7| Insident⏰

3.3K 174 2
                                    

But we know this
We got the love that is homeless
Why can't you hold me in the street
Why can't i kiss you on the dance floor
I wish that it could be like that
Why can we be like that
'Cause i'm your

Secret Love Song
Little Mix ft. Jason Derulo

Enjoy the seventh chapter😘

📒📒📒


Belajar. Belajar. Belajar.
Cukup itu target yang Mozza ingin tekuni beberapa hari atau beberapa minggu ke depan jika memungkinkan.
Ya walaupun dalam hati dan otaknya sudah berteriak belajar, tetap saja sekarang Mozza tengah menatap antara iya dan tidak pada buku kimia yang teronggok pasrah di meja.

Mozza lebih memilih menikmati hembusan angin yang masuk lewat jendela. Pukul setengah delapan itu belum terlalu malam. Jadi Mozza masih berani membuka jendela kamarnya.

Tapi jika dalam keadaan dirinya sedang tidak belajar, Mozza enggan membuka jendela. Kondisi belajar adalah kondisi dimana kalian bisa langsung merasa ngantuk walaupun baru membaca kalimat beberapa baris. Dan mungkin, angin yang berhembus mengembalikan kesadaran Mozza.

Tapi, lain dengan sekarang. Kacamata belajar yang hanya ia kenakan di rumah pun sudah beralih fungsi menjadi bandana.

Sedangkan tangannya menopang wajah yang kelihatan lelah. Mungkin karena tadi sore lelah dan kesal membuat dirinya bertambah lesu malam ini.

Mozza jadi ingat, tadi dia terpaksa meminta jemput Bhayang. Walaupun dia tahu pasti Bhayang sedang istirahat di rumah sehabis ekskul voli.

Ya tapi bagaimana lagi?

Rade tak bisa di hubungi. Masa dia harus meminta lagi pada Rega untuk mengantar pulang? Padahal kan tadi mode ngambek sedang bersarang di badan Mozza.

"Woi belajar. Jangan melamun mulu. Setan banyak yang lewat." Kata Rade seraya mendudukkan diri di tepi aksur adiknya.

Mozza menoleh. Kapan Rade masuk?
"Abang kapan masuk?"

Rade mengernyit membuat dahinya terlipat-lipat seperti kakek-kakek. "Lo nggak denger gue masuk? Gue kan siul-siul. Padahal siulan gue udah berhasil menarik berbagai model cewek loh." Pada akhirnya Rade jatuh terlentang juga. Ikut menikmati semilir angin yang kini membuat rambutnya bergoyang.

Mozza mengedikkan bahu. Kemudian tidak menaruh fokus pada Rade.

Tiba-tiba Rade bangkit dari kasur dan mendekat ke arah Mozza. Memeriksa wajah Mozza, bahkan sampai memanyunkan bibir sang adik. "Jangan-jangan lo bukan cewek?"

"Si anjir!"

Pletak!

"Auhh." Rade meringis kesakitan sambil mundur dari jangkauan Mozza yang sekarang lebih mirip monster ketimbang adik manisnya, tak mau kena jitak lagi.

"Abang mending keluar deh!" Ucap Mozza kesal.

"Nggak ah."

"Ish!" Mozza berdecak sebal. Tapi apa boleh buat? Kepala batu seperti kakaknya memang susah di ajak kompromi.

Ponsel Mozza yang dia letakkan di meja berkedip tanda ada pesan yang masuk.

SOLITUDE (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang