Ada kalanya hati mu akan berbunga hingga lupa akan kesakitan lainnya.
.
.
Allahu Akbar.. Allahu Akbar..
Suara adzan subuh berkumandang. Ketokan pintu terdengar dari luar kamarku. Sedikitpun aku tak menghiraukannya. Memang aku seoarang muslim.. tapi untuk sholat lima waktu saja masih bolong bolong bak rumah singgah lebah tak bertuah.Aku memang lelah sekali. Semalam setelah kejadian yang membuatku menerima Bagus sosok kakak kelas XII IPA itu menjadi kekasihku, aku pulang dengan hati yang ringan.
"Han.. Hanna..!! Bangun Han.. ini tuh udah lewat waktu sholat shubuh..?! Kamu nggak bangun buat sholat..?"
Suara Khusnul membuat kesadaranku masih diambang batas. Aku baru menikmati suasana 'Mbangkong' bangun telat ya baru hari ini. Semenjak ada Khusnul.. anak dari Pakdheku dengan wanita lain yang pastinya
bukan dari hubungan yang sah dan dilegalitas oleh Negara."Han.. ayok bangun Han.. udah jam lima Han.. kamu nggak pergi ke sekolah apa..?!"
Tangan Khusnul mulai menggoyang goyang tubuhku yang masih tengkurep diatas kasur yang berukuran small-size.
"Huaaaah...engko sek Nhul..lagian Budhe ndak kesini to.. ndak marah juga to"
Jawabku masih pada posisi tadi.. tanpa ada gerak perubahan untuk segera bangun. Hingga akhirnya ada suara lelaki yang berdehem dan siap membawakanku setimba air.. dan Byurrrr ...!!
"Tangi..!! Ndablek yo..!! Mau jadi opo kowe..!!"
Suara mas Ridwan dengan amarah yang berkobar membuatku seketika berjingkat dari tempat tidurku. Seluruh tubuhku hampir basah kuyup. Khusnul yang berada disamping mas Ridwan hanya terdiam dan tak mampu lagi untuk membelaku.
"Sepurane mas.. maaf yo mas maaf..!! Hanna 'krinan' bangun kesiangan mas.. maafin Hanna mas yo.. "
"Mulakne to..!! Mas kan udah pernah bilang ndak usah sekali kali kamu itu keluar malem..! Arep jadi opo to kowe iki Han..!"
Aku hanya terpatung. Kali ini memang aku yang salah.. salah kaprah malahan. Ah.. bodoh..!! Goblok banget kowe iki Han..!!. Batinku berkecimuk mencaci maki diriku sendiri.
Wajah mas Ridwan masih merah padam. Entah mengapa mas Ridwan sepertinya sedang melampiaskan suatu hal pada titik tumpu yang membingungkan.
"Kamu iki harapanku Han..!! Kamu kudu sukses.. mas iki seneng nak liat kowe berhasil lan sukses Han..". Tiba tiba saja suara mas Ridwan melemah "Mas mu iki ora kepengin nak kamu itu melu melu.. ikutan arek wedok jaman sekarang..!! Ngerti"
Penekanan akhir kalimat mas Ridwan tadi ternyata tak tersudut denganku saja. Namun lebih tepatnya Khusnul lah titik tumpu masalah dan emosi mas Ridwan.
Batinku lagi..Ah.. gila..!!! Aku semakin gila memikirkan semua ini yang semakin runyam. Lebih baik aku segera mandi dan bersiap kesekolah bersama Khusnul.
.
.
~
Sampai disekolah keadaan berjalan seperti biasanya.
Setelah sampai aku dan Khusnul berpisah, karena memang kelas ku tak sama dengan dia."Wes nyampek Nhul.. kamu duluan aja yo..!". Perintahku padanya karena memang aku masih ribet harus mengurus jualanku.
"Kamu yakin Han..?" Tanyanya lagi.
"Iya.. wes buruan masuk..!!"
Perintahku lagi cukup tegas."Okelah.. duluan ya Han.."
"Iyo..iyo.."
Untuk urusan berniaga kudapan manis ini, bukan berarti berhenti begitu saja karena adanya Khusnul didalam keluargaku. Hanya saja batinku mulai protes dengan semua ini. Mengapa hanya aku saja yang tetap dibawakan begitu banyak kue kudapan manis oleh Budheku. Sementara Khusnul tidak. Budhe Maryam, juga Pakdhe Malik tak menekankan Khusnul untuk turut membantuku. Ah.. sudahlah mungkin kalaupun ikut membantu mental Khusnul tak sebaja mentalku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap Kanan
NonfiksiBagaimana bila engkau dihadapkan pada dua pilihan yang sama sekali tak mendatangkan kebahagiaan bagimu..? Bagaimana engkau memposisikan dirimu seorang wanita yang utuh hanya dari pandangan fisik...? Bagaimana engkau bertahan dalam keterpaksaan hingg...