Every turn i take, every trail i track
Every path i make, every road leads back
To the place i know, where i cannot go
Where i long to be..How Far I'll Go
Alessia CaraEnjoy the eighth chapter😘
📝📝📝
Sungguh di perjalanan pagi ini Bhayang ngebut sengebut ngebutnya. Ya, salah Mozza juga sih yang meminta Bhayang ngebut.
Bagaimana lagi, di hari pertama tes masa dia harus telat? Apalagi bersama Bhayang. Kan Mozza jadi tidak enak.
Maka dari itu, Mozza rela sepanjang perjalanan memejamkan mata. Alasannya, ia takut saat motor Bhayang meliuk-liuk melewati mobil yang terjebak macet pagi ini.
Hingga tanpa sadar tangan Mozza sudah mencengkeram erat pinggang Bhayang.
Melihat lewat spion, Bhayang tertawa geli di balik helm fullface yang hanya menampakkan matanya saja. Raut wajah Mozza harusnya ia abadikan.
Kulit putih ditambah ketakutan membuat muka Mozza pucat. Belum lagi tangan mungil Mozza yang nangkring manis di pinggang Bhayang. Bhayang sih cuma senyum-senyum aja.
Sebenarnya Bhayang juga takut. Mozza yang membonceng menyamping memaksa agar dirinya ngebut. Padahal bukan telat yang ia takutkan, Bhayang lebih takut kalau Mozza jatuh ke jalan beraspal.
Dasarnya keras kepala, Mozza tetap memerintahkan Bhayang supaya ngebut.
Dan sampai di sekolah, hampir saja gerbang SMA Strada di tutup. Beruntung klakson motor Bhayang mengagetkan satpam sehingga mereka lolos dari hukuman telat.
Bhayang menurunkan standar motornya. Kemudian dia turun dari motor lebih dulu baru membantu Mozza turun.
Dengan pelan, mereka melangkah ke ruang tes yang kebetulan berdampingan.
Sepanjang perjalanan, banyak siswa siswi yang menatap dua orang yang berjalan tertatih. Bukan dua deng, cuma satu. Antara tatapan empati dan iri.
Empati karena kaki Mozza, atau iri karena bisa berjalan bersama si kapten tim voli. Ya, walaupun tetap kalah saing dari Rega sih. Tapi, tak bisa dipungkiri kalau Bhayang memang punya pesona sendiri.
Meskipun tidak seganteng Rega, Bhayang itu good looking dan dia punya aura yang membuat cewek-cewek menyempatkan melirik ke arah dirinya. Di tambah dengan sifatnya yang cenderung pendiam dan antipati pada orang asing. Bukan antipati lebih tepatnya, hanya waspada. Itu juga suatu alasan yang dijadikan cewek-cewek famous Strada untuk menaklukan Bhayang.
Memang, berbeda dengan Rega yang ganteng, terkenal, dan ramah pada setiap orang yang menyapa dirinya.
Dari kejauhan, Dara, Sophie dan Eja datang menghampiri.
"Ini Moymoy kenapa coba?" Dara memeriksa wajah Mozza, menyibak poni yang menutupi handsaplast.
Sedang Sophie berjongkok menilik sebentar keadaan kaki Mozza. "Kesleo?" Tanya Sophie setelah dia berdiri kembali.
Mozza terkekeh kemudian mengangguk.
"Makanya, kalo jalan nggak usah pecicilan!" Goda Eja yang disambut tawa ketiga orang disitu. Minus Mozza tentu saja yang memasang muka cemberut.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOLITUDE (Completed)
Teen Fiction"Kamu boleh pergi," Satu kalimat yang selalu teringat oleh Mozza. Satu kalimat yang akan selalu dia sesali. Boleh pinjam mesin waktu?