sembilanbelaS.

149 11 0
                                    


     "Ada apa dengan wajahmu, Daniel-Oppa?" tanya Naumi. Daniel sudah mengantar Jieun pulang duluan dan menyisakan Naumi.

     "Harusnya kau tidak memperintahkan itu pada Yuki. Parahnya, malah Samuel-ssi yang meminumnya, akh!!" Naumi menatap takut ke arah Daniel. Ia merasa bersalah.

     "Mem... Memangnya.. Akan terjadi... Hal buruk?" tanya Naumi takut. Daniel menoleh ke arahnya sebentar.

     "Bukan buruk lagi, melainkan bencana!"

     "Tapi, kenapa Oppa?"

     "Samuel-ssi bisa hilang kendali! Ia bisa saja... Menerkam Yuki-ah." ucap Daniel frustasi. Naumi menatap kaget ke arahnya.

     "Apa separah itu?! Bagaimana ini Oppa? Apa mereka akan.... Baik-baik saja?"

     "Ku rasa tidak. Aku harus meminta Yuri eommanya Yuki untuk datang dan mengatasi ini. Aku takut mereka..." bahkan Daniel tak sanggup melanjutkan kata-katanya.

     "Mianhae... Jeongmal mianhae." Naumi menundukan kepalanya. Ia benar-benar penyebab masalah disini.

     "Jangan minta maaf padaku. Kau harus melakukannya pada Samuel dan Yuki besok."

***

     "KIM SAMUEL!"

     "AHN YUKI!"

     Teriakan itu menggelegar di dalam kamar. Samuel bahkan sampai menghentikan aktifitasnya. Yuki sudah menitikan air matanya, ia ketakutan setengah mati. Ketika sadar bahwa Yuki menangis, Samuel dengan cepat tersadar. Ia terkejut dengan apa yang sudah dilakukannya. Secepatnya pria itu menjauh dari Yuki.

     "APA YANG KALIAN PIKIR SUDAH LAKUKAN?!" teriakan itu lagi. Dua wanita paruh baya berada di ambang pintu kamar.

    Salah satunya, mendekati Samuel dan menjewer telinganya.

     "Kau pikir, apa yang sudah kau lakukan, Samy!" tanya Jangmi, matanya menatap tajam ke arah putranya.

     "Ma... Mama. Aku..." Samuel bahkan sangat merasa bersalah ketika melihat Yuki sudah menangis.

     "Jangan coba mengelak, Samy! Mama kecewa padamu! Mama meninggalkan kalian bukan berarti membiarkan kalian melakukannya!" Jangmi menarik Samuel ke arah ruang keluarga.

     "Kau sudah kelewat batas Samuel-ssi!" Jangmi menatap marah pada putranya.

     "Tapi, Ma.. Aku dan Yuki tidak melakukannya... Aku hanya—"

     "Mama tidak menerima apapun alasanmu. Kau lihat akibat perbuatanmu?! Yuki harus terluka!" ucap Jangmi lagi. Menatap pada Yuri yang sudah membantu Yuki untuk duduk di sofa ruang keluarga.

      "Kenapa jadi seperti ini, Samuel-ssi?" Yuri menatap calon menantunya itu. Lalu kembali menatap putrinya yang sudah berada dalam pelukannya.

     "Mianhae eomma.. Aku kehilangan kesadaran. Kami sedang bermain ask or dare. Yuki mendapat perintah meminum sebotol wine. Aku tidak membiarkannya dan menggantikannya meminum wine itu. Aku tidak bermaksud melakukannya pada Yuki-ah.. Maafkan aku." Samuel menunduk dalam.

     "Kalian harus segera menikah." ucapan final Jangmi membuat Yuki dan juga Samuel menatap ke arahnya.

     "M.. Mwo?"

     "Mama tidak ingin hal seperti ini terjadi lagi. Untung Daniel menelepon Yuri, kalau tidak, kami tidak akan datang dan kalian..." bahkan Jangmi pun tak dapat membayangkannya.

     "Yuki-ah.. Jeongmal mianhae." Samuel menatap ke arah Yuki. Ia benar-benar merasa bersalah. Gadis itu diam. Ia menunduk dalam.

      "Maafkan Samy, Yuki-ah. Sebagai tanggung jawabnya.. Kalian akan menikah dalam waktu tiga bulan lagi Mama akan persiapkan semuanya."

     "Aku... Aku sudah memaafkan Samuel-ssi, Mama. Aku mengerti kalau... Samuel-ssi kehilangan kendalinya." ucap Yuki. Ia hanya tidak ingin segera menikah, bukan karena membela Samuel.

     "Mama tetap akan menikahkan kalian tiga bulan lagi." Ucapan Jangmi sudah final. Tidak ada yang dapat membantahnya sekalipun itu Tn.Kim atau Yuri.

***

          Sudah dua hari Yuki tak keluar dari kamarnya. Ia hanya keluar ketika makan. Bahkan Yuki meninggalkan sekolahnya. Ia masih trauma dengan apa yang dialaminya.

     Yuki menatap pantulan dirinya di cermin. Keadaannya sangat kacau. Kelopak matanya menghitam, bahkan matanya bengkak karena terlalu banyak menangis. Bibirnya kering. Dan lehernya... Terdapat bekas tanda merah disana. Yuki tau persis itu apa. Bahkan tanda itu belum hilang sejak dua hari terakhir.

Lagi-lagi Yuki menangis. Ia hanya tidak bisa membayangkan kalau saja Jangmi dan Yuri tidak datang, sesuatu yang buruk sudah menimpanya. Wajah Samuel yang tidak dikenalnya ketika kehilangan kendali membuatnya sangat ketakutan. Kekuatan Samuel yang sangat besar juga membuatnya semakin takut.

     Yuki menatap ponselnya yang bergetar. Nama Samuel tertera disana. Yuki mengabaikannya. Sudah ratusan kali Samuel mencoba menghubunginya. Selama dua hari itu juga Yuri melarang Samuel datang ke rumahnya, sebagai hukuman.

     Ponselnya berdering lagi. Kini nama Naumi tertera disana. Yuki berpikir sebentar sebelum menerimanya.

     "Yeobusseyeo?"

     "Yuki-ah.." suara Naumi bergetar.

     "Ada apa Naumi?"

      "Yuki-ah.. Maafkan aku. Aku yang salah disini. Jangan salahkan Samuel-ssi."

     "Aku tidak marah padamu Naumi. Dan soal Samuel, aku sudah memaafkannya." ucap Yuki. Ia menatap dirinya dicermin lagi, mengusap tanda merah dilehernya pelan.

     "Tapi kenapa kau tidak masuk sekolah dua hari? Dan mengabaikan pesan dan panggilan Samuel-ssi?" Suaranya masih bergetar, bahkan sudah terisak. Sepertinya Naumi menangis.

     "Aku tidak apa-apa. Aku hanya... Membutuhkan waktu untuk sendiri." Yuki berjalan ke arah kasurnya. Dan merebahkan tubuhnya.

     "Baiklah. Yuki-ah, kau harus bercerita pada kami kalau ada masalah, ne? Aku dan Jieun akan datang."

     "Gwenchana, kalian jangan khawatir. Aku tutup."

Beep.

     Yuki memutus sambungan. Ia mematikan ponselnya dan memejamkan matanya. Sebentar lagi, Yuki hanya butuh waktu sebentar lagi.

***

Tbc.
Maafkan aku lama apdetnya.
Akan secepatnya aku selesaiin.
26-01'18 -at.

✔️ Sorry, You aren't MY IDOL!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang