Berhati hatilah dengan lisan mu yang sering kali berkata tidak..!
Namun pada kenyataanya iya..!.
"Assalamualaikum budhe.." Suaraku memasuki seluruh isi rumah yang tengah sepi saat ini."Waalaikumsallam.. kenopo sepedamu kok tuntun..? Iku lapo lengen karo pilinganmu..?"
Tanya selidik pakdheku yang saat ini sedang menikmati secangkir kopi.
"Mboten nopo nopo kok pakdhe. Aku masuk dulu yo pakdhe.."
"Iyo ndang leren.. ndang mangan"
Perintah pakdheku.Akupun segera masuk kamar. Sedikit sakit sekali rasanya.. darah yang mengalir dari lengan dan pelipisku memang sudah reda karena balutan perban. Namun terasa sakit dan kaku saat terjadi pergerakan yang lumayan membuatku meringis seketika.
Tok..tok..tok..!! Suara ketukan terdengar dari balik pintu kamarku.
"Iyoo.. sebentar budhe.. masih anu.. ganti baju bentar lagi mau nyuci piring kok.."
Spontan saja dugaanku salah. Karena pintuku sudah terbuka dan ternyata bukan budhe Maryam yang mengetuknya.. melainkan mas Ridwan.
"Han.. wes to salinmu..? Mas masuk yoo"
"Iyo mas.. masuk aja.. udah kok.."
Balasku masih dengan posisi menuju mas Ridwan."Wes.. ndak usah gupoh. Itu tanganmu kena opo Han..? Wes diobati to..?"
Tanya mas Ridwan sambil menunjuk lenganku.
"Ndak opo kok mas.. tadi lomba disekolah aku tibo.. mas ada apa to kok kesini..? Budhe marah lagi yo..?"
"Ndak.. ibuku ndak marah. Tadi ibuk wes dapat rewang lagi disini. Itu anaknya cantik.. namanya Khusnul kamu kenal ndak..?"
Kucerna sedikit nama yang disebutkan mas Ridwan. Sepertinya aku mengenal nama itu.
"Woalah.. iyo mas..! Itu teman aku anaknya baik sih.. loh..!!". Tiba tiba aku kaget saat mengingat Khusnul menjadi satu rumah sama aku. "Itu berarti dia tinggal disini yo mas.. trus trus.. dia bantu Budhe disini gitu to"
Pertanyaanku yang berentetan hanya dibalas anggukan oleh mas Ridwan.. sembari tangannya membuka beberapa buku catatan sekolahku.
"Jadi dia satu kamar sama aku mas..?" Tanyaku lagi singkat.
"Iyo Hanna Syarif..!!". Sembari mencubit pipiku "Yang rukun ya.. anaknya itu ayu loh.. kasian aku ndak tega liat dia kayak gitu"
Lalu mas Ridwan pu pergi meninggalkan kamarku. Tanpa menyelesaikan konflik cerita Khusnul yang membingungkan.
"Mas.. mas Ridwan..? Trus piye lagi mas ceritain.."
Tanyaku tak terbalas sedikitpun suaranya. Tiba tiba Sosok gadis menggunakan jilbab dan kaos serta bawahan trening itupun berdiri tegap didepan pintu kamarku. Gadis itu tak lain ialah Khusnul Khotimah. Bersama Budhe dan Pakdhe yang menghantarkan dia menuju kamarku.
"Eeh.. Budhe.. Pakdhe..?! Hanna keluar bentar lagi". Dengan tergopoh aku berkata.
"Ndak usah disini wae nduk"
Sambung Budheku lalu memilih duduk bersila dengan Khusnul didalam kamarku."Oo.. nggeh monggo..". Suruhku memepersilahkan mereka semua masuk.
"Duduk sini Han.. Pakdhe mau menjelaskan sesuatu.. ini untuk kejelasan keluarga kita"
Sorot mata Pakdhe tak seperti biasanya. Budhe pun sama hanya terdiam tanpa kata sesekali mengusap pundak Khusnul.
"Pakdhe mau jelasin sama semua yang di kamar ini. Mungkin Ridwan ndak mau ikut gabung. Makanya Pakdhe mau Hanna mendengarkan dengan baik semua cerita ini"

KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap Kanan
Literatura FaktuBagaimana bila engkau dihadapkan pada dua pilihan yang sama sekali tak mendatangkan kebahagiaan bagimu..? Bagaimana engkau memposisikan dirimu seorang wanita yang utuh hanya dari pandangan fisik...? Bagaimana engkau bertahan dalam keterpaksaan hingg...