Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Rendra masih terlelap dalam tidurnya. Sedangkan Ayna telah bangun sejak subuh tadi. Tubuhnya lemas, raut wajahnya pias. Ayna menangis tergugu di dalam kamar mandi. Menyadari apa yang telah terjadi padanya.
Mendengar suara tangisan Rendra terbangun dari tidur lelapnya, menelisik ke sumber suara. Ia mencoba mengetuk pintu dan memanggil nama Ayna. Namun gadis itu tetap keukeuh tak membuka pintunya.
Sesaat Rendra turun dan mengambil makanan untuk Ayna. Namun Ayna tak kunjung keluar dari kamar mandi. Ia mendobrak pintu kamar mandi dan terlihat sosok Ayna yang tergeletak tak berdaya di lantai. Tubuhnya lemas. Bibirnya sudah membiru akibat kedinginan.
Rendra mengangkat tubuh itu dan membawanya ke rumah sakit.
"Apa yang terjadi dok?" ucap Rendra saat mengetahui dokter telah selesai memeriksa.
"Sepertinya isrti Bapak mengalami depresi berat akibat suatu masalah."
"Sebaiknya Bapak mengajaknya berbincang mengenai masalahnya dan untuk menyelesaikannya agar ia tidak memendamnya dan sesekali mengajaknya keluar untuk merefresh kan pikirannya. Mungkin fikirannya lelah"
"Baik dok, tapi dia masih bisa sembuh kan dok"
"Tentu bisa sembuh, Pak. Tenanglah. Ini ada beberapa resep obat untuk menenangkan bu Ayna."
"Terima kasih dok."
Rendra menatap kepergian dokter Andrian dan memalingkan wajahnya melihat sosok Ayna.
Ada sedikit penyesalan yang menelusup hatinya.2 jam tak sadarkan diri membuat mata Ayna lelah memejam dan akhirnya membukanya. Tatapannya kosong. Rendra melihat wajah gadis itu tak secerah dulu. Sorot matanya terlihat hampa. Wajahnya memucat.
Rasa iba kembali menelusupi hatinya.***
Ayna mulai kehilangan semangatnya, senyumnya, bahkan dirinya. Kondisinya memburuk hari-harinya tampak murung. Hanya diam tak mau makan. Dan terkadang menangis tanpa sebab.Bi Minah dengan telaten mengurus Ayna, sedangkan Rendra terus mendatangkan dokter dan psikolog untuk mengecek keadaan Ayna.
Sesal yang ia rasa karena telah membuat gadis itu kian terluka. Batinnya bahkan fisiknya. Apalagi setelah melakukan hal itu kepada Ayna. Merenggut kegadisannya.
Emosi sesaat selalu menimbulkan penyesalan di akhir kisah. Bukan menyelesaikan justru menambah runyam. Karena bukan hati dan pikiran yang dilibatkan, melainkan nafsu setan.
Rendra menyetir mobilnya dengan kecepatan tinggi bak pembalap rosi. Ia arahkan mobilnya menuju sebuah taman di seberang jalan. Ia hentikan mobilnya dan berjalan menuju sebuah bangku kosong di tengah taman. Tujuanya tak lain adalah untuk menyegarkan fikirannya yang telah lama sakit. Sakit akibat dendam yang terus menerus menggelapkan hatinya.
10 tahun yang lalu. Rendra adalah remaja yang aktif dalam kajian islam. Bahkan ia pernah sekali mondok di bulan Ramadhan. Rendra bukanlah Rendra yang dulu ramah, baik hati dan senang menolong. Namun saat melanjutkan S2 nya di London. Sikapnya mulai berubah. Dari yang agamis menjadi lebih bebas, setelah berteman dengan Denis bahkan sikap ramah kian hari kian luntur Apalagi setelah kematian orang tua dan adik kandungnya. Semua sikap baiknya luntur seketika. Berganti dengan dendam membara.
Ia merenungi setiap kejadian yang terjadi. Sesekali ia melihat ke arah anak-anak yang tengah bermain asik dengan teman-temannya. Matanya tiba-tiba tertuju pada seorang anak kecil yang membawa sebuah juz amma di tangannya. Sambil melantunkan beberapa ayat dengan suaranya yang belum bisa mengucap dengan jelas.
Rendra menghampiri anak itu.
"Halo, adik kecil. Nama kamu siapa?" sapanya.
"Waalaikumsalam, om." ucap bocah yang berumur sekitar 5 tahun itu.
"Assalamialaikum adik kecil, nama kamu siapa.'' Ulang Rendra
"Waalaikumsalam om, nama aku Yusuf."
" Yusuf mau gak mengajari om mengaji?"
Belum sempat bocah itu menjawab. Datang seorang laki-laki seumuran dengan Rendra memanggil Yusuf.
Laki-laki itu menyapa Rendra,
"Maaf, apa Yusuf tadi mengganggumu.?" ucap laki-laki yang tak lain adalah ayah Yusuf.
"Tidak, saya hanya menghampirinya karena mendengarnya mengaji tadi." ucap Rendra menjelaskan.
"Saya Faiz, " ucap ayah Yusuf sambil mengulurkan tangannya ke arah Rendra dan tersenyum.
"Saya Rendra."
"Maaf Rendra, aku tak bisa lama-lama. Ada acara lain yang harus ku datangi dengan putra kecilku ini, mungkin kita bisa bertemu di lain waktu."
"Tak apa, nanti kita bisa bertemu di lain waktu. Iya kan Yusuf?" tanya Rendra sambil memandang ke arah Yusuf. Yusufpun mengangguk.
"Baiklah, ini kartu namaku." lanjut Rendra dan memberikan sebuah kartu nama kepada Faiz.
"Terima kasih, Assalamualaikum om Rendra." ucap Faiz seraya meninggalkan Rendra sambil melambaikan tangannya dan Yusufpun mengikuti gerakannya.