Liburan Keluarga dan Tragedi Di Dalam Bus

49 10 0
                                    

Hari Minggu pekan ini sangat istimewa. Sekolah lagi liburan. Karlin baru saja selesai mengikuti kegiatan Raker (Rapat kerja) guru di sekolah SMP. Sedangkan di SMA, Hari baru saja tuntas melaksanakan pembagian rapor para siswa yang menjadi perwaliannya, kelas X-2.

Pagi-pagi sekali keduanya bersiap-siap berangkat liburan ke Purwakarta. Keluarga besar Harlin di sedang menunggu kedatangan mereka. Liburan panjang ini adalah momen yang tepat buat kumpul-kumpul bersama keluarga.

"Ayah, jadinya kita naik apa, naik kereta atau bus?"

Hari tidak langsung menjawab pertanyaan istrinya. Naik kereta lebih nyaman, namun harus datang ke stasiun tepat waktu, apakah keburu? Pikir Hari.

"Jadwal kereta ke Purwakarta pukul sebelas, sekarang sudah mau pukul sembilan. Bunda kuatir tidak keburu. Nah, kalau naik bus, yang agak susah kita hindari itu macetnya, Yah," jelas Karlin.

"Iya, bener. Dulu kita juga pernah kan, nyampe stasiun kehabisan tiket, terus akhirnya malah cari bus ke terminal. Males banget kalau itu terulang lagi."

"Coba kita tanya Fikra," ujar Hari, "Nak, Fikra mau naik kereta atau bus?"

Fikra dengan cepat menjawab, "Bus."

Mendengar jawaban Fikra, Hari dan Karlin akhirnya sepakat untuk naik bus saja. Mereka pun naik angkot menuju Terminal Baranang Siang. Setelah naik bus, ternyata busnya masih kosong. Lima belas menit lewat. Penumpang sudah bertambah meskipun sedikit. Tiga puluh menit lewat, belum ada tanda-tanda bus hendak berangkat. Sesekali bus berjalan pelan ke arah depan lalu berhenti lagi. Kursi-kursi penumpang masih kosong melompong. Hari, Karlin dan Fikra kurang lebih satu jam menunggu bus itu berangkat. Penantian yang sungguh menguras perasaan. Fikra pun ikut bete. Dia tidak bisa diam, mondar-mandir bolak-balik di jalur tengah tengah bus dari depan ke belakang. Begitu seterusnya hingga Hari pun ikut berkeringat karena harus mengawasi anaknya dengan hati-hati.

Sekitar pukul sepuluh, bus pun melaju. Dalam perjalanan Hari dan Karlin bergantian istrihat dan bergantian menjaga Fikra. Beruntungnya Fikra akhirnya tertidur pulas. Kepalanya disimpan di pangkuan Hari, dan tubuhnya dibaringkan di pangkuan Karlin. Ketiganya tertidur seperti sebagian penumpang lain.

Anehnya, makin ke sini ruangan di bus itu semakin panas. AC menyala, namun rasa dinginnya sangat kecil. Mungkin karena efek penumpang yang berjejalan. Keringat bercucuran dari dahi Hari dan Fikra dengan amat deras. Penumpang yang lain pun demikian, banyak anak kecil yang bajunya dibuka oleh orang tuanya karena keringat berlebih.

Banyak para penumpang yang mengeluh. Udara semakin pengap dan panas. Rasanya seperti di dalam oven saja. Untuk mengatasi kondisi yang tidak mengenakkan ini, kondektur mencoba membuka ventilasi atap bus. Susah dibuka ternyata. Kondektur gagal mengatasi kondisi ini. Sekitar pukul 11, bus berhenti di tepi jalan. Sebagian penumpang yang tidak tahan suasana dan pengap di dalam memilih keluar. Hari pun membawa Fikra keluar. Sayangnya saat Fikra diturunkan dia menangis.

"Naik lagi!" Seru Fikra sambil menjerit-jerit.

Tidak ada pilihan lain buat Hari kecuali memangku Fikra dan membawanya ke dalam bus meskipun di dalam sangat panas.

Tak lama kemudian, bus pun kembali melaju pelan karena jalanan padat merayap. Macet tak bisa terhindarkan. Namun masalah masih tetap sama, belum teratasi. Makin ke sini, sirkulasi oksigen di dalam ruangan bus semakin berkurang. Kepala Hari rasanya semakin puyeng dan penumpang sebelah Hari, seorang ibu mengungkapkan, "Kepala saya pening." Ibu itu sesekali duduk, lalu berdiri dan begitu seterusnya berulang kali.

Fikra makin rewel, dia menjerit-jerit. Keringatnya makin deras. Karlin mencoba menghiburnya sebisa mungkin, namun tidak ada yang berarti.

"Fikra, mau dibuka bajunya seperti yang lain. Tuh liat," ucap Karlin sambil menunjuk anak kecil yang sedang digendong hanya mengenakan kaos dalam dan keringatnya terlihat bercucuran.

"Nggak mau."

"Biar tidak panas..."

"Nggak mau," suara Fikra malah makin tinggi dan menangis. Mungkin dia juga kepalanya pusing seperti yang dirasakan seluruh penumpang lain.

"Ini nggak bisa diteruskan," ucap sang sopir.

Maka satu per satu penumpang turun untuk dialihkan kekendaraan lain. Setelah menunggu agak lama, Hari dan Karlin menaiki sebuah buskelas ekonomi. Meskipun tak ber-AC, namun kacanya bisa terbuka sehingga angindari luar bisa masuk. Jauh lebih baik dibandingkan dengan bus yang sebelumnya.Fikra pun bisa kembali ceria dan tersenyum. Inilah perjalanan terlama mereka.Biasanya Zuhur sudah sampai, kali ini mereka tiba saat Asar. Nah, bagaimankahdengan liburan Anda? Mudah-mudah tidak perjalanannya tidak terjebak macet danlebih nyaman, tidak mengalami tragedi seperti Hari, Karlin, dan Fikra.     

Hari & Karlin | FiksiminiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang