengerikan setahun lalu yang membuat semua kejadian ini terjadi. Aku tahu kamu mengidap Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD akut selama berbulan-bulan dan lupa tentangnya. Aku tahu tentangmu, Jane Steffanie Valinda Olivia."

Untuk sesaat, aku kehilangan kata-kata. Tidak ada yang bisa kukatakan padanya. Semua ucapan Sera tadi sudah nyaris menjelaskan hidupku yang penuh kesialan ini.

Tapi yang terakhir itu? Apa dia baru saja mengarangnya? Sejak kapan aku punya riwayat PTSD?

"Lo kedengeran seperti stalker mengerikan," jawabku. "Dan untuk catatan, gue nggak punya riwayat kayak orang nggak waras."

Jejak Keheningan [3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang